More

    Menikmati Dialog Karya Seniman Australia-Indonesia

    ABC AUSTRALIA NETWORK
    Farid M. Ibrahim

    (Kiri - Kanan) Sally Smart, Kurator Natalie King, dan Entang Wiharso.
    (Kiri – Kanan) Sally Smart, Kurator Natalie King, dan Entang Wiharso.

    Sally Smart dan Entang Wiharso pertama kali bertemu di Melbourne, Australia, tahun 2012. Sejak itu, keduanya semakin akrab secara kreatif dan pada paruh terakhir Januari 2016, persahabatan keduanya mewujud dalam pameran bersama di Galeri Nasional, Jakarta.

    Sally Smart yang juga peneliti pada Victorian College of the Arts (VCA) mengaku kolaborasi dengan Entang Wiharso didasari atas rasa saling percaya dan persahabatan.

    - Advertisement -

    “Ini adalah Pmelebihi diri kami masing-masing,” kata Sally mengenai pameran bersama mereka yang dimulai 14 Januari hingga 1 Februari.

    Pameran mengusung tema, Conversation: Endless Acts in Human History, yang dikurasi bersama oleh Suwarno Wisetrotomo dari Indonesia dan Natalie King dari Australia.

    Karya Sally Smart berjudul The Choreography of Cutting (The Pedagogical Puppet) 2015.
    Karya Sally Smart berjudul The Choreography of Cutting (The Pedagogical Puppet) 2015.

    Sally semakin dikenal sebagai seniman kontemporer Australia, dengan ciri khas instalasi potongan ukuran besar dan penggunaan elemen pertunjukan dan video dalam karya-karyanya.

    Karya-karya Sally melibatkan politik identitas, ide-ide di seputar tubuh, rumah dan sejarah. Dalam pameran ini dia menampilkan The Exquisite Pirate, 2005-2010, yang menggambarkan bajak laut perempuan sebagai metafora bagi isu identitas sosial, ketidakstabilan budaya, imigrasi dan percampuran.

    Karya ini merefleksikan simbolisme kapal dan relevansinya dalam wacana pasca kolonialisme serta dampaknya bagi Australia kontemporer.

    Dalam pameran ini, Sally juga menampilkan Global Garden yang diciptakan saat dia tinggal di studio milik Entang di Indonesia. Karya-karya Sally banyak ditampilkan di berbagai Galeri Nasional di kota-kota besar Australia seperti di Canberra serta Galeri Nasional Victoria di Melbourne.

    “Sally dan saya memiliki banyak kesamaan dan muncul satu gagasan dalam karya kami secara berbeda, misalnya tubuh dan organ-organnya, batas, sejarah, kolonialisasi, dan lainnya. Kami sama-sama menggunakan potongan-potongan sebagai dalam mewujudkan gagasan kami,” jelas Entang.

    Dia mulai menjadi perhatian internasional sejak menampilkan karyanya dalam Venice Biennale ke-51 di tahun 2005 silam.

    Karya Entang Wiharso berjudul Under Inheritance: Endless Feast Table, 2014-2015.
    Karya Entang Wiharso berjudul Under Inheritance: Endless Feast Table, 2014-2015.

    Karya-karya Entang mengekspresikan pengalaman personal dalam menyoroti lingkungan sosial politik di sekitarnya. Salah satu karya utamanya berjudul Chronic Satanic Fences tahun 2010, menampilkan pagar baja yang ditopang kaki kayu dengan sosok-sosok hewaniah yang mewartakan obsesi kesepian dan keunggulan moral dengan risiko tergelincir ke dalam fanatisme buta.

    Karya Entang lainnya berjudul Reclaim Paradise: Paradise Lost tahun 2015, yang menampilkan rimbun hutan bambu sebagai setting bagi munculnya ancaman dari kekuatan tak terduga.

    Sementara dalam Self-Portrait, karya tahun 2015, instalasi ribuan foto yang dia padukan menghubungkan pengalaman personalnya dengan pelbagai peristiwa. Misalnya foto-foto dari Olimpiade 1972, Bruce Lee, foto-foto peresmian proyek pembangunan di era Orde Baru oleh Presiden Suharto dan Ibu Tien, hingga peristiwa 1965.

    Kreativitas Entang telah diganjar sejumlah penghargaan termasuk dari Pollock-Krasner grant, Copeland Fellowship di Amherst College, residensi di Watermill Center milik Robert Wilson hingga residensi di Tyler Print Institute, Singapura.

    Karya-karya yang digelar dalam pameran ini fokus pada karya individu masing-masing serta karya yang merupakan hasil dialog kreatif lintas budaya di antara kedua seniman.

    Pameran menampilkan persamaan dan perbedaan karya kedua seniman yang hidup dan kegiatan artistiknya menggambarkan persilangan sosial, budaya, emosional dan geografis.

    Pameran ini sekaligus menggarisbawahi hubungan keduanya. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here