More

    Menyelesaikan Studi S3 Sembari Memperkaya Pengalaman dan Prestasi

    AUSTRALIA PLUS
    Tri Mulyani Sunarharum

    Menjelang penghujung tahun 2016, saya kembali merefleksikan segenap peristiwa yang saya alami dan pengalaman yang saya dapatkan, khususnya sejak saya memulai studi di Australia hingga meraih gelar Doktor dari Queensland University of Technology (QUT).

    Tri Mulyani Sunarharum sebelum upacara wisuda menjadi doktor di QUT. Foto : Dokumentasi Pribadi
    Tri Mulyani Sunarharum sebelum upacara wisuda menjadi doktor di QUT. Foto : Dokumentasi Pribadi

    Hingga saat ini masih terasa euphoria dari salah satu peristiwa bersejarah dalam hidup saya, yaitu bisa menghadiri wisuda sebagai Doctor of Philosophy bersama orang tua dan keluarga tercinta di Brisbane.

    - Advertisement -

    Wisuda tersebut merupakan hari yang sangat bermakna bagi saya, terutama karena saya ‘loncat’ jenjang dari S2 ke S3 sehingga tidak mengalami wisuda S2 sebelumnya.

    Kebetulan pada hari yang sama, kakak pertama saya, Wenny Bekti Sunarharum, juga diwisuda sebagai Doktor dari University of Queensland.

    Ah..betapa bersyukur dan terharu saya melihat senyum bahagia keluarga, terutama kedua orang tua saya yang menyaksikan kedua putrinya diwisuda sebagai Doktor.

    Rasa syukur dan haru itu mengingatkan akan perjalanan saya yang cukup berliku-liku namun penuh warna dan sangat memorable.

    Berawal dari kurangnya kompetensi Bahasa Inggris yang mengharuskan saya menempuh kursus dan tes IELTS berkali-kali, hingga akhirnya bisa mendapat letter of acceptance (LoA) dari beberapa Universitas di luar negeri, serta mendapat Beasiswa Unggulan.

    Saya bersyukur bisa mendapatkan Beasiswa Unggulan untuk menempuh Master by Research di bidang Perencanaan Wilayah dan Kota di QUT pada pertengahan tahun 2012.

    Saat itu, saya mendapatkan Beasiswa Unggulan dari DIKTI, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Saya mendapat beasiswa sebagai angkatan pertama di tahun 2011 namun berangkat ke Australia pada awal tahun 2012.

    Beasiswa Unggulan saat itu merupakan beasiswa yang diperuntukkan calon dosen karena penerima beasiswa ini nantinya dihimbau untuk kembali mengabdi menjadi dosen di instansi pendidikan di Indonesia.

    Sebelumnya, saya mendapat LoA dari Kyoto University dan University of Queensland.

    Saya tidak jadi masuk Kyoto University karena pihak DIKTI kala itu tidak mengijinkan saya berangkat sehubungan dengan masih adanya keharusan mengikuti ujian masuk program Master.

    Sedangkan UQ pada saat itu tidak memberikan beasiswa untuk kursus Bahasa Inggris padahal score IELTS saya sebenarnya masih kurang 0,5 point.

    Akhirnya, saya memilih menerima tawaran untuk masuk program Master di QUT dan mendapatkan beasiswa dari QUT International College untuk kursus Bahasa Inggris tepat sebelum memulai studi.

    Sejak awal studi, saya memaknai bahwa kesempatan studi di luar negeri adalah suatu hal yang sangat berharga bagi saya.

    Oleh karena itu, saya ingin mengusahakan yang terbaik untuk dapat menyelesaikan studi sambil menggali potensi dan memperkaya pengalaman. Saya pun ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk bisa lebih berkontribusi untuk bangsa Indonesia.

    Pada prakteknya, selama studi saya juga aktif berorganisasi dan mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan non-akademik yang dapat mengembangkan potensi saya.

    Saya sangat sadar bahwa belajar itu bisa dalam bentuk apa saja dan tidak terbatas pada kemampuan akademik saja.

