More

    Ucok “Homicide” Serukan Politik Alternatif

    Herry Sutresna “Ucok Homicide, dari Komunitas Bandung.

    BANDUNG, KabarKampus – Ada bagian dari gerakan di Kota Bandung dan kota-kota lain yang tidak bisa dibaca dengan metode seperti 10 atau 20 tahun yang lalu. Gerakan itu adalah politik alternatif.

    Pernyataan ini disampaikan Herry Sutresna atau Ucok Homicide dalam orasi “Kilometer Perjuangan” di KaKa Cafe, Bandung, Senin, (10/12/2018). Selain Ucok, turut melakukan orasi yaitu Dadan Ramdan, Direktur Walhi Jabar, Willy Hanafi, Direktur LBH Bandung, Adi Marsiela, perwakilan AJI Kota Bandung, dan Dian Andriasari, Dosen Hukum Unisba.

    “Pasca 98 atau Suharto turun, tidak ada perubahan yang signifikan bagi kita semua. Sementara masalah hari ini begitu luas, ekpansi kapital luar biasa mengerikan sampai kita ngga bisa ngapa-ngapain,” kata Ucok.

    - Advertisement -

    Sehingga menurutnya, perlu inisiatif untuk membuat ruang alternatif, keluar dari gerakan politik konvesional yang ada selama ini. Seperti teman-teman di Bandung, terutama di musik yang mencoba untuk keluar dari dominasi budaya yang ada. Mereka keluar dari monopoli industri, kemudian membangun otonominya sendiri lewat market sendiri, gigs sendiri, label sendiri, dan ruang alternatif sendiri.

    “Embrionya sampai hari ini masih ada dan kawan-kawan bisa lihat di distro-distro ujung sana,” kata Ucok.

    Begitu juga dalam politik. Ucok menyebutnya dengan politik alternatif atau politik akar rumput. Politik alternatif inilah yang ia serukan. Politik dengan demokrasi langsung. Untuk itu Ucok menyerukan agar jangan percaya dengan politik representasi.

    “Saya dengan kerendahan hati dan rasa hormat dengan pilihan politik kawan-kawan menyerukan jangan pernah percaya dengan politik representasi yang ada sekarang,” kata Ucok.

    Politik Alternatif adalah Politik Kekuatan Warga

    Bagi Ucok, politik alternatif adalah bagaimana memilih kekuatan sebagai warga, bukan sebagai perwakilan, baik perwakilan elit politik maupun perwakilan dalam Pilkada. Artinya demokrasi langsung adalah demokrasi yang tidak diwakili siapa-siapa.

    Menurutnya, politik semacam ini mungkin tidak popular, namun sudah banyak contohnya di daerah-daerah, terutama di daerah-daerah yang begejolak. Seperti masyarakat Jombang yang mengusir pabrik Aqua dari daerahnya. Kemudian masyarakat Kulon Progo yang mengusir pabrik tambang dari daerah mereka.

    Ucok melihat, dari kasus di atas, kekuatan warga sejujurnya adalah kekuatan yang mengorganisir dirinya sendiri. Tanpa diwakili elit politik.

    Namun yang menjadi problem kata Ucok adalah adanya gerakan golput yang tidak menawarkan apapun. Seharusnya golput itu mengorganisir warga.

    “Kalau ada yang menyerukan golput tanpa ada solusinya sama dengan bohong. Hal itu sama saja dengan politik yang pasif atau menerima apa adanya hasil Pilkada, hasil Pemilu dan sebagainya.

    Artinya, ungkap Ucok, jangan terpatok pada politik lama. Namun membawa politik itu ke level komunitas, warga, dan sebagainya. Inilah pilihan strategis, paling riil, dan paling rasional.

    “Kalau kita bicara apa solusinya hari ini, saya fikir tidak ada yang lebih baik dari itu. Sehingga, energi yang perlu dicurahkan adalah bagaimana kawan-kawan mengorganisir komunitas, lingkaran dekat sendiri, baik RT,  RW atau komunitas virtual,” ungkapnya.

    Orasi Kilometer Perjuangan ini adalah yang kedua digelar oleh KabarKampus di KaKa Cafe, di penghujung tahun. Pada tahun sebelumnya, Orasi Kilometer Perjuangan juga mengundang Direktur LBH BAndung, Direktur Walhi Jabar, dan Ketua AJI kota Bandung.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here