More

    Penggusuran 11 Desa di Majalengka Bertentangan dengan Visi Kedaulatan Pangan

    IMAN HERDIANA
    BANDUNG, KabarKampus-Penggusuran 11 Desa di Majalengka, Jawa Barat, untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB), dinilai bertentangan dengan visi kedaulatan pangan yang diusung Presiden Joko Widodo.

    “Penggusuran pemukiman dan wilayah pertanian rakyat di 11 desa di Majalengka menambah panjang daftar alih fungsi lahan pertanian dan wilayah kelola rakyat di Indonesia,” kata Nurhidayati, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), melalui siaran pers yang diterima KabarKampus, Senin (21/11/2016).

    “Ini tentu bertolak belakang dengan visi Presiden Jokowi dalam mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia. Pemerintah harusnya mencukupkan lahan bagi petani bukan malah menggusur dan mengalihfungsikan lahan pertanian, ini tentu juga tidak sejalan dengan agenda reforma Agraria yang dicanangkan Presiden,” tambah Nurhidayati.

    Pernyataan tersebut disampaikan Nurhidayati dalam menyikapi kasus bentrokan aparat dengan warga Desa Sukamulya, Majalengka, Kamis (17/11/2016) lalu. Warga Desa Sukamulya yang mayoritas petani menolak pengukuran lahan untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). Penolakan ini mendapat tindakan represif dari aparat.

    - Advertisement -

    Pembangunan BIJB sendiri menggunakan lahan 11 desa, tinggal satu desa yang menolak, yakni Desa Sukamulya. Sebelumnya, 11 desa tersebut mayoritas berpencaharian pertanian. Majalengka dikenal sebagai lumbung padi Jawa Barat.

    Sementara Konsorsium Pembaruan Agaria (KPA) mencatat, selang sehari setelah peristiwa bentrok Desa Sukamulya, Jumat (18/11/16), sebanyak 1.500 aparat memaksa masuk ke Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang berkonflik dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. KPA mencatat, hingga saat ini, Desa Mekar Jaya di isolasi aparat.

    “Penangkapan terhadap petani Mekar Jaya yang melakukan perlawanan terhadap upaya perampasan tanah yang menjadi sumber kehidupannya, masih berlangsung dan jumlahnya sedang di identifikasi,” kata Dewi Kartika, Sekjen KPA.

    Ia mengatakan, peristiwa Sukamulya dan Mekar Jaya, merupakan bagian kecil dari sekian banyak contoh buruk proses pembangunan infrastruktur dan ketidakberpihakan negara terhadap petani di Indonesia.

    “Pengerahan aparat keamanan, intimidasi, kriminalisasi dan teror seolah menjadi pola standar pemerintah rezim Jokowi dalam upaya menggusur lahan warga dengan mengatasnamakan pembangunan dan investasi,” katanya.

    Pola itu juga terjadi pada pembangunan Waduk Jatigede, Reklamasi Jakarta, Reklamasi Bali, Pabrik Semen Kendeng, real estate Karawang dan lainnya. Data KPA 2014-2015 menyebutkan, konflik dan kekerasan agraria di Indonesia menimbulkan 534 orang ditahan, 234 dianiaya, 56 tertembak dan 24 orang gugur dalam mempertahankan hak atas tanah mereka. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here