More

    Mahasiswa ITB Rancang Giroskop Untuk Alutsista Indonesia

    G Fortar karya mahasiswa ITB.

    Sebagai negara yang besar, Indonesia memerlukan peralatan militer yang canggih dan berkualitas. Namun sayangnya laju impor alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia masih sangat tinggi, mencapai angka US$ 683 juta atau sekitar Rp 9,3 triliun pada tahun 2015.

    Salah satunya adalah komponen giroskop, yaitu sebuah sensor orientasi yang mengukur kecepatan sudut pada sistem navigasi inersial alutsista. Teknologi ini belum pernah diproduksi secara mandiri oleh Indonesia.

    Hal mendorong mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk merancang perangkat militer sendiri. Upaya ini juga sebaga upaya mendukung cinta-cita nawacita Presiden Jokowi, yaitu penghadiran negara untuk melindungi segenap bangsa dan pemberian rasa aman kepada seluruh warga negara.

    - Advertisement -

    Para mahasiswa ini adalah Ardinda Kartikaningtyas (Teknik Fisika 2013), Megan Graciela Nauli (Teknik Fisika 2013), Nahdia Nurul Hikmah (Teknik Fisika 2013), Khodijah Kholish Rumayshah (Aeronotika dan Astronotika 2014), dan Cristian Angga Jumawan (Teknik Mesin 2014). Mereka mengembangkan sebuah purwarupa giroskop serat optik berbasis inferometer optik pertama yang nantinya diharapkan mampu memberikan manfaat besar bagi dunia militer Indonesia yang diberinama G-FORTAR.

    “Indonesia kan lagi gencar-gencarnya buat (mewujudkan) Nawacita Pak Jokowi, jadi pengen bisa mandiri lah dalam alat-alat sistem senjata,” ujar Megan Graciela Nauli, salah satu anggota tim G-FORTAR.

    Diantara komponen utama alutsista tersebut, kata Megan ialah sebuah sistem navigasi inersial yang didalamnya terdapat suatu sensor kecepatan sudut. Sensor yang disebut giroskop ini memegang peranan penting dalam mengukur dan mempertahankan orientasi perangkat berdasarkan prinsip-prinsip momentum sudut.

    “Dalam dunia militer, giroskop yang banyak dipakai ialah giroskop berjenis serat optik. Giroskop dengan jenis ini banyak dipilih sebab memiliki banyak kelebihan dibandingkan giroskop solid-state yang lain. Sayangnya sampai hari ini 100% giroskop yang dimiliki oleh Indonesia masih berasal dari jalur impor,” ungkap Megan.

    Menurut Megan, hal ini disebabkan belum menjamurnya pabrik serat optik di Indonesia. Padahal komponen ini merupakan komponen utama pada giroskop jenis serat optik yang banyak digunakan dalam dunia militer.

    Sementara tambahnya, penelitian tentang giroskop serat optik sendiri awalnya pernah dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), namun tidak terselesaikan. BPPT ketika itu pernah juga mau meneliti tentang ini, tetapi terkendala kurangnya personil peneliti.

    G-FORTAR sendiri merupakan sebuah giroskop berjenis serat optik berdiameter 15 cm yang memanfaatkan efek Sagnac dan interferensi gelombang cahaya untuk mendeteksi kecepatan sudut perangkat alutsista. Dengan memanfaatkan gelombang cahaya, giroskop ini diharapkan menjadi lebih efisien dan lebih presisi dibandingkan giroskop mekanik.

    Selain itu perangkat keras giroskop mampu mengukur kecepatan angular perangkat dengan memanfaatkan interferensi gelombang cahaya. Hasil pembacaan giroskop ini kemudian dimasukkan ke dalam perangkat lunak Kalman filter untuk diolah sinyalnya. Pengolahan sinyal ini berfungsi mereduksi galat sehingga bacaan giroskop lebih akurat.

    Megan mengaku, masalah utama dalam perancangan G-FORTAR ini adalah komponen-komponennya yang belum dapat diproduksi oleh Indonesia secara independen. Sehingga bila impor sampainya lama.

    Selain itu, tambanya adalah kurangnya pengalaman dalam menangani serat optik juga merupakan kerikil dalam penelitian. Ditambah dengan mahalnya alat-alat yang berhubungan dengan optik. Namun dengan bantuan berbagai pihak seperti PT Telkom akhirnya mampu membuat G-FORTAR selesai dibuat sebelum dilombakan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

    Megan menjelaskan, ukuran giroskop ini sebenarnya masih bisa dipekerkecil lagi dengan menghilangkan selubung pelindung seratnya. Dengan diameter 15 cm, G-FORTAR masih tergolong cukup besar dibandingkan giroskop serat optik komersial di luar negeri. Ukuran giroskop yang lebih kecil tentu akan lebih mudah disematkan dalam berbagai perangkat.

    Untuk itu Megan dan tim berharap pengembangan G-FORTAR diharapkan mampu memberikan sumbangsih aktif dalam rangka menuju Indonesia mandiri pada aspek teknologi alutsista. Selain itu juga diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan oleh mahasiswa ITB sendiri atau masyarakat luas agar pengembangannya semakin baik sehingga manfaatnya semakin cepat dirasakan oleh kemiliteran Indonesia.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here