More

    Usung Tema Aborigin, Pelukis Indonesia Pameran di Darwin

    ABC AUSTRALIA NETWORK
    James Oaten

    Pelukis Nyoman Sani, dengan karyanya 'The spirit of Uluru'. (Foto: ABC/James Oaten)
    Pelukis Nyoman Sani, dengan karyanya ‘The spirit of Uluru’. (Foto: ABC/James Oaten)

    Tiga pelukis Indonesia, Nyoman Sani, Made Budhiana, dan Wayan Wirawan, mengusung tema aborigin dalam karya mereka yang akan dipamerkan pada Northern Centre for Contemporary Art di Darwin, mulai 23 Januari hingga 16 Februari 2016.

    Nyoman Sani misalnya, menampilkan lukisan berjudul The Spirit of Uluru” sebagai refleksi seusai mengunjungi gunung batu di tengah benua Australia itu. Sani mengaku merasakan adanya kesan menakutkan saat berjalan di sekitar Uluru.

    - Advertisement -

    Bersama Budhiana dan Wirawan, Sani ikut dalam Artists Camp pada Juni dan Juli tahun lalu, yang merupakan program pertukaran seniman Australia dan Indonesia.

    “Saya mengapresiasi intuisi mereka dan bagaimana mereka merespon lanskap yang mereka lihat,” kata Colin McDonald dari Northern Centre for Contemporary Art.

    “Salah satu yang mengesankan dari program kebudayaan ini adalah betapa mudahnya seniman Indonesia menyambungkan diri dan bersentuhan dengan komunitas aborigin dan para senimannya,” kata McDonald.

    “Mereka tidak asing dengan cara pandang yang melihat dunia misteri dan adanya mahluk lain sebagai sesuatu yang nyata,” katanya.

    Hal itu misalnya terlihat pada Wirawan (40) yang karya-karyanya menggunakan gaya “Batuan”, merujuk kepada nama desanya di Bali. Dia berhasil membuat dua lukisan seusai mengunjungi sebuah pekuburan di Kepulauan Tiwi di lepas pantai Darwin.

    Di pulau itu, Wirawan menyaksikan tiang-tiang Pukamani sebagai pekuburan warga aborigin.

    “Saya terkesan dengan aura misterius yang terpancar dari tiang-tiang Pukamani di wilayah itu dengan keheningannya,” kata Wirawan.

    Rombongan seniman kedua negara bersama-sama menyusuri pedalaman Australia Utara hingga sampai ke Uluru.

    Di sejumlah lokasi hanya boleh dimasuki oleh jenis kelamin tertentu sehingga Sani, yang karya-karyanya memang mengusung tema perempuan, akhirnya berkeliling di sisi “perempuan” batu Uluru tersebut.

    Menurut Sani, saat itu dia merasakan seperti ada yang terus mengikuti dan mengawasinya padahal dia hanya sendirian berjalan.

    Sensasi yang dia rasakan itu kemudian dituangkan ke atas kanvas, dan lahirlah tujuh lukisan potret wajah perempuan. “Saya merasakan seperti banyak mata yang terus menatapku saat itu,” katanya kepada wartawan ABC James Oaten.

    “Perasaan takut, namun juga memberi saya energi positif, karena saya merasa dekat dengan alam. Saya dengar suara burung-burung dan suara lainnya,” tuturnya.

    Program Artists Camp dimulai sejak tahun 2011, dan penyelenggaranya berharap dalam delapan tahun akan terselenggara pameran yang akan dihadiri perdana menteri Australia dan presiden Indonesia. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here