Oleh: Tim KKN UNAND Nagari Ulakan 2022*
Minangkabau terkenal akan budayanya yang kental akan unsur islami. Sejak zaman dahulu, budaya yang berkembang di masyarakat disesuaikan dengan syariat agama Islam dan banyak melahirkan tokoh-tokoh agama yang terkenal, seperti Tuanku Imam Bonjol, Buya Hamka, Haji Miskin, dan masih banyak lagi. “Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” merupakan salah satu falsafah adat Minangkabau yang menjadi bukti bahwa kehidupan masyarakat tidak lepas dari nilai-nilai agama Islam.
Kuatnya syariat Islam ini tentu dibantu dengan usaha yang dilakukan oleh banyaknya tokoh penyebar agama di masyarakat, salah satunya adalah Syekh Burhanuddin. Beliau merupakan salah satu penyebar agama Islam yang mahsyur di tanah Minangkabau dan bahkan terkenal hingga ke luar wilayah Sumatera Barat. Jejak peninggalan Syekh Burhanuddin masih dapat kita jumpai, seperti Surau Gadang, Surau Ketek, Masjid Raya Syekh Burhanuddin, Masjid Agung, hingga Makam yang tersebar di Kecamatan Ulakan Tapakis. Sampai saat ini pun, peninggalan Syekh Burhanuddin masih ramai dikunjungi oleh masyarakat.
Baik Surau Gadang maupun Surau Ketek menyimpan banyak peninggalan dari Syekh Burhanuddin. Surau Gadang menyimpan kitab-kitab terdahulu dan layang-layang besar yang dulunya digunakan sebagai sarana dakwah kepada masyarakat. Sementara itu, di Surau Ketek terdapat pakaian peninggalan Syekh Burhanuddin, berupa jubah dan kopiah. Untuk melihat peninggalan tersebut, terdapat prosesi unik yang harus dilakukan, seperti wirid bersama yang dipimpin oleh penjaga jubah. Hingga saat inipun, kondisi peninggalan-peninggalan Syekh Burhanuddin masih dalam kondisi yang baik.
Peninggalan lain yang tak kalah bersejarahnya adalah Masjid Raya Syekh Burhanuddin. Masjid cagar budaya ini dulunya digunakan sebagai pusat penyebaran agama Islam dan kegiatan Tarekat Syattariyah. Terekat ini dibawa dan diajarkan oleh Syekh Burhanuddin setelah berguru kepada Syekh Abdul Rauf dari Singkil, Aceh. Ajaran inilah yang kemudian menjadi bagian dari kehidupan beragama masyarakat di Nagari Ulakan hingga saat ini, salah satunya adalah dilakukannya sidang isbatuntuk menentukan awal dan akhir Bulan Ramadhan.
Ada banyak hal yang menunjukkan kuatnya peran Syekh Burhanuddin dalam menyebarkan agama Islam kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari nama beliau yang digunakan sebagai nama jalan, nama masjid, hingga yang dapat dilihat dengan jelas ialah makam Syekh Burhanuddin yang masih sering dikunjungi oleh masyarakat, baik untuk sekadar berziarah maupun kunjungan wisata. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Khatib setempat, dijelaskan bahwa terdapat budaya Basapa yang dilakukan untuk memperingati kematian Syekh Burhanuddin yang wafat pada hari Rabu, 10 Syafar tahun 1116 H (1704 M).
Tradisi Basapa sendiri merupakan suatu ungkapan terima kasih atas jasa-jasa yang telah dilakukan oleh Syekh Burhanuddin dalam penyebaran agama Islam di Minangkabau. Basapa terdiri dari dua rangkaian upacara, yaitu Sapa Gadang dan Sapa Ketek.Sapa Gadang ditujukan kepada masyarakat dari daerah darekyang dilaksanakan setelah tanggal 10 bulan Syafar, sedangkan Sapa Ketek ditujukan untuk masyarakat dari luar daerah dareksetelah dua minggu pelaksanaan Sapa Gadang. Tradisi ini dilakukan dengan mengunjungi makam Syekh Burhanuddin dan melakukan wiridan serta mengaji.
Tradisi Basapa membawa pengaruh yang sangat besar untuk masyarakat Ulakan. Selain ditinjau dari segi budaya dan keagamaan, tradisi Basapa juga membawa pengaruh yang signifikan dari segi ekonomi masyarakat Ulakan. Setiap tahunnya, ribuan peziarah datang ke Makam Syekh Burhanuddin, baik dari daerah-daerah di Sumatera Barat maupun di luar Sumatera Barat. Di Nagari Ulakan, Syekh Burhanuddin adalah tokoh ikonik yang jika belum disinggahi jejak-jejak peninggalannya selama berada di Ulakan, tidaklah afdal. Selain peninggalan-peninggalan yang kental dengan corak islami, torehan budaya dalam Basapa juga menjadi hal baru yang dapat digali lebih dalam bagi para wisatawan yang hendak mengunjungi Ulakan, serta patut dikunjungi selama menjejakkan kaki di Nagari Ulakan.
*Penulis adalah tim KKN Mahasiswa Universitas Andalas di Nagari Ulakan di bawah bimbingan dosen Dra. Yustini Alioes, Apt, M. si