More

    Belajar di Kota Kecil di Australia Juga Menarik

    ABC AUSTRALIA NETWORK
    Tri Wahyudiyati

    Tri Wahyudiyati di depan salah satu gedung bersejarah di kota Albury. FOTO : koleksi pribadi
    Tri Wahyudiyati di depan salah satu gedung bersejarah di kota Albury. FOTO : koleksi pribadi

    Melanjutkan sekolah di kota besar di Australia seperti Melbourne dan Sydney mungkin sudah menjadi cerita biasa bagi para mahasiswa. Banyak juga yang memilih belajar di kota kecil seperti yang dilakukan Tri Wahyudiyati yang menempuh pendidikan S3 di kota Albury di perbatasan antara New South Wales dan Victoria.

    Tinggal dan belajar di kota kecil seperti di Albury, New South Wales, Australia, meninggalkan kesan-kesan manis tersendiri yang tidak mudah untuk dilupakan. Sebagai seorang mahasiswa S3 di Charles Sturt University dituntut untuk mandiri, antara lain mengatur waktu kapan harus selesai draft, kapan harus email supervisor untuk konsultasi, mencari literature dan data baik di library maupun via internet, dan yang tidak kalah pentingnya adalah waktu untuk relax.

    - Advertisement -

    Tidak punya banyak pilihan hiburan di Albury, membangun networking dan mencari kawan baru adalah salah satu strategi untuk mengusir kejenuhan dikala harus berkutat dengan data dan rindu dengan keluarga di Indonesia.

    Selain itu nonton bioskop juga dapat dijadikan salah satu pilihan. Di Albury ada cinema yang cukup representative dan dapat menjadi pilihan untuk mengendorkan syaraf setelah menyelesaikan draft sesuai deadline.

    Tidak jauh beda dengan kota-kota kecil di Indonesia, kota yang berbatasan dengan Victoria ini memberikan ketenangan, ketentraman dan kenyamanan. Mulai dari sikap ramah penduduknya, saling membantu dan saling berbagi sampai dengan mudahnya akses waktu untuk ke pusat kota yang dapat dijangkau hanya dengan hanya berjalan kaki.

    Walaupun ada beberapa hal yang kurang nyaman, seperti jadwal bus umum yang frekwensinya jarang yaitu setiap jam, bahkan pada jam-jam tertentu harus menunggu dua jam. Pernah suatu kali saya kembali dari kampus, ketinggalan bus umum.

    Bus berikutnya harus menunggu dua jam kemudian, terpaksa harus telpon taksi, yang untuk ukuran mahasiswa cukup mahal. Namun demikian secara keseluruhan, saya yang biasa tinggal dan kerja di Jakarta dengan segala kemacetannya, sangat rindu untuk kembali ke Albury.

    Sikap ramah penduduk ditunjukkan dengan senyum dan menyapa good morning/afternoon/evening apabila kita berpapasan di jalan. Demikian pula apabila kita mendapat kesulitan, mereka dengan senang hati akan menolong.

    Pernah suatu kali saya bersama seorang kawan mengangkat meja dari taman ke flat tempat tinggal saya. Sebagaimana diketahui bahwa barang-barang furniture atau elektronik yang sudah tidak dipakai, oleh pemiliknya ditaruh dipinggir jalan. Bagi mereka yang memerlukan barang tersebut dapat diambil dan dibawa pulang kapan saja.

    Walaupun jarak cukup dekat (kira-kira 100 meter), mengangkat meja tulis berdua cukup berat, kemudian ada seorang ibu yang kebetulan sedang jalan kaki. Dengan ramahnya ibu tersebut menawarkan jasa baiknya: “Are you alright, would you like me to help you?”. Lalu kami jawab (walaupun masih keberatan mengangkat meja) menjawab: “We are ok, thank you for your kind offer”.

    Seperti halnya tipikal masyarakat di daerah, penduduknya ramah dan mau menyapa siapa saja. Bahkan ditanya alamatpun, dengan senang hati dan mudah memberikannya.

