Ahmad Fauzan Sazli
Jason Baker, Wakil Presiden Operasi Internasional PETA. FOTO : AHMAD FAUZAN SAZLI
JAKARTA, KabarKampus – Dari investigasi yang dilakukan People For The Ethical Treatment Of Animals (Peta) menyebutkan bahwa luwak yang dikandangkan untuk produksi biji kopi dari kotorannya menderita secara fisik dan mengalami depresi. Temuan ini merupakan hasil investigasi yang dilakukan di dua negara penghasil kopi luwak terbesar dunia yakni, Indonesia dan Filipina.
“Banyak pihak yang memberitahu penyidik kami bahwa memproduksi kopi luwak yang berasal dari alam liar dalam jumlah yang besar sangatlah tidak mungkin,” katan Jason Baker, Wakil Presiden Operasi Internasional PETA dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, (17/10/2013).
Namun menurut Baker, beberapa produsen kopi luwak tetap melabelkan biji kopinya sebagai sumber liar. Baker menjelaskan, bahwa luwak merupakan hewan liar. Hewan tersebut gemar memanjat pohon untuk meraih kopi yang matang. Kemudian ketika dikandangkan luwak justru dipaksa untuk mengkonsumsi kopi secara berlebihan.
“Stress dan kurangnya nutrisi selama berada di dalam kandang membuat luwak mengalami kerontokan bulu,” kata Baker.
Selain itu menurutnya, kesehatan luwak menurun tajam saat mereka dikurung di dalam kandang dikarenakan kurang vitamin dan nutrisi. Bahkan berdasarkan informasi yang dihimpun PETA, bahwa banyak luwak yang tidak bisa bertahan hidup saat mereka dilepaskan ke alam liar.
Dalam kesempatan tersebut, menghimbau kepada masyarakat agar tidak meminum kopi luwak. Baginya dengan membeli kopi luwak artinya membeli sebuah produk yang mendukung penyiksaan satwa.
Dalam konferensi pers tersebut PETA juga menunjukkan sebuah video yang menunjukkan luwak di dalam kandang gelisah, menggigit jeruji, berputat-putar mengayunkan kepalanya secara terus menerus. Peta menganggap gejala luwak ini mengindikasikan luwak mengalami stress dan depresi yang tinggi.[]