More

    Tetap Kritis, Tanpa Terjerat “Pencemaran Nama Baik”

    MZ Al Faqih, Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat mengisi diskusi bertajuk “Pers Sebagai Pilar ke-4 Demokrasi : Menakar Kebebasan Pers, Kematangan Demokrasi, dan Eksistensi Hukum di FH Unpad, Bandung, Rabu, (30/05/2017). Foto : Fauzan

    BANDUNG, KabarKampus – Pencemaran nama baik kerap digunakan oleh lembaga untuk memidanakan seseorang yang ingin protes atau kritis terhadap koorporasi tersebut. Tidak terkecuali dilakukan juga oleh kampus terhadap mahasiswanya yang kritis. Tidak sedikit mahasiswa yang di DO atau skorsing, bahkan dilaporkan ke Polisi karena dianggap mencemarkan nama baik lembaga.

    MZ Al Faqih, seorang pengacara yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat menjelaskan, setelah banyak korban UU ITE tentang pencemaran nama baik, Mahkamah Konstitusi telah membuat keputusan, bahwa pencemaran nama baik itu tidak bisa lepas dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana No. 1 Tahun 1948. Makna dari UU tersebut, pencemaran nama baik hanya berlaku bagi perorangan bukan koorporasi atau institusi.

    “Kalau mahasiswa mengatakan ada dana tidak jelas yang dikelola oleh kampus. Itu yang dikatakan mahasiswa adalah institusi bukan pribadi. Jadi kalau yang diungkap adalah institusi letak pencemaran nama baiknya tidak ada,” kata MZ Al Faqih dalam diskusi “Pers Sebagai Pilar ke-4 Demokrasi, Menakar Kekuatan Pers, Kematangan Demokrasi, dan Eksistensi Hukum” di kampus Unpad Dipati Ukur, Bandung, Selasa, (30/05/2017).

    - Advertisement -

    Begitu juga kata MZ Al Faqih, ketika mahasiswa ingin mengkritik rektor. Bila ingin mengkritik rektor, bukan pribadinya, namun lembaganya, karena rektor itu adalah lembaga. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2015 tentang Statuta unpad.

    Alumni Hukum dan Sastra Unpad ini menambahkan, mengenai pencemaran nama baik ini juga telah ditafsirkan R Soesilo, seorang ahli pidana dalam bukunya “Kitab Undang Undang Hukum Pidana”. Ia menyebut, pencemaran nama baik harus jelas jelas ada seseorang yang merasa dirugikan.

    “Kalau baca pencemaran nama baik dalam hukum pidana disebutkan “barang siapa”, artinya ditujukan kepada individu. Dalam catatat R Soesilo tersebut menyatakan, bahwa yang dimaksud pencemaran nama baik itu harus orang yang merasa dirugikan. Kalau institusi yang dirugikan itu ngga bisa diproses,” ungkap yang pernah menjadi tim peneliti dalam penelitian implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik.

    Oleh karena itu, MZ Al Faqih mencontohkan, dalam kasus Haris Azhar, aktivis KontraS, saat dia memposting di Facebook tentang kesaksian Freddi Budiman, terpidana mati kasus narkoba sebelum meninggal. Haris menyebut, ada institusi negara terlibat dalam sindikat barang haram narkoba.

    “Kenapa Haris Azhar tidak dapat dipersoalkan? Itu karena tidak terdapat unsur pencemaran nama baik,” tambah MZ Al Faqih.

    Menurutnya, dalam testimoninya tentang Freddi Budiman, Haris Azharr tidak menyebutkan sedikitpun ada nama orang di sana. Makanya ketika akan dipersoalkan, Polri bingung untuk mempersoalkan masalah itu.

    “Bila Haris menyebutkan nama dalam testimoni tersebut, kena tuh barang,” jelas pengacara yang pernah juga menjabat Komisioner KPI Jawa Barat 2004-2012 ini.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here