BANDUNG, KabarKampus – Pasca penetapan vonis dua tahun penjara kepada Basuki Tajahaja Purnama, kasus penodaan agama banyak menjadi perhatian semua pihak terutama praktisi hukum. Karena pasal 156 A tentang penodaan agama dianggap pasal karet yang bisa menjerat siapa saja.
Arif Yogiawan, Ketua Bidang Jaringan dan Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan, selain kasus Ahok, ada beberapa kasus serupa di Jawa Barat, terkait pasal 156 A tentang penodaan agama. Diantaranya kasus seorang Tabib di Ciamis dan masalah tafsir di Tasikmalaya. Keduanya dikenakan pasal 156 dan 156 A tentang penodaan agama.
“Ini menunjukkan Pasal 156 ini berpontesi sebagai pasal karet yang bisa menjerat siapapun,” kata Arif Yogiawan di Kantor LBH Bandung, Rabu, (31/05/2017).
Salah satu persolan dalam pasal 156 dan 156 A ini kata, Arif, kedua pasal tersebut tidak gramatikal. Kedua pasal tersebut tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan penodaan agama, kebencian, serta permusuhan.
“Sehingga pasal 156 A memungkinkan menimbulkan korban lebih banyak lagi. Bahkan di Jawa Barat, fenomena terakhir ada orang yang membuka pengobatan alternatif dijerat dengan ketentuan pasal 156 A tentang penodaan agama,” ungkap Arif.
Bagi Arif hal ini berbahaya. Bila tidak dicabut, diperlukan limitasi yang jelas soal pasal 156 A. Apalagi di tengah situasi politik saat ini, semua hal bisa diadukan, termasuk mengadukan orang-orang yang menuliskan “Take A Beer” di akun media sosial.[]