More

    Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno

    Peluncuran Buku Maulwi Saelani, Penjaga Terakhir Soekarno di Jakarta, Rabu, (01/10/2014). Foto : Nasir
    Peluncuran Buku Maulwi Saelani, Penjaga Terakhir Soekarno di Jakarta, Rabu, (01/10/2014). Foto : Nasir

    JAKARTA, KabarKampus – Pada era Presiden Soekarno, pengaman presiden sudah jadi persoalan. Pada mulanya ketika itu,  pengamanan presien dirasa cukup dilakukan beberapa polisi yang tergabung dalam pasukan pengawal pribadi presiden. Namun setelah terjadi rangkaian percobaan pembunuhan presiden Soekarno, yang dimulai dengan insiden penggranatan di Cikini, 1957, dibentuklah Tjakrabirawa pada 1962.

    Dialah Maulwi Saelan, lahir di Sulawesi Selatan, 8 Agustus 1926. Ia adalah seorang pejuang dan pengaman presiden Soekarno. Letkol Kolonel Maulwi Saelan, yang ketika itu bertugas di Makassar, ditunjuk sebagai kepala staf, dan selanjutnya menjadi wakil Tjakrabirawa.

    Posisi inilah yang membuat Maulwi Saelan berada di samping atau dekat Bung Karno di saat paling kritis dalam masa peralihan kekuasaan, 1965 hingga 1966. Ia pun berada di Istana pada tanggal 4 Agustus 1965,ketika Bung Karno di serang stroke ringan, meski kemudian dapat pulih kembali.

    - Advertisement -

    Data ini diungkapakan dalam peluncuran dan bedah buku Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno di Auditorium Museum Nasional, Jakarta, Rabu, (01/10/2014).

    “Dalam konteks sejarah saya merasa terpanggil memberikan kesaksian, dalam rangkaian-rangkain yang terjadi masa lampau, yang menjadi sejarah bangsa,” kata Maulwi Saelan, saat memberikan sambutan dalam acara peluncuran dan bedah buku tersebut.

    Menurut dia, saat inilah waktu yang tepat untuk meluruskan sejarah. Sebab banyak skenario yang terbentuk tentang Bung Karno.

    Sementara itu menurut, Bonnie Triyana, Mulwi Saelan adalah seorang gerilyawan. Dia dikabarkan pernah tewas pada saat perang urat saraf pada era Belanda.

    “Karena pada saat itu Belanda tidak bisa membendakan antar warga dan pasukan gerilya,” kata Bonnie.

    Terkait buku ini, menurut Anhar Gonggong, yang juga sejarahwan,  kala ini banyak orang mengangap sejarah itu adala masa lampau. Padahal masa saat ini sangat ada keterkaitannya dengan masa lampau.

    Ia mengatakan republik ini saat ini, sedang Terpontang-panting, karena tidak memahami sejarah. “Sejarah bukanlah masa lampau sejarah adalah masa depan,” tuturnya.

    Buku Maulwi Saelani sendiri ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F Isnaeni dan M. F. Mukhti.  Buku ini diterbitkan oleh Kompas dan memiliki tebal 376 halaman.[Nasir]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here