More

    Mendekonstruksi Sangkuriang di Ruang Perpustakaan

    Kelompok Teater Creamer Box pentaskan “Legenda Sangkuriang Sangkuriang” di Perpustakaan Ajip Rosidi, Bandung, Rabu (26/04/2017). FOTO : IMAN HERDIANA

    “Legenda Sangkuriang Dekontruksi” demikian judul lakon yang dimainkan di Perpustakaan Ajip Rosidi, Rabu (26/04/2017). Lakon ini disutradarai seniman jebolan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (kini ISBI) Bandung, Bob Teguh.

    Sekitar pukul 19.50 WIB, lampu di lantai tiga perpustakaan dimatikan. Kemudian lampu biru, merah, hijau panggung menyala. Di tengah ruangan, panggung 1,5×2 meter dipasang dikelilingi kelambu dan kursi penonton.

    Tiga sosok bergerak ganjil di atas panggung sederhana itu. Mereka memerankan tokoh Sangkuriang (diperankan Oddoy), anjing bernama si Tumang (diperankan Dadang Atmo), dan Dayang Sumbi (Wikky Riot).

    - Advertisement -

    Lakon mengalir di antara alunan seruling, kecapi, karinding dari kelompok musik Kolenang. Para pemain memvisualisasikan adegang demi adegan dengan gerak teatrikal yang menguras tenaga.

    Misalnya, adegan menenun Dayang Sumbi dilakukan di atas punggung salah satu pemain. Tiba-tiba alat tenun Dayang Sumbi jatuh. “Barang siapa yang mau mengambilnya, akan kujadikan suami.”

    Alat pindai benang yang jatuh itu kemudian diambil si Tumang. Dayang Sumbi terkejut, tapi tak bisa menarik ucapannya. Seorang dewi keturunan bidadari pantang menjilat ludah sendiri.

    Dia pun menikah dengan si Tumang. Hingga lahirlah Sangkuriang. Di usia yang ketujuh, Sangkuriang disuruh ibunya mencari daging dari hewan buruan. Saat perburuan itulah Sangkuriang khilaf membunuh si Tumang yang tidak lain bapaknya.

    Dayang Sumbi marah, ia memukul kepala Sangkuriang. Tak hanya itu, Sangkuriang pun diusir. Selama berkelana, Sangkuriang menyerap berbagai macam kesaktian.

    Adegan itu pun disajikan dengan gaya teatrikal, seorang pemain berjongkok, sementara pemain lainnya berputar-putar di atas panggung.

    Sangkuriang yang sudah dewasa akhirnya kembali ke hutan tempatnya dilahirkan dan jatuh cinta pada putri cantik yang tidak lain Dayang Sumbi. Sangkuriang ingin mengawini sang ibu.
    Daya Sumbi pun minta dibuatkan telaga di puncak gunung plus perahu layar dalam semalam, sebelum ayam berkokok. Sangkuriang tak sanggup memenuhi permintaan itu.

    Tapi ia tetap mencintai ibunya. “Aku tak peduli, kau harus jadi istriku. Ke ujung dunia kau lari aku akan mengejarmu,” teriak Sangkuriang.

    Dayang Sumbi menangis dan berteriak histeris. “Sangkuriang aku adalah ibumu.”

    Bob Teguh, sang sutradara, mengatakan dekontruksi dilakukan terhadap naskah asli legenda terjadinya Gunung Tangkubanparahu yang masyur itu.

    “Dekontruksi kita coba persepsi ulang sehingga fokus tidak pada persoalan incest yang selama ini lebih dikenal seperti cerita Oedipus,” kata Bob Teguh, kepada KabarKampus, usai pertunjukan.

    Creamer Box, kata dia, ingin menonjolkan eksistensi dari para tokoh. Para tokoh sendiri sebagai simbol atau metafora yang sangat ketat. Misalanya, si Tumang bisa ditafsirkan sebagai lelaki simpanan, lalu Sangkuriang simbol dari asamara.

    “Masing-masing punya nilai, tidak serumit yang banyak orang pikirkan. Banyak simbol yang dimainkan dari naskah aslinya,” terangnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here