More

    Mahasiswi Unpar Lanjutkan Petualangan ke Gunung Tertinggi di Antartika

    Fransiska Dimitri Inkiriwang (kiri) dan Mathilda Dwi Lestari, siap mewakili tim Wissemu untuk melakukan pendakian ke Gunung Vinson Massif, Antartika. Foto : Ahmad Fauzan
    Fransiska Dimitri Inkiriwang (kiri) dan Mathilda Dwi Lestari, siap mewakili tim Wissemu untuk melakukan pendakian ke Gunung Vinson Massif, Antartika. Foto : Ahmad Fauzan

    BANDUNG, KabarKampus – Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) yang tegabung dalam The Women Of Indonesia’s Seven Summits Ekspedition Mahitala Unpar (Wissemu)  kembali melanjutkan petualangan dalam misi menyelesaikan trek Seven Summit. Kali ini mereka siap mendaki gunung tertinggi di Antartika yaitu Gunung Vinson Massif.

    Tim Wissemu yang akan berangkat adalah Fransiska Dimitri Inkriwang (23) dan Mathilda Dwi Lestari (23). Keduanya tercatat sebagai mahasiswi Unpar. Mereka siap berangkat dari Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada hari Rabu, 21 Desember 2016 dan tiba di Santiago Chille pada pada hari yang sama pda pukul 01.05 waktu setempat.

    Tim rencananya bermalam selama lima hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Punta Arenas pada 26 Desember 2016 yang merupakan kota terakhir sebelum pendakian. Pendakian ke Vinson Massif akan dilakukan mulai dari Vinson base camp pada 1 Januari 2016 dan mencapai puncak pada 4 Januari 2016. Kemudian mereka kembali kembali ke Punta Arenas pada 9 Januari 2016.

    - Advertisement -

    Gunung Vinson Massif adalah gunung yang terkenal dengan cuaca ekstremnya yang bisa mencapai minus 40 derajat celcius. Gunung ini menjadi gunung terendah kedua dari rangkaian seven summits dengan ketinggian 4.892 mdpl.  Sebelumnya, tim Wissemu  telah berhasil tim Wissemu mendaki empat gunung lainnya yang termasuk ke dalam Seven Summits. Keempat gunung tersebut adalah Gunung Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) pada 13 Agustus 2014, Gunung Elbrus ( 5.642 mdpl) pada 15 Mei 2015, Gunung Kilimanjaro (5.895 mdpl) pada 24 Mei 2015 dan Gunung Aconcagua dengan ketinggian 6.962 mdpl pada 1 Febuari 2016.

    Menurut Fransiska, untuk pendakian kali ini, mereka telah mempersiapkan diri selama kurang lebih delapan bulan. Diantaranya memantapkan fisik, salah satunya menerapkan latihan wimhoff yaitu metode untuk bisa menahan dingin dengan berlatih nafas.

    “Pada awalnya kami harus berendam di dalam kolam yang diisi balok es. Kemudian kami harus bertahan di kolam itu dan harus bisa mengubah suhu yang dingin menjadi tidak dingin bagi tubuh kami,” kata Fransiska, Senin, 19/12/2016 di kampus Unpar.

    Selain itu, kata Fransisika, mereka juga menyiapkan logistik. Kali ini logistik yang disiapkan lebih lengkap dari empat gunung sebelumnya, karena kondisinya sangat dingin. Diantaranya mereka menambah semacam baju astronot yang mengandung bulu angsa.

    “Di gunung ini juga pertama kali kami membawa barang dengan cara ditarik. Jadi kami juga melatih menarik ban dengan tali untuk memperkuat pinggang kami,” jelasnya.

    Selanjutnya Mathilda menambahkan, untuk mempersiapkan fisik mereka juga memusatkan latihan pada lari dan latihan beban. Mereka lari mulai dari trek datar, naik dan turun, serta lari dengan medan yang curam. Sementara untuk latihan beban mereka membawa ransel di pundak dengan berat 20 – 30 Kg.

    tim Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU) mencapai Uhuru Peak. Dok Mahitala Unpar
    tim Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU) mencapai Uhuru Peak. Dok Mahitala Unpar

    “Untuk latihan beban ada dua, yaitu naik turun tangga di kampus dengan beban 20-30 Kg dan ke Puncak Punclut. Selebihnya mereka melakukannya di Bromi dan Gede Pangrango,” ungkap Mathilda.

    Mathilda mengungkapkan, saat ini semua persiapan sudah mereka lakukan. Selebihnya mereka meminta dukungan seluruh teman-teman agar mereka diberikan kekuatan untuk menghadapi tantangan dan berhasil membawa bendera Indoensia di puncak tertinggi benua Antartika.

    “Dan kami menjadi perempuan pertama yang menancapkan bendera di Benua Antartika dan kami pulang ke tanah air dengan selamat,” kata Mathilda.

    Pandakian Tanpa Dian Indah Carolina

    Pada pendakian di Gunung Vinson Massif kali ini, Dian Indah Carolina (21), salah satu mahasiwi yang ikut dalam ekspedisi pendakian empat gunung sebelumnya tidak bisa melanjutkan ekspedisi. Ia masih dalam masa pemulihan kesehatan dari pendakian Aconcaqua.

    Menurut Frasiska, kondisi karol sekarang dia sudah berkegiatan sehari-hari setelah mengalami sakit dalam pendakian ke Gunung Aconcagua. Namun ia masih harus kontrol ke dokter selama dua tahun.

    “Secara garis besar, ia tidak banyak terganggu, tapi dia tidak boleh mendaki gunung di luar habitat manusia biasanya,” ungkap Fransiska.

    Namun menurutnya, semenjak Carolina sudah tidak bisa melanjutkan pendakian, pembagian tugas dilimpahkan kepada mereka berdua. Sebelumnya Carolina ditugaskan sebagai dokumenter utama. Sekarang tugas tersebut sebagai dokumentarot utama ditugaskan kepada Mathilda.

    “Tanpa Carolina berpengaruh pada pembagian tugas, kami sekarnag logistik kami bagi dua. Namun seiring waktu berjalan kami sudah membiasakan. Kami berharap di gunung kelima ini kemi bisa menjalankannya seperti pada gunung sebelumnya,” ungkap Fransiska.

    Pendakian Vinson Massif mendekatkan langkah menuju Seven Summit

    Pendakian tim Wissemu ke Gunung Vinson Massif semkain mendakatkan tim pada misi menancapkan merah putih di puncak tujuh gunung tertinggi di tujuh lempeng benua (seven summits). Setelah Gunung Vinson Massif di lempeng Antartika, tim Wissemu akan melanjutkan ekspedisi ke Gunung Denali dengan ketinggian 6.190 mdpl di Alaska yang mewakili Lempeng Amerika Utara dan Gunung Everest dengan ketinggian 8.848 mdpl yang mewakili Lempeng Asia.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here