
Dalam ajaran agama Islam, bila tidak ada air untuk berwudhu (mensucikan diri dengan air), seseorang bisa menggantikannya dengan tayamum (mensucikan diri dengan debu yang bersih).
Adapun agama Islam mensyaratkan, mereka yang dapat bertayamum apabila dalam perjalanan jauh, kurang air, tidak boleh kena air karena sakit dan sebagainya. Sementara debu atau tanah yang digunakan haruslah debu yang bersih.
Berangkat dari pemahaman mensucikan diri, Julian Abraham (28) yang sedang melakukan residensi di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat menggagas sebuah produk tepung dari tanah. Tepung ini dibuat secara khusus untuk bertayamum yang dikemas dalam botol kecil 10 ml.
Tepung tayamum buatan Julian Abraham diproses dari tanah yang biasa digunakan untuk membuat genteng di Kecamatan Jatiwangi. Cara membuat Tepung Tayamum tidak sulit. Setelah mengambil tanah, tahapan selanjutnya melakukan penghalusan yakni dengan cara menumbuk dan menyaring.
Proses penyaringan tanah tersebut untuk mendapatkan debu.
Selanjutnya,“Dimasak di kuali hingga mendidih. Tandanya ada bunyi letupan-letupan kecil. Ini adalah proses sterilisasi tanah,” ungkap seniman yang biasa dipanggil Togar.
Setelah dingin barulah Tepung Tayamum dimasukan ke dalam botol. Diberi label lengkap dengan mantra-mantra marketing.
“Sederhananya, ini hanya menggantikan tepung atau debu pada umumnya yang biasa digunakan untuk tayamum.”
Namun kata Togar, sebenarnya debu ada di mana-mana. Bahkan tanpa debu secara fisik pun orang masih bisa bertayamum. “Intinya semua itu tujuannya untuk mempermudah dan agar orang makin bertakwa,” kata Togar.
Togar menjelaskan, boleh dibilang tepung tayamum yang dibuatnya adalah barang yang tidak penting. Namun bukan dirinya yang berhak menentukan barang ini penting atau tidak penting.
Baginya, yang ia lakukan hanya mengeksplorasi tanah di Jatiwangi menjadi fungsi lain. Kalau tepung ini bisa digunakan, ya digunakan, kalau tidak ya tidak apa-apa.

“Yang jelas, produk tepung tayamum ini sudah pernah diwacanakan,” ungkapnya.
Togar pun berencana memasarkan produk Tepung Tayamum sebagai pelengkap perjalanan jauh saat menggunakan pesawat terbang. Dengan ukuran dan kemasan Tepung Tayamum yang imut memudahkan orang membawanya kemana-mana. Sehingga tak ada alasan lagi untuk menyucikan diri gegara tak ada air. “Harganya belum ditentukan, yang penting ikhlas,” kata Togar tersenyum.
Julian Abraham yang juga memiliki nama lain Muhammad Hidayat adalah seorang seniman yang memiliki perhatian khusus pada keberulangan, keterkaitan, keterhubungan, dan kesinambungan dalam sistem yang berlaku dalam kehidupan sosial. Ia memiliki latar belakang musik dan ketertarikan khusus pada teknologi dan sains.
Sewaktu tinggal di Yogyakarta ia pernah bergabung dengan kelompok House of Natural Fiber (HONF). Kelompok anak muda yang banyak melakukan eksplorasi dan penelitian berbagai hal. Mereka juga banyak melakukan kerjasama penelitian dengan mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Keseriusan Togar dan kawan-kawan HONF dilirik dunia karena inovatif dan visioner.
Salah satu penghargaan yang mereka raih, yakni saat mengikuti “Transmediale Award” pada tahun 2011 di Berlin. Proyek seni fermentasi generik HONF “Intelligent Bacteria, Saccharomyces Cereviciae” berhasil menyisihkan 1.000 seniman dari seluruh dunia.
Seniman yang enak diajak ngobrol ini kemudian menetap di Jatiwangi sejak lima bulan lalu.
Bersama Jatiwangi art Factory (Jawa Barat) sedang merancang Monumen Tanah Berbunyi. Selain itu ia juga sedang menggagas minyak wangi dari tanah dengan bau khas tanah. Eksplorasi yang dilakukan Togar hendak meluaskan fungsi tanah di Jatiwangi agar tak melulu menjadi genteng.[]