More

    Empat “PR” Perjuangan Membela Rakyat

    Ucok Homicide dalam orasi “Kilometer Perjuangan” di KaKa Cafe, Bandung, Senin, (10/12/2018). Foto : FauzanBANDUNG, KabarKampus – Perjuangan membela rakyat kecil masih penyisakan pekerjaan rumah (PR) hingga saat ini. PR tersebut seperti membangun sinergi antar gerakan, minimnya media propaganda, kemandirian ekonomi, dan penghilangkan sekat antara aktivis dan non aktivis.

    Hal ini diungkapkan Herry Sutresna atau yang dikenal dengan Ucok “Homicide” dalam orasi “Kilometer Perjuangan” di KaKa Café, Bandung, Senin, (10/12/2018). Hadir dalam kegiatan ini, perwakilan dari berbagai organisasi kemahasiswaan, LBH Bandung, Walhi Jabar, dosen dan lainnya.

    - Advertisement -

    Sinergi Antar Gerakan

    Ucok mengatakan, PR pertama adalah membangun komunikasi dan membangun sinergi antar gerakan. Karena selama ini gerakan yang ada, jatuh bangun.

    “Ngga usah skala nasional. Untuk Bandung sendiri seperti apa?” kata Ucok.

    Sebelumnya, kata Ucok, ada Front Api, yang akhirnya impoten. Dulunya Front Api ini membangun sinergi antar kawan-kawan dalam gerakan untuk memetakan sampai mana perjuangan, apa strategi musuh, dan apa strategi mereka selama ini.

    Menurut Ucok, komunikasi dan sinergi ini menjadi sebuah mangkok bersama. Di sana mereka bisa memasukkan apa saja, mulai dari ide hingga brainstorming untuk segala hal.

    “Kayaknya ini yang harus digalakkan lagi, karena saya pikir lima tahun terakhir melemah. Komunikasi itu melemah dan kita tidak memiliki lagi wadah seperti itu,” terangnya.

    Media

    Ucok mengungkapkan, masalah pemberitaan memang tugas wartawan, namun ia menilai wilayah aktivisme media harus lebih digelakkan lagi oleh teman-teman gerakan. Karena wilayah Jawa Barat saat ini sedang dirusak atau sedang dikomporomikan.

    Sementara alur informasi saat ini sudah sangat berbeda. Mereka tidak selalu bisa mengharapkan pemberitaan media yang dimiliki korporat.

    Sehingga Ucok melihat, gerakan aktivisme media ini senjatanya adalah teman-teman komunitas. Gagasan ini sebenarnya sudah dilakukan di luar gerakan politik, misalnya jualan barang di media dan sebagainya.

    “Saya pikir senjatanya sudah ada, tinggal bagaimana teman-teman membuat forum aktivisme medianya,” tambah Ucok.

    Kemandirian Ekonomi

    Menurut Ucok, hampir nyaris dalam gerakan tidak ada kemandirian ekonomi. Ia melihat gerakan berbasis ekonomi seperti koperasi, nyaris tidak ada.

    “Bagaimana kawan-kawan yang bergerak di gerakan ekonomi politik, tapi mengabaikan isi perut sendiri?” kata Ucok.

    Belajar dari pengalaman perpuluh-puluh tahun, persoalan ekonomi ini tambahnya menjadi masalah tersendiri. Siklus dunia aktivis, tidak akan lebih lama dari lima tahun. Para aktivis itu harus keluar dari dunia gerakan untuk memenuhi nafkahnya sendiri, seperti menjadi buruh Alfamart, jadi driver gojek, jadi relawan calon gubernur, calon walikota dan sebagainya.

    “Dan itu tidak bisa disalahkan karena yang nomor satu adalah urusan perut,” tambah Ucok.

    Ucok melihat, banyak teman-teman aktivis yang seperti itu, karena wilayah ekonominya tidak terpenuhi. Selain itu, mereka juga masih berpandangan aktivis itu harus kere.

    Padahal lanjut Ucok, aktivis juga bisa kaya secara komunal dan ini bisa dibuktikan. Namun masalahnya adalah berapa persen dari teman-teman yang menggunakan gerakan koperasi, koperasi sebagai gerakan politik.

    Menurut Ucok, gerakan ekonomi ini penting untuk menghadapi kerumitan akibat ekspanis kapital hari ini. Karena mereka percaya pada aksi langsung, bukan pada lobi-lobi.

    Kolaborasi

    Ucok percaya, gerakan yang paling rasional adalah membuat aksi langsung. Baik di tataran pengorganisiran,  ekonomi, maupun budaya. Namun yang perlu dihilangkan adalah garis batas antara aktivis dan non aktivis. Sehingga tidak lagi sebuah gerakan adalah dominasi aktivis.

    “Makanya temen-teman membuat kegiatan di titik api. Seperti Festival Kampung Kota di Taman Sari dan Dago Elos untuk  menarik komunitas lain yang memiliki solidaritas yang sama,” katanya.

    Hal itu karena, kata Ucok, solidaritas tidak akan lahir dari langit. Solidaritas datang ketika ada ikatan emosional ada.

    “Dan itu adalah pekerjaan besar, bagaimana merawat gerakan kultural yang bisa menghasilkan dan menghubungkan ikatan emosional itu,” ungkapnya.[]

     

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here