    Contoh setiap minggu ada Sunday Market. Segala macam barang second hand, termasuk buah, sayur dan kue-kue home made dijual disana. Suatu saat saya melihat daun jeruk purut, yang kalau di supermarket lumayan mahal harganya.

    Langsung saya beli cukup banyak untuk persediaan. Karena tidak setiap minggu berjualan, saya tanya alamat, apakah boleh saya ke rumah dan beli di rumah dengan memetik sendiri.

    Dengan mudah dia memberikan alamat dan nomor telepon, yang kemudian menjadi langganan saya untuk membeli daun jeruk. Dan kebetulan rumahnya tidak jauh dari tempat tinggal saya. Sambil olah raga saya kadang-kadang mampir ke rumahnya untuk membeli.

    Beda lagi ceritanya dengan supervisor yang super baik. Ketika pertama kali datang ke Albury, dijemput di bandara. Dua kopor ditenteng kanan kiri dengan santainya dan dimasukkan ke mobilnya.

    Saya berbisik kepada kawan asal Indonesia yang kebetulan juga ikut menjemput: “Kok ada yaa supervisor sebaik ini”. Tidak itu saja, pada hari berikutnya diantar muter-muter cari flat sewaan.

    Sementara belum dapat flat, saya tinggal di rumah kawan yang ikut menjemput tadi. Demikian pula hari berikutnya, karena dalam satu hari berkeliling kota Albury tidaklah cukup untuk mendapatkan flat yang benar-benar cocok.

    Setelah aplikasi menyewa flat saya disetujui oleh agen, saya diantar kembali oleh supervisor untuk belanja keperluan rumah, antara lain kasur, sprei, handuk dan keperluan lainnya. Bahkan masih ditraktir makan. Komplit sudah kebaikannya.

    Albury sendiri kota yang berbatasan dengan Victoria yang dipisahkan oleh Murray River. Kota terdekat di seberang Murray river adalah Wodonga, sehingga terkenal dengan sebutan Albury-Wodonga atau the border (perbatasan) .

    Apabila digabung, jumlah penduduk lebih kurang 100.000 orang. Belanja di Wodonga relatif lebih murah dibanding dengan Albury di NSW. Demikian pula ongkos bus juga berbeda, ke Victoria (Wodonga) lebih murah dibandingkan dengan ke tempat lain yang sama-sama di NSW.

    Contohnya kalau ke Wodonga, ongkos bis 2 dollar sedangkan ke kampus Charles Sturt University di NSW 4 dolar. Lucunya saya sebagai student di NSW, student card tidak berlaku di Victoria.

    Berenang adalah kegiatan yang saya suka di Albury pada waktu musim panas. Selain murah (karena ongkos mahasiswa) kolam renang dan tempat bilas juga bersih, dan yang lebih menarik lagi bersosialisasi dengan dengan orang lain.

    Ngobrol adalah hal yang menyenangkan, ada seorang guru yang berenang dulu sebelum berangkat mengajar, ibu-ibu pensiunan dan profesi yang lain. Namun hal yang tidak menyenangkan adalah ketika di Indonesia ditanya, belajar dimana, ketika saya jawab Australia, langsung di benak mereka Melbourne atau Sydney atau kota-kota besar lainnya di Australia.

    Saya dengan bangga menjawab di Albury, kota kecil, tiga setengah jam dari Melbourne. Banyak hal menarik lainnya yang meninggalkan kesan manis yang tidak mudah untuk dilupakan, oleh sebab itu jangan segan-segan untuk studi di kota kecil karena selain tenang, damai juga nyaman untuk belajar.

    * Tulisan ini adalah pendapat pribadi. Tri Wahyudiyati sekarang bekerja di Badan Litbang Kementerian Kehutanan di Bogor. Menempuh pendidikan doctoral di Charles Sturt University, Albury, NSW, Australia, School of Accounting and Finance, mulai tahun 2010. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here