More

    Tokoh Pergerakan di Daerah Terkikis Karena Jawa Sentris

    Ons Genoegen. Gedung Societeit Ons Genoegen (sekarang Y.P.K.) Bandung menjadi saksi atas diadakannya beberapa kongres pergerakan di sana. Dalam foto tampak Mr. Singgihdari Surabaya menjadi pembicara pada pertemuan yang diadakan Budi Utomo dan Studie Club Bandung di Societeit Ons Genoegen padatanggal 26 Agustus 1926. Semula ketua P.K.I., Soeprodjo direncanakan memimpin rapat. Namun karena dilarang oleh Residen Priangan, ketua rapat diganti oleh Mr. Sartono. Koleksi Pribadi : Rizky Wiryawan.

    BANDUNG, KabarKampus – Pada zaman Hindia Belanda, tokoh pergerakan dan pemikiran lahir dari berbagai tempat dan terbilang merata. Sebut saja Solo yang melahirkan dr Radjiman, dan Sosrodiningrat atau Sumatera Barat yang melahirkan Tan Malaka, Hatta, dan sebagainya.

    Namun pasca kemerdekaan Indonesia, daerah-daerah tersebut tidak lagi melahirkan tokoh pergerakan. Beberapa daerah yang tadinya menjadi pusat pergerakan pemikiran, menjadi sepi  atau tidak lagi mensuplai tokoh pergerakan.

    “Hal ini karena pasca kemerdekaan pengembangan pembangunan di Indonesia sangat setralistrik, bahkan Jawa sentris yang lebih kepada Jakarta sentris,” kata Dr. Tiar Anwar Bachtiar dalam diskusi Bandung Inspirasi Gerakan di Museum Bandung, Jumat, (29/09/2017).

    - Advertisement -

    Menurutnya, berbeda ketika zaman Hindia Belanda yang sistem pemerintahannya tidak terkonsenterasi di Batavia. Daerah diberikan otonomi masing-masing. Sehingga potensi lokal mengembangkan wacananya sendiri.

    Seperti di Sumatera Barat. Daerah ini adalah paling bergejolak, seperti antara kelompok pembaharuan dan kelompok tradisional. Disinilah wacana paling awal dan paling keras ketika itu.

    “Kemudian yang kelihatannya ada potensi, ada pergerakan maka akan muncul,” tambahnya.

    Kemudian, pasca kemerdekaan itu, kata Tiar, Bandung saja hanya mendapat wisatawan dari Jakarta. Hiruk pikuk di Jakarta, tidak selalu terjadi di Bandung.

    Sementara itu Yogyakarta, pasca kemerdekaan lebih beruntung, karena dikembangkan menjadi pusat pendidikan. Sehingga muncul tokoh intelektual.

    “Padahal sebelumnya di Yogyakarta belum pernah ditemukan tokoh intelektual. Kalau Ahmad dahlan lebih kepada tokoh pergerakan sosial,” terang Tiar.

    Selanjutnya, kata tiar baru muncul tokoh-tokoh intelektual dari Universitas GadjahMada, UIN Sunan Kalijaga. Kemudian tokoh ini menjadi penting bagi Indonesia, pasca Orde Baru.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here