More

    Nasib Mahasiswa Tel-U, Was-Was Saat Ikut Demontrasi

    Solidaritas Rakyat Peduli Literasi menggelar aksi di depan Gedung Sate Bandung, Selaa, (14/03/2017). Foto : Fauzan

    BANDUNG, KabarKampus – Setelah diskorsing selama tiga bulan, Fidocia Wima Adityawarman, mahasiswa Telkom University (Tel-U) merasa segan bila harus ikut demontrasi mengkritisi kebijakan kampus Tel-U. Karena bukan tidak mungkin, ia akan mendapat tekanan dari pihak kampus Tel-U karena kegiatannya tersebut.

    Sebelumnya, mahasiswa yang akrab disapa Edo ini kehilangan haknya sebagai mahasiswa Telkom University, karena membuka lapak buku gratis di sekitar kampus Tel-U. Ia dianggap pihak kampus telah membuka lapak buku tanpa izin dan menyediakan buku-buku yang dianggap berbahaya oleh pihak kampus. Sehingga ia bersama temannya yaitu Sinatrian Lintang Raharjo diskorsing oleh Rektorat Kampus.

    Apa yang dialami Edo, menjadi perhatian banyak mahasiswa lainnya. Puluhan mahasiswa Bandung yang mengatasnamakan Komite Rakyat Peduli Literasi mengecam keputusan Rektor Tel-U dan meminta skorsing itu dicabut. Sebagai bentuk dukungan, para mahasiswa tersebut menggelar aksi mulai dari Gedung Sate, Kantor Yayasan Pendidikan Telkom, hingga Kantor Telkom di jalan Japati Bandung.

    - Advertisement -

    Sebelum aksi tersebut digelar, Edo dibuat tak bisa tidur. Pada satu sisi, ia mengapresiasi dukungan dari teman-temannya mahasiswa se-Bandung dan turut mengecam pemberangusan kebebasan berekspresi di kampusnya. Pada sisi yang lain, Edo harus siap mendapat tekanan yang bisa menganggu sidang skripsinya karena aksi tersebut.

    Namun Edo membuat keputusan, ia turut ambil bagian dari aksi solidaritas Komite Rakyat Peduli Literasi Tersebut. Tuntutan yang diminta cukup keras, tidak hanya meminta Rektorat mencabut skorsing mahasiswa, namun juga meminta Yayasan Pendidikan Telkom menurunkan Rektor dan Wakil Rektor IV.

    “Sebenarnya saya takut juga, namun ini solidaritas temen-temen gimana lagi. Pengetahuan harus dibuka,” kata Edo kepada KabarKampus di depan Gedung Sate Bandung, Selasa, (14/03/2017)

    Mahasiswa asal kediri ini menuturkan, meski merasa benar, ia masih merasa was-was dengan kehadirannya dalam aksi tersebut. Karena bukan tidak mungkin ia akan mendapat tekanan dari pihak kampus. Apalagi waktu skorsing yang diberikan Rektor Tel-U kepada dirinya belum selesai.

    “Tapi saya mendukung kebebasan akademik dan menolak pemberagusan akademik serta menolak anti demokrasi,” ungkap Edo.

    Terkait, Perpustakaan Apresiasi yang dikelolanya, Edo mengaku masih terus ingin melanjutkan kegiatan literasi tersebut. Namun sekarang situasinya harus hati-hati, karena untuk buka lapak buku di kampus harus ada izin. Padahal sejak berdiri 2013 lalu, mereka belum pernah izin.

    Edo berharap, semua persoalannya di kampus Tel-U bisa selesai. Ia pun bisa lulus sebagai sarjana sesuai keinginan orang tuanya.

    “Saya juga mau lulus. Karena sekarang tinggal sidang akademik,” kata mahasiswa yang memiliki pembawaan kalem ini.

    Ketakutan Edo ini beralasan, sebelumnya Lazuardi Adnan Fariz, juga diskorsing oleh pihak kampus karena dianggap telah memimpin dan melakukan unjuk rasa dengan melakukan ujaran kebencian terhadap unsur pimpinan Tel-U dan dianggap mengkoordinir kegiatan rapat dengan tujuan melawan kebijakan pimpinan Tel-U dengan mengajak serta unsur luar Tel-U.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here