Anak-anak mengunjungi museum UGM. Tampak dalam museum tersebut terdapat patung Prof. Sardjito sedang duduk di atas meja dengan mesin ketik di atasnya. Dok. Humas UGM

YOGYAKARTA, KabarKampus – Universitas Gadjah Mada (UGM) saat ini tengah mengajukan gelar Pahlawan Nasional kepada Prof. Sardjito, seorang tokoh farmasi Indonesia. Pengajuan gelar tersebut, karena UGM menganggap Prof. Sardjito tidak hanya sebagai seorang ilmuan, namun juga seorang pejuang.

Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.A(K), Guru Besar UGM mengungkapkan, sosok Prof. Sardjito adalah salah satu tokoh pendiri Palang Merah Indonesia dan tokoh farmasi. Ia adalah tokoh pembuat obat tradisional dan modern.

Dalam perjalanan, ia pernah membawa vaksin dari dari Pasteur Bandung ke Klaten dan masuk Yogyakarta. Ia juga pejuang dan di saat masa perjuangan membuat biskuit dan nasi aking.

- Advertisement -

“Bahkan salah satu pejuang yang kini tinggal di Lempuyangan, Yogyakarta, masih hidup. Menurut pengakuannya kalau sudah makan nasi dan nasi aking maka seharian tidak lapar,” papar Sutaryo.

Selain itu, menurut Sutaryo, Prof. Sardjito juga mendirikan Rumah Sakit Darurat PMI. Melalui rumah sakit yang dibangunnya, ia pun melakukan penyelundupan senjata untuk pejuang-pejuang kemerdekaan.

Upaya UGM untuk mendorong hal tersebut diantaranya adalah dengan membuat naskah akademik dengan disertai penyelenggaraan seminar regional dan nasional.  Untuk seminar regional telah dilaksanakan pada 23 dan 24 Januari 2018 lalu. Sementara untuk seminar nasional akan dilaksanakan pada 27 Februari 2018 di Jakarta.

“Naskah akademik ini harus disertai penyelenggaraan seminar regional dengan harapan usulan bisa diterima oleh masyarakat DIY dan Jawa Tengah. Sedangkan untuk penyelenggaraan seminar nasional untuk menjaring opini nasional, terkait layak dan tidaknya Prof. Sardjito menjadi pahlawan nasional,” ujar Sutaryo.

Sutaryo mengaku pengajuan usulan Prof. Sardjito sebagai pahlawan nasional merupakan proses pengulangan karena di tahun di tahun 2012, UGM sudah membuat naskah akademik, dan melalui prosedur yang sama.

“Hanya di tahun 2012 Presiden memutuskan Pahlawan Nasional itu Bung Karno dan Bung Hatta sehingga Prof. Sardjito dan lainnya belum. Mengapa kita ajukan lagi karena prosedurnya mirip sehinga ini bekerjasama dengan pemerintah daerah kemudian dengan UII karena Prof Sardjito juga pernah menjadi rektor UII 1963-1970,” katanya.[]