More

    Pakar Australia Prediksi Indonesia tak Akan Jadi Kekuatan Baru di Asia

    ABC PLUS INDONESIA
    Farid M. Ibrahim

    Lalu lintas kota Jakarta. FOTO : ABC
    Lalu lintas kota Jakarta. FOTO : ABC

    Indonesia tidak akan menjadi kekuatan baru, baik di Asia maupun di pentas internasional sebagaimana banyak diperkirakan selama ini. Tidak terlihat adanya intensi dan kapasitas pemimpin politik dan ekonomi untuk memproyeksikan kekuatan Indonesia keluar.

    Demikian kesimpulan yang dapat ditarik dari kuliah umum Professor (emeritus) Richard Robison di kampus Melbourne University, Selasa (05/07/2016) malam. Kegiatan ini dilaksanakan mahasiswa asal Indonesia pada Melbourne University dipandu oleh dosen Melbourne University Prof. Vedy R. Hadiz.

    - Advertisement -

    Prof. Richard terkenal dengan karya-karyanya mengenai ekonomi politik Indonesia, di antraranya “Indonesia: The Rise of Capital” dikenal sebagai buku referensi yang berpengaruh. Dalam pemaparannya, Prof Richard mengkritisi anggapan populer saat ini mengenai “kebangkitan Indonesia” sebagai kekuatan regional dan internasional.

    Banyak pakar berpendapat bahwa kebangkitan tersebut didorong kemampuan menjaga pertumbuhan ekonomi dan keberhasilan melewati transisi demokrasi. Selain itu, Indonesia juga dipuji sebagai model bagaimana demokrasi berjalan di negara mayoritas Muslim.

    Namun Prof. Richard mempertanyakan dasar-dasar pandangan tersebut. Disebutkan bahwa, kekuatan ekonomi dan sosial di Indonesia dibangun dengan cara yang tidak mensyaratkan proyeksi eksternal kekuatan negara.

    Dikatakan, secara historis, konstalasi domestik kepentingan-kepentingan sosial cenderung menentukan, apakah proyeksi kekuatan negara diperlukan dalam kebangkitan negara-negara besar sebelumnya.

    Dalam sesi diskusi, salah satu peserta menanyakan apakah Indonesia memang tidak memiliki intensi dan kapasitas untuk memproyeksikan kekuatan negara ke panggung internasional?

    “Kita menyadari bahwa jika sebuah negara memproyeksikan kekuatannya ke panggung internasional, maka negara itu bisa menjadi negara yang kuat. Dan negara yang kuat itu diukur dari kemampuannya mempengaruhi the setting of rules dan seterusnya,” jelas Prof. Richard.

    “Dalam realitasnya yang kita lihat adalah dua atau tiga blok dengan satu blok yang sangat dominan. Coba lihat Uni Eropa yang masih terus bertarung dengan AS dalam isu perdagangan dan hak cipta intelektual,” jelasnya. “AS benar-benar memegang hegemoni dalam bidang ini.”

    Jadi kebanyakan negara, menurut Prof Richard, sangat sulit untuk bisa masuk dan mempengaruhi hal itu. “Yang paling bisa mereka lakukan adalah memenangkan perdebatan di forum ini atau di forum itu, dan mencoba menegosiasikan satu hal,” katanya.

    Dia mengatakan, “pertarungan besar” berada di luar jangkauan kebanyakan negara, termasuk Indonesia.

    “Inilah salah satu alasan mengapa kita melihat, argumen mengenai kebangkitan Indonesia sebagai kekuatan baru Asia memiliki kelemahan. Indonesia mungkin memiliki intensi untuk menunjukkan pengaruhnya, tapi dalam bidang apa?” tanya Prof. Richard.

    Menurut dia, tidak ada pengembangan suatu tujuan yang jelas untuk misalnya mengekspor keahlian tertentu.

    “Saya berpendapat bahwa tidak adanya intensi ini karena tidak ada desakan dari dalam, bisa dikatakan perekonomian domestik itu, semuanya menyangkut perdebatan mengenai deal-deal terbaik secara domestik semata-mata,” paparnya.

    “Dan tentu saja tidak perlu dipertanyakan bahwa mereka tak memiliki kapasitas memproyeksikan kekuatan dirinya ke panggung internasional,” ujar Prof. Richard.

    Kuliah umum dan diskusi yang berlangsung dua jam tersebut juga dihadiri Konsul Jenderal RI untuk Victoria dan Tasmania Dewi Wahab. Dalam diskusi, Konjen Dewi, menyatakan berbeda pendapat dengan pandangan Prof. Richard seraya mengajukan sejumlah contoh keberhasilan diplomasi RI di berbagai fora internasional.

    Namun Prof. Richard menegaskan bahwa poin utama dari kuliahnya adalah pada dasar-dasar argumen tentang kebangkitan Indonesia sebagai kekuatan baru, yang menurut Prof. Richard, sangat lemah.

    Dia menyatakan tidak melihat adanya perencanaan maupun upaya sistematis secara domestik untuk memproyeksi kekuatan negara RI ke pentas internasional.

    Prof. Richard kini merupakan profesor emeritus pada Asia Research Centre di Murdoch University. Dia juga pernah menjabat Professor dan Direktur Australian Research Council’s Special Centre for Research on Politics and Society in Contemporary Asia. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here