Perkembangan teknologi mempermudah penyandang disabilitas menjalankan aktivitas. Diantaranya adalah teknologi untuk membantu penyandang tuna netra.
Hasil inovasi teknologi ini, salah satunya datang dari tiga mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Mereka mengembangkan sebuah alat yang dinamakan “PiCirclet” yang mampu mengubah tulisan menjadi suara.
Para mahasiswa ini adalah Muhammad Hilmi Asyrofi dari Teknik Informatika, Gunanada Tiara Maharany dari Desain Produk ITB, dan Evan Febrianto dari Teknik Elektro ITB. Alat yang mereka kembangkan berupa PiGlass yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu handband (circlet), earphone, dan perangkat komputasi.
Evan Febrianto menjelaskan, alat ini dikembangkan, karena ingin melepas ketergantungan penyandang tuna netra kepada orang lain. Salah satu caranya adalah dengan membantu mereka membaca tulisan.
“Kenapa membaca tulisan? Karena membaca adalah informasi yang diterima manusia untuk kemudian diolah memulai sesuatu dan sebagainya,” kata Evan kepada KabarKampus, Jumat, (14/10/2017)
Ia menjelaskan, awalnya mereka ingin mengembangkan alat ini dengan PiGlass atau kaca mata. Namun, kamera yang digunakan untuk melengkapi PiGlass kacamata harus diimport dari luar negeri. Sehingga mereka memanfaatkan headband dengan kamera yang didapatkan dari dalam negeri.
“Jadi kami menggunakan headband untuk menggantikan kacamata, agar bisa memiliki fungsi yang sama, bisa diletakkan sejajar dengan mata,” ungkapnya.
Kemudian kata Evan, untuk komputasi, mereka memanfaatkan neural network, sehingga bisa membaca berbagai jenis font dengan akurasi yang tinggi. Namun saat ini mereka baru memasukkan huruf kapital pada sistem komputasinya.
“Saat ini PiCirclet baru dapat membaca huruf kapital,” tambah Evan.
Menurut Evan, dengan resolusi kamera 720 Pixel, PiCirclet yang mereka buat dapat membaca dalam jarak dua meter. Mulai dari bisa membaca buku atau poster. Namun ukuran pixel tersebut bisa diupdate lebih tinggi.
Untuk menggunakan PiCirclet, pengguna tinggal memasang headband, tepatnya di sekitar alis mata. Kemudian memasang baterai di lengan. Selanjutnya tinggal dihidupkan dengan menekan tombol yang terletak di headband sebelah kanan.
“Setelah tombol dipencet, maka komputer akan membaca huruf yang ada,” jelasnya.
Evan mengaku, ia dan tim sengaja mengbangkan alat ini untuk menjawab tantangan Syamsy Dhuha Foundation dalam membantu orang dengan low vision atau tuna netra. Dalam mengejar tantangan tersebut, mereka hanya memiliki waktu dua minggu untuk membuat PiCirclet.
Sehingga kata Evan, alat yang mereka rancang, masih memerlukan banyak perbaikan. Mulai dari penyempurnakan kabel, jarak baca yang bisa diatur, dan masih banyak lagi. Untuk itu mereka, masih akan menyempurnakan alat ini lebih baik lagi.
“Saya berharap PiCirclet bisa membuat tuna netra lebih mandiri,” ungkapnya.[]