Vaksin kontrasepsi Pria hasil temuan Guru Besar Fmipa Universitas Brawijaya telah didaftarkan untuk memperoleh hak paten. Upaya ini sebagai modal para peneliti untuk bekerjasama dengan industri agar tidak ada komplain terhadap produk yang sudah diproduksi.
Vaksin kontrasepsi pria ini merupakan hasil penemuan Prof. Dr. Drh. Aulani’am, DESS dan timnya, Guru Besar Fmipa UB bersama tim. Produk dari penelitian ini sudah dilakukan secara in vivo di laboratorium dan menunjukkan hasil yang sangat bagus, sebagai vaksin kontrasepsi pria yang efektif, aman dan reversible.
“Hak paten dari rangkaian penelitian ini merupakan modal peneliti untuk bekerjasama dengan industri, agar tidak akan ada komplain terhadap produk yang sudah kita produksi,” katanya Aulani’am yang juga peneliti dan staf ahli Institute Biosanis.
Penelitian tentang vaksin kontrasepsi pria sendiri sudah dilakukan sejak belasan tahun lalu oleh tim peneliti Universitas Brawijaya. Vaksin kontrasepsi yang sedang dikembangkan ini berupa Human Recombint Protein yang akan menganggu proses spermatogenesis melalui gangguan terhadap ikatan antara hormon FSH dan reseptornya yaitu FSHR.
“Pada prinsipnya, kontrasepsi bagi pria itu bertujuan untuk menghambat pembuahan dengan memperlambat motilitas (gerakan) dan gerakan sperma, sehingga tidak bisa mencapai sel telur,” ungkapnya.
Cara itu menurut Aulani’am telah diuji cobakan ke hewan percobaan mencit dan tikus putih dan telah terbukti dapat mengurangi jumlah anak kedua hewan itu. Selain itu juga tidak mempengaruhi sintesis hormon yang berkaitan dengan libido yaitu hormon LH.
Tahap penelitian yang akan dilakukan selanjutnya adalah aplikasi pada manusia. Upaya ini dilakukan dengan menggandeng para dokter terkait reproduksi Pria.
“Kelebihan alat kontrasepsi pria ini tidak mengganggu profil hormon LH, karena tidak menganggu libidonya. Kontrasepsi ini hanya mencegah spermatogenesis atau pembentukan sperma. Apabila spermatogensis dihambat maka ada penekanan terhadap infertilitas pria. Vaksin ini ideal karena setelah dihentikan tidak mengganggu proses spermatogenesis dan kualitas sperma akan kembali semula,” katanya.
Untuk diaplikasikan pada manusia, masih melalui beberapa tahap penelitian seperti penyiapan approval dari komisi etik penelitian kesehatan, ethical clearance dan inform concern.
“Kita ingin dasar penelitiannya berjalan bagus sehingga produk ini jadi unggulan produk berikutnya dari UB melalui program academic, bisnis dan pemerintah (ABG) dan dan menuju masyarakat melalui program academic, bussines, government, dan community (ABGC),” katanya.[]