More

    Mengenal Jenis-Jenis Puasa untuk Diet dan Kesehatan

    Penulis : Raden Muhammad Wisnu Permana

     “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)

    Halo sobat kampus! Ramadhan akan segera meninggalkan kita. Namun semangat Ramadhan harus senantiasa kita bawa sepanjang hidup kita ya! Puasa Ramadhan banyak dimanfaatkan orang selain untuk beribadah, juga untuk diet menurunkan berat badan. Kapan lagi sih bisa beribadah dan menurunkan berat badan secara bersamaan?

    Namun tahukah sobat kampus, bahwa ada banyak metode “puasa” di luar puasa Ramadhan di luar sana dengan tujuan kesehatan, pembentukan otot, dan pembakaran lemak? Yuk disimak!

    - Advertisement -

    Sobat kampus, sebelum membaca metode puasa di berikut ini, dalam aktivitas sehari-harinya manusia membutuhkan tenaga dengan satuan kalori. Kebutuhan kalori, atau yang disebut total daily energy expenditure (TDEE) setiap orang berbeda. Tergantung berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan aktivitas kita sehari-hari. Umumnya, orang yang pekerjaan sehari-harinya hanya duduk di depan laptop dan jarang berolahraga, kebutuhan kalorinya lebih sedikit dibandingkan orang yang lebih aktif berolahraga, atau dibandingkan dengan orang yang jenis pekerjaannya mengandalkan fisik seperti kuli bangunan, pekerja tambang, atau TNI/POLRI. Untuk berat badan dan tinggi badan yang sama pula, umumnya laki-laki membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan wanita.

    Metode-Metode Puasa

    Metode puasa untuk mencapai perut sixpack sudah sangat dikenal di kalangan atlet dunia. Di Indonesia, salah satunya diplopori oleh Deddy Corbuzier yang mengenalkan metode puasa OCD (Obsessive Corbuzier’s Diet) yang disebut meningkatkan  human growth hormone, yakni hormon yang berperan dalam mengendalikan kecepatan pertumbuhan tulang, otot dan pembakaran lemak. Selain OCD, ada juga puasa yang lain, seperti intermittent fasting, alternate day fasting, dan metode-metode puasa lainnya.

    Baik OCD maupun intermittent fasting, pada intinya, metode-metode puasa tersebut hanyalah membagi jam makan (eating window) penggunanya saja. Intermittent fasting hanya mengizinkan penggunanya untuk makan dari pukul 12.00 hingga pukul 20.00 saja. Atau, hanya boleh makan dari pukul 16.00 hingga pukul 20.00. Diluar eating window, dilarang makan. Meski begitu, berbeda dengan puasa ala umat Muslim yang tidak boleh makan dan minum dari Subuh hingga Maghrib, puasa jenis ini masih mengizinkan penggunanya untuk minum air mineral dan minum kopi atau teh tanpa gula sebanyak-banyaknya (nol kalori).

    Lalu, apakah metode puasa seperti ini efektif? Hingga saat ini, belum ada studi yang menyimpulkan bahwa metode puasa ini lebih efektif dibandingkan metode diet yang hanya menghitung kalori yang dikonsumsinya[1] . Kita anggap saja ada dua orang yang berat badan, umur, tinggi badan, dan jenis kelaminnya sama, dan mereka mengkonsumsi jumlah kalori yang sama,  puasa atau tidak, keduanya pasti turun berat badannya jika disiplin melakukan defisit kalori. Sebaliknya, jika kita melakukan surplus kalori, berat badan akan naik. Sesederhana itu.

    Apakah benar puasa, apapun metodenya, baik puasa keagamaan maupun puasa untuk diet dan kesehatan dapat meningkatkan human growth hormone? Menurut The Journal of Clinical Investigation Amerika Serikat, puasa, apapun metodenya dapat meningkatkan Human Growth Hormone. Human Growth Hormone memang membantu pembakaran lemak. Namun studi yang sama juga menunjukkan bahwa human growth hormone tidak memiliki peran signifikan dalam performa, pembentukan otot baru, dan juga tidak mencegah penyusutan otot

    Lalu mengapa metode puasa ini cukup populer? Karena, mengedukasi orang awam untuk menghitung kalori itu sangatlah merepotkan. Dan sangatlah merepotkan bagi mahasiswa seperti sobat kampus untuk menimbang makanan kemudian memasaknya, kan? Kasarnya dengan berpuasa, teu kudu loba mikir, dan cukup mudah untuk diikuti secara disiplin dan konsisten.

    Layaknya puasa Ramadhan, pada eating window intermittent fasting (pukul 12.00 s/d pukul 20.00), selapar-laparnya orang yang puasa, hampir mustahil untuk makan banyak secara berlebihan, bukan? Penelitian juga menunjukkan bahwa orang berpuasa, apapun metodenya, lebih mudah menahan rasa lapar dan lebih disiplin dalam mengkonsumsi makanan yang dikonsumsinya secara disiplin dan konsisten.

    Puasa, apapun metodenya, bukanlah sihir instan yang akan membakar lemak. Jika kalian puasa, baik puasa sunnah Senin dan Kamis, puasa Ramadhan, hingga OCD dan intermittent fasting tapi tetap mengkonsumsi kalori di atas kebutuhan tubuh kalian, berat badan kalian tidak akan turun dan lemak tidak akan dibakar, lho. Nah, sekarang sobat kampus sudah mengetahui kan, bahwa ada banyak metode puasa di luar puasa keagamaan yang ditujukan untuk diet dan kesehatan?  Selamat berpuasa. Semoga puasa kita pada Ramadhan tahun ini berkah dan bermanfaat.[]

    [1] Seimon RV, Roekenes JA, Zibellini J, Zhu B, Gibson AA1, Hills AP, Wood RE, King NA, Byrne NM, Sainsbury A. Do intermittent diets provide physiological benefits over continuous diets for weight loss? A systematic review of clinical trials. Mol Cell Endocrinol. 2015 Dec 15;418 Pt 2:153-72.

    Schoenfeld BJ, Aragon AA, Krieger JW. Effects of meal frequency on weight loss and body composition: a meta- analysis. Nutr Rev. 2015 Feb;73(2):69-82. [PubMed]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here