More

    Buku Kiri di Unisba Diminati Mahasiswa

    Suasana bazar buku yang digelar Studi Teater Unisba, Bandung, Kamis, (12/05/2016). Foto : Fauzan
    Suasana bazar buku yang digelar Studi Teater Unisba, Bandung, Kamis, (12/05/2016). Foto : Fauzan

    BANDUNG, KabarKampus – Di tengah maraknya penyitaan buku-buku sejarah Partai Komunis Indonesia atau buku berbau kiri di sejumlah tempat di Indonesia, penjualan buku kiri ini justru diminati mahasiswa. Hal ini terjadi Universitas Islam Bandung (Unisba). Selama empat hari  bazar buku yang berlangsung di Aquarium Unisba,  jalan Taman Sari, Bandung, sekitar 100 buku kiri laku terjual.

    Buku tersebut diantaranya adalah Sejarah Gerakan Kiri Indonesia, berbagai buku tentang Tan Malaka seperti Tan Malaka : Nar de Republik Indonesia, Menempuh Jalan Rakyat (D.N. Aidit) dan sebagainya. Buku-buku ini dijual oleh mahasiswa Studi Teater Unisba dan merupakan bagian dari rangkaian acara pameran foto dan poster “Membangunkan Marsinah”  Unisba dari tanggal 09 – 15 Mei 2016.

    “Kami buka bazar buku ini sejak tanggal 9 Mei 2015 kemarin dan bagian dari rangkaian acara  “Membangunkan Marsinah”. Buku yang kami jual terdiri dari  buku agama, sejarah, filsafat dan sebagainya,” kata Galib Sukrila, mahasiswa Unisba yang tengah menjaga bazar buku.

    - Advertisement -

    Menurut Galib, dari buku-buku yang mereka jual, sebagaian besar  adalah buku-buku yang dianggap kiri. Buku-buku tersebut merupakan kerjasama dengan penerbit Ultimus dan Lumbung Buku.

    “Kami bukan bermaksud ingin menyebarkan paham kiri atau komunis, tapi hanya menawarkan buku yang isinya sejarah yang bisa memberikan perspektif kepada mahasiswa. Karena mahasiswa sekarang masih kurang banyak membaca buku,” ungkap Galib yang berkuliah di jurusan Farmasi ini.

    Terkait dengan banyaknya penyitaan buku kiri yang tengah ramai dan sedang berlangsung di Indonesia, Galib mengatakan, hal tersebut adalah tindakan orang yang memiliki intelektual yang rendah. Mereka tidak tahu bahayanya apa membaca buku komunis atau kiri, namun sudah menghakimi.

    “Kami pikir, apa yang kami lakukan bukan menyebarkan paham komunisme, tapi membuat orang lebih memahami paham tersebut,” jelas Galib.

    Bagi Galib, sah-sah saja pemerintah melarang Partai Komunis Indonesia. Namun tidak harus membredel buku-bukunya. Karena itu bagian dari sejarah dan dalam konteks mahasiswa, mereka harus paham peristiwa tersebut.

    Galih mengungkapkan selama empat hari berjualan buku, buku yang dianggap kiri adalah yang paling banyak dicari. Selama empat hari berjualan, ada sekitar 100 buku kiri.

    Selain menjual buku yang dianggap kiri seperti Manifesto Partai Komunis, Sobron Aidit Potret Diri dan Keluarga, G30 S dan Kejahatan Negara, Siswoyo Dalam Pusaran Arus Kiri, dan sebagainya, mereka juga menjual buku populer lainnya seperti Novel Azalea, Jelita Senandung Hidup, Jelita Senandung Hiudp, Kisah-kisah dari Tanah Merah dan sebagainya.[]

     

     

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here