More

    Mahasiswa ITB Buat Tongkat Canggih Untuk Tuna Netra

    Mahasiswa ITB menunjukkan I Stick, tongkat canggih untuk tuna netra. Foto : Fauzan

    Kemandirian bagi penyandang tuna netra adalah sebuah keniscayaan. Namun hal tersebut dapat terealisasi bila fasilitas dan teknologi mendukung.

    Teknologi tersebut, salah satunya datang dari mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Mereka mengembangkan sebuah inovasi untuk mempermudah penyandang tuna netra menjalankan aktivitasnya.

    Inovasi tersebut adalah sebuah tongkat yang dinamakan I-Stick. Tongkat ini mampu mendeteksi benda-benda benda-benda di depannya, termasuk air dan api.

    - Advertisement -

    Mahasiswa yang mengembangkan tongkat canggih ini adalah Eko Agung, mahasiswa Desain Produk ITB dan Bondan, mahasiswa Teknik Elektro ITB. Inovasi yang mereka buat ini merupakan salah satu finalis dalam kompetisi inovasi alat bantu low vision yang digelar oleh Syamsi Dhuha Foundation.

    Eko mengaku, tongkat yang mereka kembangkan menggunakan tiga sensor sekaligus. Ketiga sensor itu yakni sensor air, jarak dan api.

    “Kalau ada orang yang bakar sampah atau ada api, dalam jarak dua meter maka dia akan berbunyi dan bergetar. Begitu juga kalau ada genangan air, sebelum mendekat dia juga akan berbunyi dan bergetar,” kata Eko.

    Termasuk juga, kata Eko bila ada mobil dan motor yang menandakan jalan raya, maka tongkat akan bergetar dan berbunyi. Namun setiap objek yang direspon akan menghasilkan getaran yang berbeda.

    “Jadi tongkat ini dibuat lebih untuk keamanan penyandang tuna netra,” jelas mahasiswa angkatan 2015 ini.

    Eko bercerita, alat ini dibuat terinspirasi dari tetangg di Blora yang tuna netra. Kemudian mendengar ada tantangan dari Syamsi Dhuha Foundation untuk membuat teknologi bagi tuna netra dan low vision, alat inipun kemudian tercipta.

    “I Stick sudah dicobakan kepada tuna netra. Soal berat kata mereka tidak ada masalah, karena ada roda di ujung tongkat. Namun masalahnya di ukuran, tongkat tersebut terlalu besar. Mereka meminta dipendekkan agar bisa masuk angkot dan tidak ganggu orang di masjid,” tandas Eko.

    Bagi Eko, masukan dari penyandang tuna netra tersebut menjadi PR bagi Eko dan rekannya Bondan. Ke depan mereka akan menyempurnakan tongkat tersebut lebih kecil lagi. Agar lebih argonomis dan lebih memudahkan penyandang tuna netra.

    “Saya tersentuh dengan anak kecil usia sembilan tahun yang kesusahan melihat. Ketika nyobain alat saya dia minta bapaknya ngebeliin. Dia telah mendorong saya untuk membuat tongkat ini lebih sempurna,” tutup Eko.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here