More

    #SuroboyoPetheng

    Muhammad Rizal Ghurobi
    Pada konferensi “Planet under Pressure” di London, para ilmuwan menyatakan bumi sudah melewati zaman Holocene, yang ditandai dengan berakhirnya zaman es sejak 12.000 tahun lalu. Dengan berakhirnya zaman Holocene kita memasuki periode geologi baru, yakni zaman Anthropocene mulai tahun 2016.

    Zaman Anthropocene digambarkan sebagai periode bumi yang berlari lepas-kendali, dimana manusia mendorong proses yang jauh lebih kuat ketimbang kemampuannya untuk mengendalikan proses tersebut.

    Pakar ekologi dari Universitas Maryland, Erle Ellis menyatakan kondisi ekosistem di bumi zaman ini merefleksikan eksistensi dan aktifitas umat manusia. Dengan dilatarbelakangi menyusutnya cadangan ikan, berlanjutnya pembabatan hutan, hilangnya keragaman hayati yang makin cepat serta ledakan pertumbuhan populasi manusia. Datangnya zaman geologi baru ini diharapkan akan meningkatkan kesadaran lingkungan menyangkut luasnya perubahan yang terjadi di bumi. Dengan itu akan dicetuskan perubahan pada umat manusia terkait cara pandang pada eksistensi di bumi.

    - Advertisement -

    Menanggapi masuknya zaman Anthropocene ini, perlu keterlibatan langsung dari seluruh aktor pembangunan untuk meningkatkan kesadaran lingkungan menyangkut luasnya perubahan yang terjadi dan mencegah agar bumi tidak semakin terpuruk. Salah satunya yakni gerkan 60+ (earth hour) yang diselengarakan di Surabaya tepatnya pada tanggal 29 Maret 2014. Terlihat dari peristiwa itu seluruh aktor pembangunan ikut berpartisipasi dalam satu gerakan menyelamatkan bumi.

    Dalam surat edaran Walikota Surabaya tersebut, Pemerintah Kota Surabaya sudah menyebarkan surat ke RT, RW, BUMN dan BUMD yang berisi imbauan mematikan lampu pada program earth hour.

    “Kita sudah edarkan surat imbauan untuk mematikan lampu pada jam-jam tertentu,” kata Tri Rismaharini Walikota Surabaya pada suarasurabaya.net, (23/3/2013). Meskipun peringatan ini tidak ada kata wajib untuk dilaksanakan, kata Risma, pihaknya tetap menyarankan untuk mematikan lampu pada jam tertentu.

    “Meskipun tidak ada aturannya dan tidak ada hukuman jika melanggar, tapi kita tetap menyarankan untuk mematikan lampu pada jam tertentu,” ujar dia.

    Atusiasme warga dan kelompok swasta juga sangat tinggi, terbukti partisipasi mereka mampu membuat gelaran acara earth hour di Surabaya menjadi semakin meriah. Terdapat lima titik kumpul dalam menyelengarakan earth hour di Surabaya yang bertajuk #SUROBOYOPETHENG, yakni BG Jungtion, Tugu Pahlawan, Hotel Majapahit, Grand City, Swiss-Bel inn. Tercatat 4 duta, 12 korporasi, dan 30 komutitas yang bergabung dalam acara ini.

    Acara yang paling meriah tepatnya terletak di Grand City Mall Surabaya, yang dimeriahkan oleh Musik Akustik, Dreambox, Percussion, Firedancing, Capoera, dan Fashion Show. Tepat pukul 21.00 WIB lampu yang ada di pelataran Grand City Mall dimatikan, dan lampu lilin yang telah ditata dan berderet rapi telah dinyalakan membentuk angka “60” dan juga tanda “+”.

    Ini akan berlangsung selama 60 menit penuh, selama lampu padam, pengunjung yang telah memadati parkir timur Grand City Mall akan disuguhkan dengan aksi yang bertemakan cahaya dalam gelap, seperti dance perfomance dengan baju sinar yang dikenakan, Fire-dancing, dan Percussion dengan pencahayaan yang menarik.

    Acara seperti ini perlu terus diselenggarakan guna meminimalisir dampak buruk dari perubahan zaman.

    Salah satu pengunjung earth hour di Surabaya menyatakan “Perubahan iklim langsung mempengaruhi kehidupan kita, karena kita (orang indonesia) dikelilingi air, Acara ini menarik dan menjadi hiburan tersendiri bagi kami, gak hanya terhibur, tapi juga mampu menjadi pembelajaran tersendiri buat kita untuk terus membuat kondisi bumi semakin baik”. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here