More

    Membangun Unpar Dengan Pelayanan

    Mangadar Situmorang. Dok. hi.unpar.ac.id
    Mangadar Situmorang. Dok. hi.unpar.ac.id

    Bagi kalangan civitas Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, sosok yang satu ini tidak asing lagi. Bukan hanya telah mengabdi di Unpar lebih dari 25 tahun, ia juga sedang diberi tanggung jawab untuk menahkodai Unpar hingga 2019 mendatang.

    Dialah Mangadar Sitomorang, Rektor Universitas Parahyangan. Bergabung sebagai pengajar Hubungan Internasional Unpar sejak 1989. Pernah memimpin Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unpar pada 2011-2015 dan kini menjadi Rektor Unpar peridoe 2015 – 2019.

    Mangadar Sitomorang lahir di Samosir tahun 1964. Ia melanjutkan studi S1 di Jurusan Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1988) dan Magister Ilmu Politik di universitas yang sama (1994). Setelah melaksanakan tugas-tugas struktural, baik sebagai Wakil Dekan III, Wakil Dekan I, dan Ketua Pusat Kajian Parahyangan Centre for International Studies (PACIS), Mangadar melanjutkan studi S3 di Australia atas beasiswa ADS/AusAID, Australia.

    - Advertisement -

    Kemudian ia melanjutkan dan menyelesaikan PhD-nya di Curtin University, Perth pada tahun 2007. Pada tahun 2004, Mangadar sempat mengikuti internship di International Conflict Research Institute (INCORE), University of Ulster, London Derry, Irlandia Utara, atas sponsor Chevening Awards Australia. Selanjutnya, ia menempuh post-doktoral di Asia Research Centre, Murdoch University, Perth.

    Disertasi PhDnya dibukukan dan dipublikasi dengan judul International Humanitarian Intervention in Intrastate Conflicts (Giessen: Johannes-Hermann, 2009). Selain mengajar dan melakukan riset tentang Resolusi Konflik, Organisasi Internasional, dan Politik Indonesia, Mangadar aktif menulis di jurnal akademik dan surat kabar serta menjadi anggota Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional (AIHI), Community of East Asia Scholars (CEAS), dan Forum Akademisi untuk Papua Damai.

    Pria yang kini berusia 52 ini adalah pria yang hangat dan akrab. Begitu juga saat KabarKampus ingin mewawancarainya usai memperingati Dies Natalis Unpar ke-61 yang digelar di Kampus Unpar jalan Merdeka, Bandung, Senin, (18/01/2016). Mangadar menyambut baik ajakan wawancara.

    Berikut adalah petikan wawancara KabarKampus dan Mangadar Situmorang :

    Selamat ya Pak atas Dies Natalies Unpar ke-61

    Terima Kasih

    Sekarang Unpar telah Berusia 61 tahun dan Bapak telah mengajar di Unpar sudah lebih dari 25 tahun, apa saja perubahan yang dirasakan?

    Perbedaan yang terasa, lebih pada semangat untuk berubah itu semakin kuat. Tapi memang disaat yang bersamaan saya harus katakan Unpar tetap konsisten, setia tidak berubah dalam komitmennya untuk memberikan pelayanan pendidikan tinggi yang sebaik-baiknya.

    Kami tidak banyak berubah secara fisik. Kalau teman-teman lihat kampus sejak tahun 1983 pindah dari jalan Merdeka ke Ciumbuleuit, penambahan kampus atau gedung di sana bisa dikatakan berakhir tahun 2000 dengan pindahnya Fakultas Ekonomi dari Jalan Merdeka ke Ciumbuleuit.

    Tapi kalau dilihat, pembangunan Unpar, baik dengan gedung dan fasilitasnya masih kalah dibandingkan kampus tetangga. Tapi kami tidak terlalu terganggu dengan itu. Karena fokus kami lebih kepada peningkatan atau menjaga tradisi pelayanan akademik itu.

    Kami tidak banyak berubah secara fisik. Tapi komitmen pada pelayanan itu yang harus kami jaga.

    Lalu apa yang seharusnya berubah di Unpar?

    Satu hal, kami juga harus mengakui bahwa fasilitas untuk mahasiswa perlu untuk dikembangkan. Itu menjadi penting, karena mahasiswa pada dasarnya sangat mobile, sangat energik, perlu ruang mobilitas yang tinggi. Dari aspek sarana prasarana harus diakui perlu pengembangan.

