More

    Hentikan Kebijakan Ekspor Gas dan Batu Bara

    Ahmad Fauzan Sazli

    17 10 2013  Diskusi Migas di UGM 01
    Ilustrasi / energitoday.com

    JAKARTA, KabarKampus – Sumber cadangan minyak Indonesia terus menurun. Sebagai negara pengekspor gas dan batu bara sudah seharusnya pemerintah memanfaatkan kedua sumber energi tersebut sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak. Namun kenyataannya pemerintah justru lebih banyak mengekspor kedua energi tersebut.

    Dr.Tumiran, Anggota Dewan Energi Nasonal mengatakan, bahwa  kebutuhan energi terus cenderung terus meningkat, sehingga negara melakukan impor sebesar 400 barrel setiap harinya. Karena itu Tumiran menyesalkan kebijakan pemerintah yang lebih banyak menjual sebagian besar batu bara  dan gas ke luar negeri.

    - Advertisement -

    “Karenanya Indonesia dikenal sebagai eksportir batu bara terbesar di dunia,” kata Tumiran dalam Dialog dan Sosialisasi Kebijakan Energi Nasional di Hotel Aston Yogyakarta, Kamis (17/10/2013).

    Tak hanya itu, ia menjelaskan gas Indonesia juga 50 persen ekspor, padahal di dalam negeri masih kurang.

    “Jika ini terus dibiarkan menurut ata, 2019 kita kan mengalami krisis gas,” ungkap Tumiran.

    Tumiran yang juga mantan Dekan Fakultas Teknik UGM dalam kesempatan tersebut,  mendesak pemerintah untuk menghentikan kebijakan perdagangan ekspor gas dan batu bara. Sebaliknya, ia juga mendesak, pemerintah memanfaatkan cadangan energi nasional tersebut untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru dengan tumbuh kembangnya industri nasional.

    “Harus ada peningkatan nilai tambah jika dimanfaatkan untuk industri, listrik dan sebagainya,”katanya.

    Menurutnya, yang tidak kalah penting adalah ketersediaan sumber daya energi terbarukan yang melimpah, pemanfaatannya juga harus ditingkatkan lewat penguasaan teknologi yang dimiliki yang ditopang industri nasional.

    Sementara itu, Achdiat Atmawinata, staf ahli menteri bidang penguatan struktur industri, Kementrian Perindustrian menjelaskan, hingga saat ini sektor industri masih mendominasi konsumsi energi yang digunakan sebagai bahan bakar dan bahan baku, yakni 48,4 persen.

    “Diikuti bidang transportasi 34 %, rumah tangga 12,2 % dan bangunan komersial 4,4 %,” katanya.

    Dari jumlah tersebut, kebutuhan energi bagi industri terbesar berada di jawa 75 %, Sumatera 18,37 %, diikuti Kalimantan 3,41 % persen. “Kedepan, seharusnya diubah industri tidak lagi berpusat di jawa,”imbuhnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here