Frino Bariarcianur
BANDUNG, Kabarkampus-Gagasan pemurnian agama dalam visi dan misi calon presiden (capres) Prabowo Subianto adalah konyol dan sinting.
Pernyataan kekesalan tersebut disampaikan oleh Sam Sambas, aktivis Front Indonesia Muda usai mendeklarasikan dukungan terhadap pencalonan Jokowi-Kalla sebagai capres dan cawapres di Kafe Ngopi Dulu, Jalan Teuku Umar, Bandung, Selasa (03/06/2014).
Menurut Sam gagasan pemurnian agama tersebut adalah salah satu bentuk militerisme yang menginginkan penyeragaman di Indonesia. Gagasan tersebut harus ditolak karena tidak melihat keberagaman rakyat Indonesia.
“Kita mau pakai standard apa untuk menilai keyakinan seseorang? Mau pakai standar PKS? standar Suryadharma Ali? FPI, MUI? Kita kan belajar bagaimana memahami berbagai perbedaan ini tanpa harus melakukan tindakan-tindakan represif terhadap keyakinan seseorang,” ujar Sam Sambas saat ditemui KabarKampus.
“Inilah yang menjadi salah satu alasan kenapa aktivis 1998 berkumpul kembali di Bandung. Jika gagasan militerisme itu dipraktekkan oleh pemerintahan di masa depan, kita akan kembali ke zaman dimana demokrasi tidak berjalan.”
Lebih lanjut Sam menyatakan penolakan terhadap militerisme bukan berarti anti militer. “Militer kita harus kuat untuk menjaga kedaultan itu iya. Yang kita tolak adalah militerisme dalam pemerintahan yang mendominasi kehidupan warga negara,” kata Sam tegas.
Kegelisahan Sam Sambas dan Front Indonesia Muda setelah mencermati visi dan misi calon presiden Prabowo Subianto. Dalam salah satu visinya, Prabowo menyatakan akan menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama.
Menurut Sam, meski pihak Prabowo akan meralat point pemurnian agama, gagasan tersebut telah mengkhawatirkan. Hal tersebut bisa memicu konflik antar umat beragama di Indonesia. “Kita harus bergerak dari sekarang, jangan tunggu saat pencoblosan nanti.”
Sam berharap jejaring yang telah ada di sejumlah provinsi di Indonesia terus membentuk satu kekuatan penuh untuk melawan pemerintahan yang militeristik. “Ini bukan romantisme sejarah, tapi kita masih punya tugas yang belum selesai, yakni membawa pelaku-pelaku kejahatan HAM ke meja pengadilan.”
“Jangan lupa, masih ada kawan-kawan kita yang belum pulang. Ada yang dihilangkan nyawanya dan belum ada pengadilan yang menuntut pertanggungjawaban para pelaku kejahatan itu.”
Front Indonesia Muda (FIM) adalah salah satu organ gerakan mahasiswa yang terlibat dalam reformasi tahun 1998. Digagas oleh sejumlah aktivis mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta dan Bandung. Saat ini para aktivis mahasiswa ada yang berprofesi sebagai guru, dosen, guru ngaji dan kaum profesional. FIM dibentuk pada tahun 1997 dengan visi menolak dominasi negara yang bersifat militer dalam menangani persoalan-persoalan publik.
Tombol FIM telah diaktifkan. Bagaimana kaka mahasiswa menyikapinya?[]