Fakta menarik mencatat bahwa Sungai Cileungsi terakhir dikeruk tahun 1971. Setengah abad silam. Sungai Cileungsi adalah sungai yang bermuara di hulu Kali Bekasi. Ia membentang sepanjang 39 kilometer.
Ekologi perkotaan turut tergerus dengan deru proyek pembangunan real estate. Diperkirakan sungai-sungai sungai-sungai di wilayah Jabodetabek kehilangan kapasitas menampung air sekitar 25%-50% sebagaimana rilis data Walhi Jakarta.
Di wilayah Bekasi sendiri alih fungsi lahan menjadi pemukiman telah berlangsung sejak 1996. Telah lebih dari 20 tahun alih fungsi pemukiman berjalan menentukan wajah tata kota Bekasi yang kita lihat hari ini. Seiring laju pembangunan properti konsekuensi logisnya adalah semakin kecil daerah resapan air.
Hanya butuh logika sederhana untuk melihat salah satu penyebab banjir ketika wilayah pemukiman dan pembangunan real estate jauh lebih besar ketimbang wilayah resapan air. Singkatnya banjir menjadi langganan.
Dalam sebuah wawancara Kompas TV, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menyebut “Hilangnya daerah resapan air, daerah hijau, dan daerah persawahan di Jawa Barat. Penyebab banjir adalah hilangnya ruang terbuka hijau, hilangnya hutan, hilangnya persawahan. Itu penyebab banjir.”
Eksploitasi besar-besaran ruang tata kelola perkotaan untuk kepentingan bisnis menggerus ruang ekologi, wilayah resapan air, dan sistem drainase. Pada potret ini kita melihat bahwa banjir bukan faktor tunggal akibat curah hujan, melainkan kebijakan publik secara luas, pengelolaan lingkungan hidup, pemberantasan korupsi, dan tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Pembangunan real estate memicu polemik lain. Seperti penggusuran dan segregasi sosial. Dalam prakteknya sudah menjadi rahasia umum bahwa proyek properti hasil “main mata” antara para pengembang dan para pejabat dalam proses perizinan. Opera ini rentan terhadap penyelewenangan, suap, dan korupsi jika tanpa pengawasan publik dan akuntabilitas serta integritas lembaga negara.
Akuntabilitas pejabat publik kembali disorot saat masalah banjir teranyar ini. Walikota Bekasi Tri Ardhianto mengungsi di hotel berbintang Horison Ultima saat banjir melanda Bekasi. Saat warganya berhimpitan hidup di pengungsian alih-alih berada di garda terdepan mengemban amanah dan tanggung jawab melayani warganya, Walikota Bekasi dan keluarga mendahulukan pelayanan untuk dirinya di hotel berbintang. Laku seperti ini akan menimbulkan pertanyaan dan keraguan publik tentang komitmen, integritas, dan akuntabilitas seorang pemangku kepentingan.
Pengaruh Tingkat Korupsi Terhadap Iklim Investasi
Bersambung ke halaman selanjutnya –>
Mantap tulisan berbasis data, menandakan bahwa apa yang disajikan benar benar melalui proses cek dan ricek yang dapat dipertanggungjawabkan.
Memberikan pencerahan dan edukasi bahwa bila sesuatu tidak ditangani secara benar akan merugikan juga bencana.
Tapi sayang, tulisan sedikit tereduksi dengan “prolog” yang mengangkat korupsi minyak mentah ‘oplos’ BBM.
Bila sedikit saja, mengambil pendekatan dari sisi “pertamina” khususnya pada Laboratorium, mungkin akan didapat data pembanding, yang dimaksudkan untuk menjaga objektifitas dalam menyajikan ulasan