    Pada awal semester kedua, kedua pembimbing menyarankan saya untuk meng-upgrade jenjang studi ke level S3. Konsekuensinya adalah merubah proposal penelitian sehingga sesuai dengan level S3.

    Akhirnya, pada akhir tahun 2013, saya menempuh articulation seminar yang diuji oleh empat orang panelis sehingga dinyatakan lulus secara resmi dan bisa lanjut S3.

    Secara otomatis, studi S2 saya dianulir dan di-upgrade ke jenjang PhD. Setelah itu, saya sempat mendapatkan kesulitan karena ternyata beasiswa saya dari DIKTI tidak bisa di-upgrade juga.

    Disaat yang hampir bersamaan, keluarga saya di Malang mendapatkan musibah kebakaran.

    Namun, saya sangat bersyukur karena pada akhirnya saya bisa mendapatkan beasiswa bebas SPP dari kampus saya setelah menegosiasikannya dengan pihak QUT.

    Sejak saat itu, sembari belajar saya pun mendapat kesempatan bekerja paruh waktu, mulai dari menjadi asisten staf pengajar di kampus, guru les privat untuk mahasiswa dan anak SMP hingga menjadi petugas kebersihan hotel, penyebar brosur/flyer, make-up artist, jasa potong rambut dan pramusaji restoran.

    Semua saya lakukan untuk menambah pemasukan untuk biaya hidup karena tidak ada beasiswa.

    Saya tidak malu karena pekerjaan tersebut halal dan lagipula sejak kecil saya terbiasa membantu orang tua saya bekerja.

    Tri Mulyani Sunarharum menerima penghargaan sebagai Student Leader of the Year 2015 dari Queensland University of Technology. Foto: Dokumentasi Pribadi
    Tri Mulyani Sunarharum menerima penghargaan sebagai Student Leader of the Year 2015 dari Queensland University of Technology. Foto: Dokumentasi Pribadi

    Selalu ada jalan untuk mencapai sesuatu
    Saya selalu yakin bahwa pasti ada jalan bila kita mau mengusahakannya dan mendoakannya.. when there is a will, there is a way.

    Tidak disangka, pada awal tahun 2015 saya akhirnya mendapat Postgraduate Research Award dari QUT, yang memberikan saya biaya hidup hingga saya selesai sidang Disertasi di awal tahun 2016. Alhamdulillah.

    Selama menempuh studi saya sempat mempresentasikan makalah penelitian saya di beberapa konferensi internasional di Australia, Inggris, Indonesia, dan New Zealand.

    Pada tahun 2014, saya mendapat beasiswa untuk mengikuti Residential Doctoral School yang terinkorporasi dengan Konferensi Internasional dari ANDROID Disaster Resilience Network, the United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR) dan beberapa institusi internasional lainnya, di Salford Quays, Inggris.

    Dua tahun kemudian, di tahun 2016, saya berkesempatan menjadi Panelis ANDROID Doctoral School yang diselenggarakan oleh organisasi dan institusi yang sama di Auckland, New Zealand.

    Saya juga sempat menjadi reviewer dari International Journal of Disaster Resilience in the Built Environment serta reviewer dari Olympiade Karya Tulis Inovatif (OKTI) 2015 yang diadakan oleh PPI Perancis.

    Meskipun sibuk mengerjakan penelitian dan bekerja paruh waktu, saya tetap aktif dalam kegiatan keorganisasian.

    Pada akhir bulan November 2014, saya berkesempatan menjadi Tim Pendukung Indonesia untuk G20 Summit dan mengikuti Global Cafe G20 Youth Forum di Brisbane.

    Pada tahun 2016, saya juga mendapat kesempatan menjadi Welfare Officer Ambassador untuk program leadership training Australia Awards di Brisbane dan Sydney. Disamping itu, ada 14 organisasi yang saya ikuti selama studi di Australia.

    Saya juga aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler sebagai penyeimbang keharmonisan daya pikir sekaligus untuk menekan kejenuhan/stress dalam belajar.