    Tapi yang juga penting adalah kemauan dan kesediaan untuk mengikuti atau mengembangkan kemanfaatan sistem teknologi informasi. Sekarang setiap orang sangat akrab dengan kemajuan teknologi informasi seperti smartphone dan berbagai inovasi gadget atau media sosial yang lain. Itu perlu dikemas menjadi sebuah sistem di dalam pengelolaan universitas. Ini yang juga penting untuk Unpar kembangkan.

    Seperti juga saya sampaikan tadi, Unpar perlu lebih terbuka. Dalam arti memang kami tidak pasang iklan Unpar begini-begini atau spanduk di mana-mana, bukan itu yang akan kami lakukan. Tapi mengkomunikasikan Unpar kepada publik dengan cara-cara yang lebih elegan.

    Bapak pernah menentang pembangunan fisik di Unpar? Kenapa?

    Saya mengakui saya tidak setuju dengan pembangunan itu. Kalau merujuk pada pertanyaan apa yang perlu berubah dari Unpar, jawababan saya itu terkait dengan fasilitas gedung atau ruang bagi mahasiswa untuk aktif.

    Ruang terbuka di Ciumbeleuit sangat terbatas. Tapi kampus Ciumbeleuit tidak mampu menampung itu. Tapi saya pun harus mengatakan kepada semua pihak, kalau itu menjadi keputusan universitas bersama yayasan, maka tugas rektor menjamin itu untuk selesai dibangun.

    Mahasiswa sekarang diwajibkan untuk cepat lulus termasuk di Kampus Unpar. Hal ini membuat mahasiswa malas berorganisasi. Padahal pembangunan karakter mahasiswa juga bisa didapatkan lewat organisasi. Bagaimana komentar Bapak?

    Itu juga menjadi beban untuk Perguruan Tinggi, dimana kalau menurut standar nasional pendidikan tinggi, melalui Badan Akreditasi Nasional, masa studi mahasiswa benar-benar dihitung.

    Memang dalam peraturan pemerintah, lewat Kemenristek Dikti yang baru nomor 44, disitu disebutkan untuk pendidikan S1 minimum empat tahun. Untuk S2 maksimum 4 tahun. Dan untuk Doctor tidak ada batas, tapi saya lupa persis.

    Namun yang jadi persoalan mendasar, apakah kita harus mematok diri pada aturan pemerintah. Apakah harus empat tahun. Sebab ini bukan soal aturan tapi soal subtansi.

    Kami sangat menekankan pendidikan karakter. Itu membutuhkan waktu dan proses yang lebih lama. Nah apakah itu harus menjadi lima atau enam tahun. Mungkin itu bukan jawabannya. Dalam rangka pembangunan karakter, tidak harus menjadi lebih lama masa studinya, yang harus kami siasati adalah kurikulum baik konten maupun prosesnya.

    Tiga setengah atau empat  tahun itu bisa membangun karakter yang unggul dari lulusan Unpar. Kuncinya adalah  yang saya sampaikan ke komunitas akademik unpar adalah pentingnya apa yang kami sebut kehadiran ketelibatan dan kesetiaan. Artinya kalau mahasiswa butuh dosen, mudah didapatkan atau selalu ada di tempat.

    Beda dengan di kampus lain, cari dosennya susah. Entah menjadi pejabat pemerintah, entah cari proyek lain atau apa. Satu yang kami minta di Unpar adalah dosen selalu bisa hadir ketika dibutuhkan mahasiswa.

    Yang kedua ada ketelibatan di sana, sekedar hanya mendengar apa keluhan dan kebutuhan mahasiswa. Lalu memberikan nasehat atau membantu mencari solusi. Dosen harus menjadi kolega  partner untuk mahasiswa dan dalam konteks pencarian kebenaran ini adalah kerja kolaboratif. Karena sangat penting untuk menegaskan bahwa pembentukan karakter yang pluralis dan toleran ada di dalam proses pendidikan seperti itu.

    Demokrasi di Unpar seperti Apa? Katanya Unpar melarang demonstrasi mahasiswa?

    Tidak ada larangan itu, mahasiswa tentunya punya hak. Kami melihat peraturan perundangan atau peraturan kebebasan berekpresi atau berpendapat, mahasiwa tentunya berhak. Tapi tentu yang perlu kita cermati bersama tujuannya apa, alasannya apa?

