BANDUNG, KabarKampus – Usai mengikuti kegiatan pemberian gelar kehormatan Doktor Honoris Causa kepada Megawati Soekarnoputri dalam bidang Politik dan Pemerintahan, M. Nasir, Kemenristek Dikti menggelar dialog bersama mahasiswa di Kampus Unpad, Dipatiukur, Bandung, Rabu, (25/05/2016). Dalam dialog tersebut, dari enam mahasiswa yang bertanya kepada Menristek Dikti, tiga diantaranya mengeluhkan ancaman kebebasan berekspresi di kampus, terutama pelarangan diskusi Marxisme di kampus Unpad.
Salah satunya dari Koes, mahasiswa Ilmu Politik, Fisip Unpad. Koes dalam kesempatan itu mempersoalkan diskusi “Marxisme sebagai Ilmu Pengatahuan” yang diberangus di Unpad. Ia mengatakan, seharusnya wacana Marxisme bisa dipelajari.
“Perguruan Tinggi harus menghormati pengetahuan yang ada. Tidak boleh ada mitos publik yang memblokade hak mahasiswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Saya pribadi menuntut Perguruan Tinggi mengormati orang-orang atau mahasiswa yang bingin mempelajari wacana alternatif,” kata Koes kepada M. Nasir.
Selanjutnya, Koes juga meminta perlindungan kepada Menristek Dikti, dari Ormas yang mengancam kebebasan berekspresi di kampus. Karena baginya kampus adalah tempat belajar dan berdiskusi apapun.
“Saya meminta perlindungan Menristek dari Ormas yang kurang piknik dan kurang baca,” ungkap Koes.
Selain Koes, keluhan yang sama datang dari Fikri Muhammad yang juga mahasiswa Ilmu Politik. Ia mengatakan, dari berita yang dimuat di Jakartapos, Menristek Dikti melarang Marxisme diajarkan di Kampus.
“Saya ingin mengklarifikasi, bagaimana Bapak menanggapi tentang kajian marxisme di kampus, karena saya juga mempelajari marxisme. Kemudian untuk apa mahasiswa harus berkompetensi, sementara kampus tidak memberikan ruang dialektika dan ruang diskusi terhadap sebuah pemikiran,” ungkap Fikri.
Begitu juga dengan Muhammad, yang juga mahasiswa Ilmu Politik. Menurutnya, selama ini ia meyakini, universitas atau kampus merupakan benteng terakhir dalam demokrasi dan kebebasan akademik serta mimbar akademik. Namun yang terjadi, ormas dengan mudah mengintervensi kampus untuk membubarkan diskusi yang digelar.
“Ini tanparan bagi saya, karena saya belajar ilmu politik yang mempelajari marxisme. Kalau mempelajari marxisme dilarang di kampus, saya mau belajar apa?” tegas Muhammad.[]
Bangsa ini sudah kelam oleh darah dari praktik politik marxisme..apakah anda mau mengucurkan darah lagi ???