    Talenta dan hobi dalam bidang seni telah membawa saya tidak hanya menjadi pengurus inti, namun juga pelatih sekaligus penari dari QUT iStage.

    Saya juga sempat menjadi vokalis Buaya Keroncong Brisbane (BKB), sebuah band music keroncong di Brisbane.

    Saya pun sering tampil menyanyi dan menari di berbagai multi-kultural festival dan festival internasional di Queensland.

    Karena keaktifan berorganisasi; karena kontribusi kepada komunitas QUT, komunitas Indonesia, dan komunitas internasional; serta karena performa akademik yang juga bagus; akhirnya saya memenangkan penghargaan sebagai Student Leader of The Year 2015.

    Mahasiswa terbaik
    Kali itu, pertama kalinya dalam 10 tahun penghargaan prestisius ini dimenangkan oleh mahasiswa PhD dan mahasiswa internasional yang sekaligus orang Indonesia.

    Sangat bersyukur dan bangga sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Prestasi yang sempat terukir dalam sejarah hidup saya ternyata masih berlanjut.

    Di pertengahan tahun 2016, saya bersama Jane Ahlstrand menjadi pemeran utama dalam film pendek “Behind the Mask” yang mendapat Special Mention Award by the Judges dalam Australia Indonesia Short Film Festival 2016; yang melibatkan juri terkenal seperti Mira Lesmana dan Riri Riza.

    Kemudian, di bulan Oktober 2016 saya terpilih menjadi Miss Indonesia Diaspora 2016 dan mendapatkan banyak pengalaman baru yang berharga. Semua capaian ini benar-benar saya maknai sebagai anugerah sekaligus amanah dari-Nya.

    Sepulang dari Australia, saya akan memanfaatkan peluang untuk menjadi Dosen di almamater saya yaitu Universitas Brawijaya Malang, yang sebelumnya sempat ditawarkan oleh Dekan dan Rektor.

    Selain menjadi tenaga pengajar, nanti saya ingin tetap berusaha aktif menjadi peneliti dan berkolaborasi dengan instansi pendidikan lain di dalam dan luar negeri.

    Setelah ini, saya berharap dapat lebih berkontribusi tidak hanya di bidang pendidikan melainkan juga bidang sosial, terutama bagi daerah-daerah tertinggal di Indonesia seperti daerah Indonesia bagian timur.

    Saya berharap semoga pengalaman-pengalaman berharga tersebut bisa terus menjadi penyemangat saya pribadi dan bahkan mungkin orang lain untuk turut mengharumkan nama Bangsa Indonesia dimanapun berada.

    Saya pun mengajak teman-teman generasi penerus bangsa untuk turut andil dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui pendidikan. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, “kemajuan suatu bangsa terletak pada pendidikan dan generasi bangsa itu sendiri”.

    Sedangkan pendidikan yang dimaksudkan bisa juga meliputi pendidikan non-formal yang mengasah keterampilan, soft skill, dan talenta.

    Baru-baru ini, saya sempat mengikuti kursus menjadi Barista. Ini juga saya pandang sebagai upaya mengasah keterampilan saya, yang barangkali dapat berguna untuk membukakan peluang bisnis di kemudian hari.

    “Kita belum hidup di bawah bulan purnama. Kita masih hidup di musim pancaroba. Jadi, tetaplah bersemangat elang Rajawali!, begitulah ajakan Bung Karno”.

    Jadi, mari semangat berjuang dan belajar dengan memanfaatkan peluang yang ada, karena kita semua lah elang Rajawali tersebut. Ya..belajar dan berjuang agar kita bisa memberikan manfaat tidak hanya pada diri sendiri dan keluarga, melainkan juga untuk Bangsa Indonesia dan bahkan dunia.

    Semoga Tuhan memberikan bimbingan dan berkah-Nya. []

    * Tri Mulyani Sunarharum baru saja menyelesaikan pendidikan doktoral di Queensland University of Technology (QUT).

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here