More

    Masalah Mahalnya Beras Harus Dilihat Secara Luas dan Mengakar

    Oleh: Andrezal*

    Gambar pesawahan Terasering di pedesaan yang baru selesai musim tanam. (Foto: Andrezal)

    Selain menghadirkan Prof. Dwidjono Hadi dalam diskusi publik Ketahanan Pangan: kenapa harga beras Indonesia termahal di Asean? Majelis Kritis GSC dan Kabarkampus.com yang diselenggarakan daring pada tanggal 29 Januari 2023 juga mengundang Ken Ndaru, seorang peneliti dari Institut Kajian Krisis dan Strategi Pembangunan Alternatif (INKRISPENA). 

    Ken Ndaru memulai materinya dengan mengenalkan paradigma Proffesor Jason Moore dari Amerika Serikat. Pardigma Moore memadukan persoalan alam dan persoalan sosial dalam melihat suatu fenomena. Menekankan pada pengamatan secara luas dan menyeluruh atas suatu masalah. Karena sebuah fenomena sejatinya tersusun oleh jaring-jaring yang saling terkait satu sama lain, karena itu paradigma ini dinamakan web of life.

    - Advertisement -

    Pertanian adalah persoalan alam dan secara bersamaan juga merupakan persoalan sosial, dua hal ini tidak terpisahkan. Saat berbicara tentang kelangkaan tenaga kerja di pedesaan, kita bisa melihat degradasi kualitas tanah karena penggundulan hutan, penggunaan pupuk anorganik, dan alih fungsi lahan produktif untuk pertanian atau perumahan sebagai masalah alam. Di belakang itu, juga terdapat persoalan sosial yaitu desa tidak memberikan kesejahteraan yang memadai bagi petani. Hasil kerja produktif dari desa sebagian besar diangkut ke kota, ini juga membawa serta para anak muda. Akibatnya regenerasi penati lambat dan hanya menyisakan petani tua. 

    Jika menggunakan paradigma Moore yang menekankan pada semua persoalan beradasarkan akar masalahnya. Maka akar masalah dari seseluruhan proses yang menentukan harga beras Indonesia adalah Revolusi Hijau era Soeharto. Revolusi Hijau adalah reorganisasi sektor pertanian Indonesia dengan menginkorporasi dunia pertanian menjadi liberal. Pertanian tradisional diubah baik secara persuasif atau secara paksa menjadi ekonomi pasar dan bergantung pada mekanisme pasar: harga, tenaga kerja, teknologi, dan ketersediaan. 

    Sedangkan mandeknya riset teknologi pertanian di Indonesia menurut Ken Ndaru dikarenakan keuntungan dari pertanian tidak cukup untuk memenuhi biaya riset. Karena itu, cara yang digunakan pemerintah adalah peningkatan penggunaan pupuk anorganik produksi perusahaan. Cara itu dapat mendorong peningkatan produksi. Ini lebih menguntungkan bagi pengusaha dan pasar dibandingkan untuk petani.  

    Perusahaan pertanian bisa dikatakan sebagai aktor dominan karena menguasai sekitar 60% dari total luas pertanian Indonesia. Sedangkan 50% lebih keluarga tani Indonesia hanya punya lahan kurang dari setengah hektar. Ketimpangan ini juga berdampak pada ketersediaan kemampuan penyedian teknologi pertanian. Penggunaan teknologi pertanian ala perusahaan tidak efektif di lahan sempit, ini hanya akan menambah beban petani kecil. Tidak sampai di situ, sistem pasar mendorong untuk munculnya persaingan yang sedari awal tidak bisa dimenangkan petani. Mereka para petani kecil bahkan tidak memiliki modal yang cukup untuk melanjutkan pertanian setelahnya. 

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here