More

    Warganet Muda Tidak Bebas Berekspresi di Dunia Maya

    JAKARTA, KabarKampus – Warganet muda tidak merasa bebas berekspresi dan tidak yakin kebebasan berekspresi di dunia maya sudah dilindungi dengan baik di Indonesia. Hal tersebut terungkap dalam diskusi “Anak Muda Indonesia Sudah Bebas Berekspresi di Internet, Yay or Nay?” di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta, Selasa, (11/02/2020).

    Diskusi tersebut digelar oleh Indonesia Youth IGF, SAFEnet, dan Pamflet Generasi bertepatan dengan Safer Internet Day 2020, sebuah perayaan global untuk saling bekerja sama demi terciptanya dunia maya yang lebih baik. Data yang mereka ungkap merupakan hasil survei yang dilakukan terhadap warganet muda yang berusia 15-24 tahun pada tahun 2019.

    - Advertisement -

    Indonesia Youth IGF, SAFEnet, dan Pamflet Generasi menyebutkan, anak muda merajai posisi sebagai pengguna terbesar internet, baik di jagat maya Indonesia maupun di kancah global. Sayangnya mereka melihat ada beberapa insiden terkait kebebasan berekspresi warganet muda Indonesia yang terbentur UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).

    Dua di antaranya yang cukup menyerap perhatian warganet pada 2019 adalah kasus vlogger Rius Vernandes yang dilaporkan Sekarga (Serikat Karyawan Garuda) dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE terkait pencemaran nama baik. Kemudian pemanggilan gamer dan YouTuber Kimi Hime oleh Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) atas dugaan mengunggah konten yang melanggar unsur kesusilaan dalam pasal 45 UU ITE.

    Rius dilaporkan ke polisi terkait unggahan di InstaStory miliknya atas tampilan kartu menu Kelas Bisnis Garuda yang ia dapatkan saat menumpangi maskapai tersebut. Sekarga menganggapnya sudah merugikan citra Garuda.

    Pemanggilan Kimi Hime oleh Kominfo terkait konten video unggahannya yang dianggap vulgar. Kasus Rius berakhir damai dengan pencabutan laporan. Kasus Kimi Hime berujung pada gamer tersebut menghapus konten YouTube dan Instagram yang dianggap berunsur vulgar, sesuai dengan pembinaan konten yang diberikan oleh Kominfo.

    Ellen Kusuma sebagai bagian dari Organizing Committee Indonesia Youth IGF dan SAFEnet menyayangkan dua kejadian tersebut. Ia melihat, dari perspektif tata kelola internet, sebagian dari pasal UU ITE telah digunakan sebagai landasan pembatasan konten yang tidak proporsional.

    “Ini berpotensi melanggar hak kebebasan berekspresi seseorang di dunia maya. Efeknya bisa banyak, termasuk swasensor,” ungkapnya.

    Sementara itu Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet menjelaskan, dalam kurun 5 tahun terakhir, skor kebebasan berekspresi Indonesia terjun bebas ke angka terendah semenjak reformasi. SAFEnet menemukan hal ini terjadi karena ada pemberangusan pendapat di segala bidang, penyempitan ruang kritis warga.

    “Di mayantara, bentuknya berupa pemidanaan warga dengan pasal karet UU ITE, aturan yang membatasi hak digital, hingga serangan siber yang mengancam secara digital maupun secara fisik lewat persekusi online,” ujar Damar.

    Damar mengaku khawatir bila ketiga bentuk kegiatan ini dibiarkan, akan menggerus demokrasi yang menjadi ciri khas masyarakat terbuka. Sehingga yang terbentuk kemudian adalah totalitarian.

    Survei yang dilakukan Indonesia Youth IGF, SAFEnet, dan Pamflet Generasi menanyakan, apakah anak muda sudah merasa bebas dan aman saat berekspresi?” Dari 284 responder survei yang didominasi perempuan (58,8%) dan berusia 21-25 tahun (34,5%) dan 17-21 tahun (26,8%), menemukan 56% warganet tidak merasa bebas mengungkapkan ekspresi mereka di dunia maya, sedang 44% sisanya merasa bebas.

    Setidaknya mereka merasa sudah bebas dalam mengekspresikan hal-hal terkait identitas dan peran gender (22,5%), pandangan atau opini politik (15,4%), keagamaan (15,2%), suku & ras (13,6%), seksualitas (11,2%), dan lainnya (22,1%) seperti hobi dan karya mereka di dunia maya. Di sisi lain, hanya sebesar 4,2% warganet yang menjawab kebebasan berekspresi di dunia maya sudah dilindungi dengan baik di Indonesia.

    Sebesar 62,3% warganet menjawab tidak yakin dan 33,5% mengaku dengan tegas bahwa kebebasan berekspresi di dunia maya tidak dilindungi dengan baik di Indonesia. Soal merasa aman atau tidak saat berekspresi di dunia maya, 82,4% warganet mengaku tidak, dan hanya 17,6% yang mengaku aman.

    Ada sebesar 24,1% warganet yang merasa aman mengekspresikan hal-hal terkait identitas dan peran gender mereka. Sisanya merasa aman dalam mengekspresikan hal-hal terkait pandangan atau opini politik (12,4%), suku & ras (12,1%), keagamaan (10,5%), seksualitas (10,1%), dan lainnya (30,8%), seperti hobi.

    “Dengan temuan survei yang demikian, terlihat bahwa warganet muda memiliki rasa ketidakyakinan pada pemerintah yang cukup tinggi terkait pelindungan kebebasan berekspresi mereka, terutama karena keberadaaan pasal-pasal karet UU ITE. Harapan kami dengan rilisnya survei ini, anak muda lebih banyak dilibatkan pemerintah dalam merancang suatu peraturan yang terkait tata kelola internet. Jangan sampai anak muda hanya jadi angka statistik yang digembargemborkan,” tutup Ellen.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here