More

    Mudik : Budaya-Religi atau Pamer Kekayaan?

    ENCEP SUKONTRA

    (Dari kiri-kanan) dosen Ekonomi Pembangunan Unpad, Dr Ferry Hadiyanto SE.MA, Guru Besar Fakultas Pendidikan Ilmu Politik Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof Dr Elly Maliah M.Si, Kepala Dishub Jabar Dedi Taufik, moderator Yogi Suprayogi, dan Guru besar Ilmu Budaya Unpad Prof Dr Dadang Suganda M.Hum. FOTO : ENCEP SUKONTRA
    (Dari kiri-kanan) dosen Ekonomi Pembangunan Unpad, Dr Ferry Hadiyanto SE.MA, Guru Besar Fakultas Pendidikan Ilmu Politik Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof Dr Elly Maliah M.Si, Kepala Dishub Jabar Dedi Taufik, moderator Yogi Suprayogi, dan Guru besar Ilmu Budaya Unpad Prof Dr Dadang Suganda M.Hum. FOTO : ENCEP SUKONTRA

    BANDUNG, KabarKampus – Hari Raya Idul Fitri identik dengan prosesi mudik. Jutaan orang berbondong-bondong menuju kampung halaman. Ada silaturahim atau ziarah kubur, tapi ada juga yang unjuk gigi atau pamer kekayaan.

    Lalu muncul pertanyaan, apakah mudik memiliki nilai religi atau hanya sekedar transfer budaya materialisme dari kota ke desa? Tinjauan tentang mudik dikupas lewat diskusi Unpad Merespons: Mudik antara Tradisi dan Kekinian di Kampus Unpad, Bandung, Kamis (30/06/2016).

    - Advertisement -

    Guru besar Ilmu Budaya Unpad Prof. Dr. Dadang Suganda M.Hum mengatakan mudik sebagai kultur atau budaya yang sengaja diciptakan manusia, dalam hal ini umat Islam di Indonesia.

    Proses penciptaan mudik sudah dibangun sejak dini di dalam keluarga, menjadikan mudik terus teregenerasi hingga mudik menjadi watak dasar atau kepribadian manusia Indonesia.

    Sebagai contoh, Dadang Suganda yang berasal dari Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, sudah mengenal tradisi mudik sejak kecil. Sebagai orang Ciamis, dirinya migrasi ke Bandung atau Jakarta. Meski bertahun-tahun tinggal di kota, watak Ciamisnya tidak akan hilang.

    Di Ciamis atau kampung halaman ia melewati masa-masa kecil dengan keluarga dan teman sebaya. Kampung halaman menjadi tempat pertama pergaulan seorang anak yang tidak akan terlupakan.

    “Kampung halaman menjadi bagian dari watak permanen seseorang. Misalnya watak keciamisan saya akan terus ada,” kata Dadang Suganda.

    Adapun perubahan watak akibat pergaulan di daerah migran hanya bersifat pragmatis atau sementara. Sedangkan watak permanen akan terus melekat. Sebagai watak permanen, mudik akan selalu hadir tiap tahunnya menjelang hari raya.

    Mudik pun memenuhi kebutuhan mendasar manusia. Manusia memiliki kebutuhan fisik berupa sandang, pangan, papan. Di sinilah mudik menjadi ajang pamer materi.

    “Saya setuju ada unsur unjuk gigi dalam mudik. Karena setelah terpenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan manusia membutuhkan keamanan. Untuk berpergian manusia membutuhkan kendaraan pribadi. Maka mudik pun menggunakan kendaraan pribadi,” ungkap Dadang Suganda.

    Kebutuhan dasar manusia lainnya adalah silaturahim atau sosialisasi. Kebutuhan ini bersifat religi. Kebutuhan ini meliputi diantaranya berhubungan dengan orang tua, tetangga, teman masa kecilnya. “Manusia perlu bergaul, butuh orang lain. Tidak ada manusia di dunia ini yang hidup sendirian kecuali Tarzan,” katanya.

    Kebutuhan manusia lainnya adalah penghargaan atau aktualisasi diri. Lewat mudik, seseorang bisa menunjukkan kepada orang-orang di kampungnya akan hasil perantauannya. Dengan begitu dia merasa dihargai.

    Mudik juga dapat memenuhi kebutuhan lain seperti estetika, intelektual dan pengakuan sosial. “Jadi mudik memenuhi kebutuhan dasar manusia. Dengan mudik manusia mendapat apresiasi sesama, saling membesarkan hati, bagkan mungkin bisa memperpanjang umur,” katanya.

    Sementara dosen Ekonomi Pembangunan Unpad, Dr Ferry Hadiyanto SE.MA setuju jika mudik sebagai ajang unjuk gigi atau show of. Mudik adalah hasil dari proses individu yang sehari-hari berjuang mengumpulkan materi/income di perkotaan. Hasil inilah yang akan ditunjukkan saat pulang kampung.

    “Jika migrasinya tidak sukses, tidak mungkin seseorang melakukan mudik. Mudik pasti memakai baju baru, handphone baru, uang baru, bahkan mobil baru. Itu konsekuensi dari negara yang perkembangan materi atau kapitalnya tinggi,” katanya.

    Tidak heran jika mudik menjadi ajang pamer kemakmuran. Ukuran kemakmuran ini bisa dilihat dari kendaraan pribadi bagi masyarakat kelas menengah atas. “Mobil adalah aset bergerak yang bisa dibawa-bawa untuk diperlihatkan bahwa saya lebih baik dan kaya,” katanya.

    Tidak heran pula jika kendaraan umum atau transportasi publik kurang diminati selama mudik, teruutama bagi masyarakat mengengah ke atas. Transportasi publik dianggap hanya untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.

    Di sisi lain mudik juga bisa mengecilkan angka kemiskinan suatu negara. Menurut Ferry, membludaknya warga yang mudik menunjukkan mereka punya uang, tidak ada kemiskinan. Bahkan peminta-minta di musim lebaran banyak yang mudik membawa uang hasil minta-mintanya ke kampung halaman.

    Tetapi Guru Besar Fakultas Pendidikan Ilmu Politik Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof. Dr. Elly Maliah M.Si, melihat mudik bukan hanya sebagai kultur dan pamer kekayaan. Menurutnya, mudik justru sebagai modal sosial yang harus dikelola oleh pemerintah.

    Lewat mudik terjadi transfer uang dari kota ke desa. Bahkan jika dikelola dengan baik, mudik bisa memperkecil kesenjangan pembangunan kota dan desa.

    Lebih dari itu, tidak melulu urusan materi. Mudik memiliki banyak unsur religi yang positif. Bahwa mudik mengingatkan orang akan kampung halaman yang sesungguhnya.

    “Ziarah kubur yang biasa dilakukan di hari raya mengingatkan bahwa semua orang akan mudik ke kampung halaman yang abadi, kampung akhirat,” katanya.

    Di samping itu, mudik juga selalu menyimpan catatan tingginya korban jiwa akibat kecelakaan. Kecelakaan ini terkait dengan prilaku manusia dalam berlalulintas. Pemerintah juga diminta serius memfasilitasi pemudik. Jangan sampai pemudik malah benar-benar pulang ke kampung halaman abadi. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here