More

    Peneliti Minta Agar Pemegang Ijazah Palsu Didenda 1 Milyar

    Ilustrasi / Muhamad Nasir, Meneristek Dikti. Dok. UGM

    JAKARTA, KabarKampus – Pemerintah diminta untuk menindak tegas institusi pendidikan di Tanah Air yang tidak memenuhi standar dan ketentuan pemerintah. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga kualitas pendidikan yang ada.

    “Penindakan ini juga termasuk kalau institusi yang bersangkutan menerbitkan ijazah palsu,” kata Pandu Baghaskoro, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dalam keterangan persnya, Senin, (03/12/2018)

     Bagi Pandu, institusi pendidikan yang mengeluarkan ijazah palsu adalah pelanggaran serius. Kalau institusi pendidikan tidak memenuhi standar pemerintah, maka negara dan masyarakatnya yang akan dirugikan.

    - Advertisement -

    Oleh karena itu, menurut Pandu, pemerintah harus bisa memastikan institusi-institusi ini melakukan perbaikan, sehingga memenuhi standar atau dicabut perizinannya. Ia juga menilai, kegiatan monitoring dan evaluasi seperti ini juga penting untuk memangkas institusi yang tidak memenuhi standar, serta memangkas institusi yang melakukan kebohongan publik dengan menerbitkan ijazah palsu.

    “Prihatin sekali melihat kasus pengeluaran ijazah palsu dari beberapa institusi pendidikan tinggi di Indonesia. Institusi pendidikan yang seharusnya mempersiapkan peserta didik menjadi individu yang baik dan siap kerja, malah menciptakan kebohongan publik yang besar. Sanksi tegas perlu diberikan kepada institusi manapun yang melanggar aturan,” urai Pandu.

    Selain itu, tambah Pandu, tidak ada salahnya institusi pendidikan yang non-aktif kembali diaktifkan selama mereka sudah melakukan perbaikan dan sudah memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Disebutkan pula bahwa, institusi yang diaktifkan kembali hanya institusi yang sudah melalui masa pembinaan, sehingga dapat diberikan “kesempatan kedua” untuk menjalankan aktivitasnya sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.

    “Tetapi, tindakan ‘pengampunan’ seperti ini hendaknya tidak dilakukan secara terus menerus. Misalnya, kemarin sudah di non-aktifkan, kemudian dibina, aktif kembali, tapi mengulangi kesalahan lagi, kemudian dinonaktifkan, dibina, diaktifkan kembali. Nah, jangan seperti ini, kalau seperti ini institusi pendidikan akan menganggap remeh standar yang ditetapkan pemerintah,” tegasnya.

    Pandu meminta kasus seperti ini menjadi peringatan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih institusi pendidikan. Ia ingin pemerintah memastikan, penyedia layanan pendidikan yang dipilih sudah kredibel. Yang tidak kalah penting adalah pentingnya kesadaran kalau pendidikan adalah sebuah proses sehingga mendapatkan ijazah dengan cara instan bukanlah jalan keluar yang baik.

    “Selain pelaku pemalsuan ijazah, pemegang ijazah palsu juga dapat dikenakan sanksi hingga 10 tahun penjara atau denda sebesar Rp 1 miliar,” ungkapnya.[]

    - Advertisement -

    1 COMMENT

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here