More

    Biaya Kuliah di Australia Dirombak, Biaya untuk Beberapa Jurusan Naik Dua Kali Lipat

    ABC AUSTRALIA

    Amelie Aiko Loof, siswa di Our Lady of Mercy College Parramatta, tadinya berencana belajar dan bepergian ke luar negeri setelah lulus kelas 12, tetapi pandemi coronavirus mengubah rencananya. Dia akhirnya mendaftar ke Fakultas Kedokteran untuk tahun depan. Foto diambil pada 18 Juni 2020. (ABC News: Chris Taylor)

    Biaya kuliah di sejumlah bidang ilmu humaniora di universitas Australia akan naik berlipat ganda, namun biaya beberapa jurusan “yang relevan dengan pekerjaan yang dibutuhkan” malah akan dipotong.

    Pemerintah Australia telah mengumumkan perombakan biaya dan anggaran pendidikan tinggi, hari Jumat (19/06).

    - Advertisement -

    Menteri Pendidikan Australia, Dan Tehan juga mengumumkan 39.000 tambahan mahasiswa lokal Australia yang akan didanai Pemerintah Australia di tahun 2023.

    Angka permintaan untuk tahun ajaran 2021 sudah melonjak, dengan perkiraan yang datang dari 20.000 siswa kelas 12, yang biasanya menunda masuk universitas karena memanfaatkan jeda tahun ajaran setelah lulus SMA, atau ‘Gap Year’.

    Kini mereka memilih untuk melanjutkan ke bangku kuliah, karena ancaman pengangguran akibat pasar kerja yang buruk serta masih tertutupnya perbatasan Australia.

    “Kami menghadapi tantangan ketenagakerjaan terbesar sejak era Depresi Hebat,” kata Menteri Pendidikan Dan Tehan di National Press Club hari ini.

    “Dampak terbesar akan dirasakan oleh kaum muda Australia. Mereka mengandalkan kami untuk memberi mereka kesempatan agar bisa berhasil dalam pekerjaan di masa depan,” tambahnya.

    Ilmu humaniora sama mahalnya dengan kedokteran

    Pemerintah Australia kini mengambil strategi dengan menurunkan biaya kuliah untuk bidang ilmu dari industri yang diyakini akan mendorong pertumbuhan pekerjaan.

    Jurusan seperti Keperawatan, Psikologi, Bahasa Inggris, Bahasa, Edukasi, Agrikultur, