More

    Relawan SRI: Pidato Prabowo di Bandung Penuh Ironi

    Prabowo di Universitas Kebangsaan Republik Indonesia, Bandung, (08/03/2019). Dok. FB Prabowo

    BANDUNG, Kabarkampus – Siti Umayya Sari, relawan Jokowi-Amin dari Sahabat Rakyat Indonesia (SRI), menanggapi isu  deflasi tanah dan air yang menjadi salah satu poin pidato Prabowo di Bandung, Jumat, 08/03/2019, sebagai hal yang penuh ironi. Alasan Siti, bagaimana mungkin itu bisa dikatakan oleh orang yang dirinya sendiri menguasai hak guna ratusan ribu hektar tanah negara?

    “Anggaplah yang dia katakan benar, walau bagi saya itu pernyataan yang tidak tepat. Tapi bagaimana dengan ratusan ribu hektar lahan negara yang dikuasainya secara pribadi? Di satu sisi Prabowo menghawatirkan pertambahan penduduk akan membuat negara ini kekurangan tanah, tapi dia sendiri menguasai hak guna ratusan ribu hektar tanah. Catat, dia pribadi.”

    Siti menganggap isu ini hanya menjadi bukti bahwa Prabowo tidak melakukan instropeksi pada situasinya sendiri. Lagipula, persoalan deflasi tanah dan air adalah persoalan yang punya banyak faktor penentu, bukan semata disebabkan oleh pertambahan penduduk.

    - Advertisement -

    Karena Prabowo dengan mudah menyimpulkan hal yang sesungguhnya butuh kajian panjang dan menyeluruh, Siti lantas menyarankan agar masyarakat tak perlu mengkhawatirkan apa yang Prabowo katakan.

    “Negara ini negara yang sungguh besar. Ada tujuh belas ribu pulau. Pertambahan penduduk mungkin bisa tetap jadi ancaman, tapi ingat, itu baru akan jadi ancaman kalau pemerintah tidak melakukan upaya-upaya pengendalian. Sementara kita tahu, sejak dulu pengendalian terus dilakukan. Transmigrasi dan program KB contoh paling jelas,” terang Siti.

    Siti lantas mengatakan instropeksi diri perlu dilakukan sebelum menyatakan atau menyimpulkan isu apapun. Tidak hanya Prabowo, tapi semua orang, agar apa yang diucapkan dan disimpulkan tidak menjadi ironi yang merugikan kewibawaan diri sendiri.

    Menurut Siti, bangsa Indonesia telah hidup cukup lama dalam ironi Orde Baru (Orba) dan hendaknya cukup sampai di sana saja. Di zaman Orba, kekayaan bangsa sebesar ini, hasil dan peruntukan lahan yang harusnya bisa dinikmati oleh seluruh warga negara, hanya dinikmati oleh segelintir tuan tanah kroni pemerintah.

    “Ironi itu harus berhenti. Islam, agama manapun, mengutuk keserakahan. Dan di Indonesia, semua orang beragama. Okelah, dulu rakyat tidak berdaya karena penyelenggaraan negara dilakukan dengan sewenang-wenang. Tapi sekarang rakyat bisa berdaya karena pemerintah sangat terbuka, merakyat dan demokratis,” kata Siti.

    Alih-alih menjadikannya sebagai ancaman, Siti berpendapat, besarnya penduduk malah membuat pemerintah saat ini memberi perhatian lebih. Buktinya, pembagian sertifikat tanah untuk meningkatkan kepastian hak dan kesejahteraan rakyat terus dilakukan, kekayaan besar negara seperti freeport, newmont, blok mahakam, blok rokan  kembali jadi milik negara, lebih banyak menguntungkan rakyat Indonesia sendiri.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here