More

    Cara Asyik Belajar Sidang Korupsi

    Adi Marsiela

    Para mahasiswa yang tergabung dalam Tim Perekaman Persidangan Tindak Pidana Korupsi dari Universitas Katolik Parahyangan membenahi peralatan usai mengikuti persidangan dengan terdakwa mantan Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Kamis (24/4). Tim ini bekerja dan bertanggung kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk perekaman seluruh proses persidangan. [Adim].
    Mahasiswa UNPAR bekerja dan bertanggung kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk perekaman seluruh proses persidangan koruupsi. [FOTO : Adi Marsiela].
     BANDUNG, KabarKampus – Masyarakat Indonesia akhir-akhir ini memiliki perhatian khusus terhadap berbagai kasus korupsi. Sayangnya tidak banyak masyarakat, terutama mahasiswa Fakultas Hukum, yang mau hadir langsung di persidangan.

    Kebanyakan dari mereka, mahasiswa Fakultas Hukum, hadir ke pengadilan untuk mendapatkan nilai dari mata kuliah Hukum Acara Pidana. Biasanya sang dosen menugaskan mereka untuk mengikuti perkara atau sekedar melihat proses persidangan pidana di pengadilan.

    - Advertisement -

    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, pasal 153 ayat 3 menyatakan, semua persidangan terbuka untuk umum demi kepentingan pemeriksaan. Kecuali, persidangan yang terkait kasus kesusilaan atau yang terdakwanya anak-anak.

    Masalahnya, banyak mahasiswa yang hadir ke pengadilan hanya untuk mendapatkan tandatangan panitera serta cap pengadilan. Torehan tinta dan cap itu sebagai penanda kalau sang mahasiswa sudah ‘berkunjung’ ke pengadilan.

    Meski demikian, ada juga mahasiswa yang mau mendedikasikan dirinya untuk hadir ke persidangan korupsi. Mereka hadir sebagai Tim Perekaman Persidangan Tindak Pidana Korupsi. Mereka membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam merekam proses persidangan.

    Ariesa Prahara Setiawan, 23 tahun, sudah bergabung dengan tim perekaman di kampusnya sejak tahun 2013 lalu. Tim tersebut merupakan buah kerjasama antara KPK dengan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung. “Perekrutan tim sudah ada lima gelombang,” ujar Esa, begitu dia biasa disapa.

    Untuk menjadi anggota tim, ungkap Esa, setiap calon harus sudah atau sedang mengikuti mata kuliah Hukum Acara Pidana. “Waktu angkatan saya, ada 20 orang yang daftar di kampus tapi yang lolos hanya 3 orang,” imbuhnya.

    Apabila sudah masuk tim, setiap anggota harus membaktikan dirinya selama dua tahun. “Kalau bertugas bisa bergantian,” kata anggota tim angkatan empat ini.

    Setiap sidang, tim bertanggungjawab memasang empat kamera, empat mikrofon untuk merekam jalannya persidangan. Rekaman itu langsung masuk ke hard disc, dan cakram padat. Setiap cakram itu bisa merekam hingga empat jam. Saat ada pergantian cakram, maka persidangan terekam ke dalam hard disc.

    Saat ini, tim perekaman dari Unpar ada 24 orang. Namun tidak semuanya turun ke pengadilan. “Minimal 6 orang tapi bisa juga turun 24 orang apabila memang kasusnya besar,” papar Esa.

    Setiap anggota tim bertugas untuk menjaga keselamatan barang-barang perekaman yang dititipkan oleh KPK. Apabila terjadi kerusakan, maka tanggungjawabnya ada di tangan tim.

    Selain merekam, tim juga harus membuat catatan atau risalah tentang jalannya persidangan. Mereka harus mengirimkan laporannya ke KPK setiap bulan. “Buat kami yang mahasiswa, proses ini membantu dalam melihat posisi kasus. Mulai dari dakwaan hingga ke putusan. Lebih banyak ke peningkatan soft skill. Hitung-hitung melatih diri (sebelum terjun ke dunia nyata),” ungkap Esa yang tercatat aktif sebagai peserta Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu) yang diselenggarakan Lembaga Bantuan Hukum Bandung.

    Selama menjalankan tugasnya, Esa dan kawan-kawannya mendapatkan makan siang dari KPK. Mereka juga mendapatkan dana operasional dari KPK untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.

    “Buat saya kesempatan ini sangat berharga. Bisa bertemu orang-orang baru di pengadilan. Berbeda orang, berbeda tipenya,” imbuh mahasiswa angkatan 2009 ini.

    Dia juga mengaku pernah dimaki-maki oleh panitera saat meminta data persidangan. “Mungkin waktu saya minta data, paniteranya kelelahan. Panitera memberi data dan minta saya menulis, karena takut tidak terkejar, saya foto. Panitera itu marah-marah dan bilang saya goblok,” paparnya.

    Terkait perekrutan untuk menjadi anggota tim, Ersa menjelaskan, KPK memberikan keleluasaan kepada tim. Namun tetap pembekalan untuk angkatan pertama langsung diberikan oleh KPK.

    “Tim perekaman ini ada di setiap provinsi, kerjasama dengan universitas-universitas. Kalau di Jakarta setahu saya ada dua tim,” imbuh Esa.

    Saat ini, KPK tengah menyusun rencana untuk menggunakan seluruh rekaman yang ada untuk dipublikasikan kepada publik. Menurut Esa, nantinya masyarakat bisa melihat sendiri proses persidangan korupsi via www.apik.kpk.go.id.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here