Saat ini sejumlah peneliti perguruan tinggi tengah berlomba-lomba untuk menyelesaikan persoalan sampah. Salah satunya datang dari Dr Bambang Sudarmanta, pakar Energi Alternatif Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Melalui tangannya, sampah kini dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang dapat menghemat penggunaan bahan bakar minyak hingga lebih dari 50 persen. Ia menamakannya dengan Compact Mini Powerplan Basis Limbah Sampah.
Pembuatan energi alternatif dari sampah ini dibantu oleh beberapa dosen dan beberapa mahasiswa Jurusan Teknik Mesin. Mulai dari mahasiswa S1, S2, dan S3. Kebanyakan mereka menggunakan penelitian ini sebagai tugas akhir.
“Permasalahan besar yang terjadi di setiap daerah selalu seputar sampah,” ujar Dr Bambang Sudarmanta.
Penelitian biomassa mengenai sampah ini berawal dari lima tahun yang lalu. Awalnya mereka masih mencari jenis sampah yang dapat digunakan dalam penelitian ini.
Alat pertama yang dibuatnya yaitu sistem pengolahan sampah dengan metode pembakaran sehingga menghasilkan gas untuk memutar turbin generator. Ia membuat alatnya di Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA)-nya ITS menggunakan sampah dari ranting-ranting dan daun-daunan saja,
Proses kemudian dikembangkan, tidak hanya sampah dari ranting dan daunan saja, melainkan seluruh jenis sampah dapat digunakan. Mulai dari sampah rumah tangga, plastik, sisa bahan makanan, dan lain sebagainya.
“Jika alat tersebut berada di setiap kelurahan dan kecamatan, kita tidak perlu membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lagi. Sehingga semua sampah dapat langsung diolah,” terang Bambang.
Rencananya, alat pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif dapat disebar di seluruh kecamatan maupun kelurahan di Surabaya bahkan di Indonesia. Sampai saat ini, tercatat tiga alat yang telah dibuat oleh Bambang bersama tim.
“Satu alat berada di Kebun Bibit I yang berada di Jalan Ngagel, satu lagi berada di Kebun Bibit II yang berada di daerah Rungkut, dan satu lagi berada di ITS,” terang Bambang.
Tentunya tak mudah membuat alat tersebut dapat dikonsumsi masyarakat. Bambang menuturkan bahwa alatnya harus mencapai titik establishment, atau titik konstan dimana gas yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik dan stabil. Kestabilan tersebut akan menghasilkan spek-spek khusus sebagai acuan dalam pencampurannya ke mesin.
“Harus ada beberapa modifikasi pada mesin-mesin yang akan menggunakan biomassa sampah ini. Kami sedang berfokus pada generator set (genset) dengan sistem duel fuel. Duel fuel itu sendiri merupakan perpaduan antara solar dengan gas hasil olahan sampah,” terang Bambang.
Kemudian data yang didapat dari campuran gas dan solar di genset, dapat mereduksi solar hingga 74 persen. Ia sendiri masih akan terus dilakukan penelitian mengenai peningkatan kualitas gas sehingga dapat mereduksi penggunaan solar lebih banyak lagi.
Meskipun kalori yang dihasilkan gas hanya 20 persen dari solar, namun gas ini akan sangat melimpah karena bahan bakunya adalah sampah. Bahan bakar gas ini dapat digunakan untuk mesin berbahan bakar bensin, namun gas yang dihasilkan di mesin tersebut lebih tidak konstan jika dibandingkan dengan gas yang digunakan di genset.
Bahkan ketua Prodi Jurusan Teknik Mesin ini meyakini bahwa gas dapat menjadi pengganti bensin seutuhnya, meski kualitas gas untuk mesin bensin masih tidak dapat ditentukan. “Sebenarnya, gas ini dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar hingga 100 persen, namun butuh modifikasi dan pengembangan yang sangat banyak di mesinnya,” terang Bambang.
Saat ini, Bambang tengah berfokus pada establishment dari kualitas gas agar didapat spek-spek khusus untuk panduan setting mesin. Rencananya, bulan Juni sudah ada spek-speknya dan akan launching tentang bahan bakar berbasis sampah.
Ia berharap dengan adanya penemuan tersebut dapat menjadi sumber energi terbarukan dan dapat mengatasi permasalahan sampah di Indonesia.[]