More

    Hariman Serukan Gerakan Perlawanan

    Ahamd fauzan

    Hariman Siregar, Aktivis Malari 1974, menyampaikan pidato mengendai pandangan politknya di Graha Bakti Budaya, Tamana Ismail Marzuki, Jakarta . FOTO : AHMAD FAUZAN

    JAKARTA, KabarKampus – 34 tahun yang lalu Jakarta porak-poranda dengan aksi mahasiswa, kemudian kerusuhan masal  yang disebabkan penolakan mahasiswa terhadap modal asing yang ditandai dengan kedatangan Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka Kakuei yang sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1974). Peristiwa itu dikenal dengan Malapetaka Lima Belas Januari (Malari) 1974, Hariman Siregar dan Dr. Syahrir aktivis mahasiswa kala itu ditangkap.

    Bertepatan dengan peristiwa malari dan hari jadi Indemo ke 12, Indemo merayakan malam peringatan Malari 1974 di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Minggu, (15/01).

    - Advertisement -

    “Dahulu kami mengangap kalau negara kita tidak boleh bergantung dengan pemodal asing, bahwa pembangunan itu harus menggunakan kaki sendiri, namun dari dahulu kita selalu berhutang serta mengejar pertumbuhan,  akhirnya di tahun 1998 kita jeblok, seharunya negara kita tidak separah ini,” kata Hariman.

    Menurut Hariman, ini harus direbut kembali, kalau bisa seperti yang dilakukan Presiden Venezuela yakni merebut dan menasionalisasi aspek utama perekonomian, seperti minyak, pertanian, emas, industri berat , dan emas.

    “Kita harus bersatu untuk merebut kembali, dan kami mengandalkan yang muda-muda. Anak muda harus punya agenda, ini tidak boleh dibiarkan, jangan berhenti melawan,” seru Hariman.

    Hariman mengungkapkan bahwa, perasaan kita ini harus diterjemahkan menjadi aksi, ketidakpuasan menjadi perlawanan. Pokoknya adalah harus ada perubahan, namun tanpa kekerasan.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here