DEPOK, KabarKampus – “Pemanfaatan statistik bagi kebijakan sosial politik merupakan suatu kebijakan yang berorientasi pada penanganan persoalan sosial dan politik, yang tidak lagi berdasarkan pada ide dan intuisi semata dari pembuat dan pelaksana kebijakan. Melainkan, pemanfaatan statistik harus didukung dengan kerangka pikir yang dilandasi oleh teori keilmuan dan tentunya berdasarkan dengan data,” kata Ketua Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Dr. Ni Made Martini Puteri, M.Si., dalam kuliah umum bertajuk “Pemanfaatan Statistik bagi Kebijakan Sosial dan Politik”.
Ia menambahkan, ketika membicarakan data, maka data yang dapat diandalkan adalah yang didapatkan melalui proses dan prosedur pengumpulan data yang dapat dipertanggungjawabkan, beretika, dianalisis, serta mumpuni. “Dalam konteks kebijakan publik yang berdimensi kebijakan sosial politik, data yang valid adalah syarat mutlak bagi satu kebijakan. Teori-teori dalam keilmuan sosial politik, akan semakin memiliki makna ketika ditopang oleh statistik yang solid, serta sebaliknya data statistik akan bermakna dan berkontribusi pada peramalan masa depan apabila dianalisis dengan teori yang tepat,” ujarnya lagi (25/04).
Menurut Made Martini, satu tahun terakhir ini Departemen Kriminologi FISIP UI secara aktif turut mendukung Direktorat Statistik Ketahanan Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menginisiasi lahirnya Satu Data Statistik Kriminal Indonesia (SDSKI). Gagasan SDSKI adalah contoh riil bagaimana kita dapat memaksimalkan statistik dalam upaya mengatasi permasalahan dan tantangan kemasyarakatan, dalam hal ini adalah permasalahan kejahatan.
“Semoga dalam waktu segera, SDSKI dapat terealisasi, sehingga stakeholder dalam bidang penanggulangan kriminalisasi di Indonesia dapat merespon persoalan kejahatan secara strategis dan berdasarkan pada data. Di samping itu SDSKI juga dapat menjadi rujukan bagi sivitas akademika UI sebagai sumber data yang andal dari berbagai riset sosial politik yang akan dilakukan,” kata Ni Made Martini Puteri.
SDSKI merupakan gagasan BPS yang rencananya akan memotret statistik kriminal secara komprehensif dari sisi lokasi dan waktu, serta informasi mengenai pelaku dan korban. Di satu sisi, SDSKI akan menjadi data makro yang dapat digunakan untuk menganalisis tren kejahatan pada periode waktu dan wilayah yang spesifik. Secara langsung, akademisi yang menekuni bidang kriminologi akan semakin terbantu dalam melakukan penelitian mengenai persoalan-persoalan kejahatan. Publikasi dan luaran penelitian akan lebih kuat karena akan ditopang oleh SDSKI sebagai data sekunder penelitian.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan FISIP UI Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto mengapresiasi inisiatif yang diambil oleh Departemen Kriminologi dalam menjalin kerja sama dengan BPS. “Kerja sama ini merupakan jalinan yang strategis. Tentu saja sebagai lembaga keilmuan dan pendidikan, FISIP UI sangat membutuhkan data statistik dan dapat membaca data statistik yang baik dalam mempergunakannya,” ujarnya.
Lebih lanjut Prof. Aji mengungkapkan bahwa Departemen Kriminologi FISIP UI sejak tahun 2021 sudah menjalin kerja sama dengan Direktorat Statistik Ketahanan Sosial, untuk mempersiapkan data statistik kriminal terintergrasi. “Perguruan tinggi memiliki peran dan tanggung jawab yang vital dalam proses kebijakan namun, saat ini terdapat jarak yang begitu jauh antara proses kebijakan dan politik dengan pengembangan keilmuan yang ada pada perguruan tinggi. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus terus melakukan evaluasi untuk mengukur sejauh mana dampak kegiatan akademik yang dilakukan terhadap kualitas kebijakan publik. Suatu kebijakan yang berorientasi pada penanganan persoalan sosial dan politik tidak hanya harus berdasarkan suatu teori keilmuan yang valid namun juga harus ditopang oleh statistik yang reliabel,” kata Prof. Aji.
Sementara itu Kepala Badan Pusat Statistik Dr. Margo Yuwono mengatakan, “Satu Data Statistik Kriminal Indonesia (SDSKI) merupakan implementasi dari satu data Indonesia. SDSKI adalah jawaban dari kebutuhan data statistik kriminal secara komprehensif dan berkesinambungan. Berbicara SDSKI ada dua isu, yaitu tata kelola data statistik kriminal yang perlu dibangun untuk mengatur penyelengaraan data yang dihasilkan oleh instansi pusat dan instansi daerah, lalu adanya cakupan yang komperhensif untuk memastikan cakupan data statistik kriminal sesuai dengan manual International Classification of Crime for Statistical Purpose (ICCS).”
Menurut Margo, kondisi saat ini pencatatan statistik kriminal di Indonesia, data yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan nasional dan internasional. “Masih perlu dikembangkan untuk memenuhi indikator global. Kemudian data yang dikumpulkan oleh produsen data statistik kriminal tidak saling terhubung berpotensi tumpeng tindih data dan berbedanya standar data dan kode referensi yang berbeda menjadi masalah konsistensi data. Itu terjadi karena Indonesia belum mengadopsi klasifikasi baku internasional terkait statistik kriminal, yaitu International Classification of Crime for Statistical Purpose (ICCS) dan United Nations Statistical Commission (UNSC), sehingga konsep dan disagregasinya berbeda-beda,” katanya.
“Akademisi atau universitas memiliki peran dalam proses menyusun SDSKI. Pertama, sebagai advisory group yang berperan dalam membantu identifikasi, diskusi kebutuhan data statistik kriminal, memberikan bantuan teknis (literatur dan dasar teoritis) terkait dengan statistik kriminal; Kedua, sebagai pengguna SDSKI untuk bahan analisis dan intepretasi; dan yang terakhir, penelitian ilmiah serta menjadi bagian dari forum data statistik kriminal sebagai controller dalam proses pembangunan SDSKI,” kata Margo menjelaskan.