    Dan tentu daripada demo, lebih baik dialog. Dialog lebih dialoqis dan dialektis, serta yang lebih penting ada sikap saling menghormati satu sama lain. Itu juga pendidikan karakter.

    Sekarang kita sudah masuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Bagaimana Unpar menghadapi MEA?

    Saya kira, tidak ada tantangan serius dari Asean Ekonomi Community pada bidang pendidikan dalam arti  proses pembelajarannya. Karena proses pembelajaran dan standar sudah dibuat oleh pemerintah. Dan hasil standar itu dibuat dari hasil perbandingan dengan negara lain. Kalau mengikuti standar itu maka kita tidak perlu khawatir dengan MEA. Itu dari sisi proses.

    Kemudian dari sisi output atau outcome, satu yang kami cermati atau dicermati banyak orang adalah lulusan. Apakah lulusan UI termasuk Unpar, punya kemampuan daya saing dengan universitas di negara lain?

    Ada banyak syarat, selain knowledge sebagai half skill, karakter menjadi hal utama, bahwa mahasiswa Unpar bisa open mainded atau terbuka dan tidak menjadi inklusif, pekerja keras dan belajar terus. Itu sikap dasar yang harus dibangun dan menjadi hal yang sangat mendasar untuk lulusan kami.

    Itu yang mau kami bangun. Saya juga yakin, pendidikan karakter tidak hanya bisa lewat proses kelas saja. Perlu proses di luar kelas. Kalau itu berlangsung tidak perlu khawatir.

    Kalau di bidang ekonomi atau produksi barang, ada kekhawatiran cukup besar. Tapi di bidang pendidikan tinggi saya bisa mengatakan tidak terlalu khawatir.

    Lalu dari banyaknya kampus baik di Indonesia maupun di Asean, apa diferensiasi Unpar dibandingkan dengan kampus lain?

    Diferensiasi secara makro ada pilihan-pilihan. Satu yang fokus pada teaching, yaitu proses pembelajaran yang lebih bagus. Kedua research. Lalu ketiga adalah entrepreneurship.

    Dalam pembagian global univesity ada yang disebut teaching university, ada yang research university dan ada yang entrepreneurship university. Dan Unpar memilih kombinasi. Kombinasi antara teaching dan research.

    Memang bisa dikatakan seakan-akan entrepreneur university menjadi lebih advance. Tapi pada dasarnya ngga juga.

    Nah diversifikasi (penganekaragaman) bisa dilakukan. Di teaching bisa kuat, tapi pada bidang tertentu researchnya juga kuat. Dan itu bisa mensupport atau membangun entrepreneurship masyarakat.

    Memang tidak bisa dalam semua bidang studi. Untuk Unpar salah satu yang menjadi unggulan adalah Arsitek atau bidang studi  lain seperti Akutansi, Manajemen, dan HI. Ini bisa berkembang dengan teaching yang kuat dan juga research. Tapi yang pasti bisa membantu pengembangan usaha kecil menengah dalam konteks entrepreneurship.

    Tapi bisa juga diversifikasi dalam prodi. Bisa Social Sains ke Engeneering, lalu ke Medical Health, atau juga Ekonomi dan Bisnis. Sejauh ini Unpar punya tiga bidang, dari Social Humanities punya, Engeneering, Ekonomi dan Bisnisnya. Yang belum adalah adalah Medical Health seperti Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

    Tapi kedepan kami coba mengembangkan Bidang Studi Sosial dan Humanity termasuk Seni. Kami berharap untuk tahun 2017 yang akan datang ingin mendirikan prodi baru yaitu Prodi Seni Rupa dan Seni Musik. Satu yang baru kita dirikan tahun lalu yaitu Teknik Elektro dengan konsenterasi Mekanotrika. Itu diversifitas yang ada dan bisa kami lakukan di Unpar.

    Apa yang ingin bapak sampaikan kepada mahasiswa?  

    Untuk mahasiswa, seperti biasa kami menghimbau teruslah mengembangkan diri, menguasai pengetahuan yang diberikan, baik itu dikelas, maupun di luar kelas. Tapi yang tidak kalah penting adalah membangun karakter disipilin bertanggung jawab dan berjuang untuk mengembangkan diri.

    Dengan  itu mahasiswa Unpar terus maju dan berkembang. Kelak mereka akan menjadi lulusan yang luar bisa.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here