More

    Dosen FSRD ITB Bongkar Praktek Pemalsuan Lukisan

    Mega Dwi Anggraeni

    Willy Himawan tengah memaparkan makalah berjudul "Forensik Karya Seni: Jejak Lukisan Palsu" milik Aminudin TH Siregar, Dosen Seni Lukis ITB dalam Seminar Forensik dan Audit Seni, Sains, Teknologi di Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganeca Bandung, Rabu (11/6/2014).
    Willy Himawan tengah memaparkan makalah berjudul “Forensik Karya Seni: Jejak Lukisan Palsu” milik Aminudin TH Siregar, Dosen Seni Lukis ITB dalam Seminar Forensik dan Audit Seni, Sains, Teknologi di Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganeca Bandung, Rabu (11/6/2014). Foto : Mega Dwi Anggraeni

    BANDUNG, KabarKampus – Penyebaran lukisan palsu di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1980-an. Namun sampai saat ini, belum ada satu pun pemalsu lukisan yang diadili oleh pemerintah. Hal ini karena belum ada payung hukum yang mengatur tentang pemalsuan karya seni rupa.

    “Sebenarnya kami tidak bisa memastikan sejak kapan lukisan palsu ini muncul dan siapa pelakunya, karena memang tidak ada penyelidikannya. Tetapi sejak tahun 1950 sudah banyak orang-orang yang meniru lukisan maestro, dan penyebarannya terjadi tahun 1980,” jelas Willy Himawan, Dosen Seni Lukis ITB kepada Kabar Kampus saat ditemui usai Seminar Forensik dan Audit Seni, Sains, Teknologi, di Aula Barat Kampus ITB, Rabu (11/6/2014).

    - Advertisement -

    Menurut Willy, para pemalsu lukisan ini bukan menjiplak karya para maestro. Mereka lebih meniru gaya melukis para maestro. Kemudian lukisan-lukisan tersebut dinyatakan sebagai karya sang maestro, lengkap dengan tanda tangan.

    “Bahkan, transaksi dari karya ini jumlahnya bisa mencapai miliaran,” katanya.

    Masalah lain yang membuat pemalsuan lukisan sulit dihentikan di Indonesia menurut Willy adalah, karena kolektor lukisan lebih banyak individu. Sementara di luar negeri, kolektor lukisan terbanyak adalah pemerintah, sehingga karya seni pun terlindungi.

    Meskipun begitu, Willy mengatakan, saat ini para pelaku seni sedang berupaya untuk meminimalisir pemalsuan lukisan. Dia membeberkan, saat ini Galeri Nasional Indonesia tengah mempersiapkan perlindungan hukum untuk karya seni.

    “Semacam tim audit akuntabel yang terdiri dari ahli dari institut seni, budayawan, dan pemerintah. Diharapkan tiga unsur ini bisa menyebar ke provinsi-provinsi yang ada di Indonesia. Tetapi ini masih dalam tahap perencanaan,” imbuhnya.

    Adanya tim audit ini, lanjut Willy karena saat ini dewan kesenian di Indonesia tidak berfungsi dengan baik. Padahal seharusnya, dewan kesenian bisa tersebar di seluruh provinsi di Indonesia untuk bisa menilai sebuah karya seni yang ada di setiap provinsi.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here