More

    Bersukaria di Acara Jambore Difabel Kota Bandung

    Seorang anak sedang memanah di acara Jambore Difabel di Kota Bandung, Rabu, (12/10/2016). Foto : Ahmad Fauzan
    Seorang anak sedang memanah di acara Jambore Difabel di Kota Bandung, Rabu, (12/10/2016). Foto : Ahmad Fauzan

    BANDUNG, KabarKampus – Ratusan anak-anak difabel mengikuti Jambore Difabel di Komplek Olahraga Saparua, Bandung, Rabu, (12/10/2016). Jambore ini menghadirkan sejumlah permainan, seperti memanah, melempar cat warna-warni, patah pensil, flying fox, two line bridge (jalan menggunakan tali), dan tiup balon.

    Anak-anak ini berasal dari sejumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) dan komunitas Difabel dari Kota dan Kabupaten Bandung. Acara dibuat untuk menyambut Pekan Paralympic Nasional – Peparnas XV 2016, PB PON dan Peparnas Jabar 2016 yang akan digelar pada tanggal 15 Oktober 2016 mendatang.

    Selama berlangsungnya acara, hampir semua lokasi permainan ramai dipenuhi oleh anak-anak. Mereka terlihat penasaran dan antusias dengan permainan yang dihadirkan. Seperti permainan panahan. Mereka terlihat melompat-lompat kegirangan setelah anak panah yang dilepaskan dari busur mengenai target.

    - Advertisement -

    Begitu juga dengan permainan flying fox. Pada permainan ini anak-anak diluncurkan dengan tali dari satu ketinggian menuju titik yang lebih rendah. Pada awalnya anak-anak terlihat takut. Namun setelah diluncurkan, mereka justru tersenyum dan ingin mencoba flying fox berulang kali.

    Hal ini juga terlihat pada permainan patah pensil. Pada permainan ini, anak-anak diminta untuk mematahkan pensil dengan jari kelingking. Pada awalnya mereka takut dan tidak yakin bisa mematahkan pensil. Namun berkat motivasi fasilitator, mereka pun berhasil mematahkan pensil dengan jari kelingking. Bahkan ada anak-anak yang meminta jumlah pensilnya ditambah.

    Widi Setyadi, mahasiswa PAI UPI yang menjadi fasilitator permainan patah pensil menuturkan, patah pensil merupakan permainan untuk melatih keberanian, mental, mindset dan motorik respon. Pada awalnya, anak-anak tidak yakin bisa mematahkan pensil karena menganggap pensil itu keras. Namun setelah distimulus dan memiliki keyakinan, mereka pun berhasil mematahkan pensil tersebut.

    “Kuncinya adalah di mindset. Kami yakinkan mereka bisa mematahkan pensil dengan jari kelingking. Ketika mereka yakin dan berani, pensil tersebut bisa dipatahkan,” ungkap mahasiswa semester sembilan ini.

    Sementara itu Igun Gunawan, leader tim fasilitator menambahkan, banyak manfaat yang bisa diperoleh anak-anak di setiap permainan yang ada. Seperti meniup balon. Kalau meniup balon, semakin besar balon, orang yang meniupnya semakin takut. Namun ketika balon meledak, justru rasanya plong atau lega.

    “Intinya rasa takut itu adalah buah pikiran kita yang didramatisir. Jadi permainan balon ini  selain melatih emosi dan ketenangan, juga melatih motorik keberanian,” ungkap Igun.

    Menurut Igun, intinya semua anak-anak memiliki potensi yang sama. Mereka juga ingin diperlakukan yang sama. Hanya saja target untuk mereka berbeda.

    “Lewat acara ini, masyarakat bisa melihat bahwa anak-anak difabel sama seperti anak-anak kebanyakan. Bahkan mereka bisa berprestasi,” ungkap Igun.

    Igun berharap, acara ini bisa sering diadakan. Ia mengangap acara ini bisa membuat bakat anak-anak tersebut keluar.

    Selain sejumlah permainan tersebut, anak-anak juga diberikan kesempatan untuk unjuk gigi. Seperti tarian, musik dan silat. Selain itu juga Jambore Difabel ini juga memberikan kesempatan untuk anak-anak bermain permainan tradisional.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here