More

    Mahasiswa S3 UIN Jakarta Teliti Tafsir Al Maidah 51 Dalam Pilgub DKI

    Ilustrasi cover disertasi Saefuddin Herlambang. Dok. UIN Jakarta

    TANGERANG, KabarKampus –Kisruh pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Gubernur DKI Jakarta terkait surat Al-Maidah 51 menjadi bahan disertasi Saifuddin Herlambang, mahasiswa Program Doktor, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Saifuddin mempertahankan disertasinya bertajuk Politik Identitas dalam Tafsir, Studi Tafsir al-Tahrir wa al- Tanwir karya Ibnu ‘Ashur (1879-1973

    “Surat Al Maidah ayat 51 dalam konteks Pilkada DKI 2017, menemukan urgensinya ketika dikaitkan dengan beberapa pernyataan Basuki Tjahja Purnama, terhadap ayat tersebut. Ayat tersebut menjadi penting karena pernyataan Basuki yang mempersoalkan makna auliya bukan pada makna pemimpin,” kata Saifuddin Herlambang ketika menjawab pertanyaan Prof Dr Masykuri Abdillah, sebagai pimpinan sidang dalam promosi doktornya, kemarin (20/02/2017) di ruang sidang pascasarjana, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta seperti dilansir dari laman UIN Jakarta, Selasa, (21/02/2017).

    Dalam pandangan Saifuddin, masyarakat bisa mempertimbangkan untuk memilih penafsiran progresif jika memang eksistensi keIslaman tidak terasa terancam di negeri ini. Karena hampir semua penafsir kitab suci dari agama apapun seringkali melakukan penafsiran yang berbasis politik identitas ketika menafsirkan ayat ayat politik.

    - Advertisement -

    “Secara natural, sadar atau tidak, siapapun akan melakukan pembelaan, pembenaran, penguatan terhadap komunitas dan kelompoknya. Oleh sebab itu identitas dan ideologi berkorelasi positif dengan sebuah penafsiran, sehingga tafsir bisa saja bersifat lokal dan temporal,” kata Saifuddin.

    Bagi Saifuddin, surat Almaidah 51 bisa menjadi bagian dari ayat-ayat politik bila dikaitkan dengan Pilkada DKI Jakarta. Karena dalam perspektif penafsiran, surat Al-Maidah 51 memiliki dinamika penafsiran. Artinya para mufassir berbeda dalam memahami siapa yg dimaksud “kafir” dalam konteks ayat tersebut.

    “Ada yang menunjukkan pada identitasnya. Ada pula yang pada sifatnya. Ada yang memahami term auliya itu sebagai teman akrab, sahabat, ada pula yang menyebutnya pemimpin. Itu dinamika penafsiran yang tidak bisa dielakkan,” ujar Dosen IAIN Pontianak tersebut.

    Namun dalam konteks pilgub DKI, menurut Saifuddin, dapat dilihat dari seberapa jauh urgensi eksistensi keislaman harus diperjuangkan. Apakah eksistensi identitas keislaman terancam?

    Menurutnya, justru adanya permasalahan yang timbul akibat Ahok itu, maka sekarang justru identitas keIslaman jadi dipertaruhkan. Jika Islam kalah, orang yang imannya separuh hati akan bertanya-tanya, kok Tuhan tidak hadir? Pihak-pihak yang selama ini meremehkan eksistensi keIslaman akan berteriak ternyata Islam tidak ada apa-apanya dan tuhan tidak berpihak pada Islam.

    “Untuk itu kita harus pilih pemimpin Muslim sesuai dengan opsi penafsiran sebagian mufassir yang mengatakan demikian, semisal Ibn ‘Ashur, ibn Katsir, Sayid Qutb, Tabattaba’i dan sebagainya,” tegas Saifuddin.

    Selain Prof Dr Masykuri Abdillah, sebagai pimpinan sidang, sejumlah penguji lainnya adalah Prof Dr Azyumardi Azra, Prof Dr Yunan Yusuf, Prof Dr Zaenun Kamal dan Prof Dr Didin Saepudin. Para penguji ini menilai Saifuddin memberi jawaban-jawaban sangat memuaskan. Saifuddin pun berhasil meraih cum laude dengan IPK 3.70.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here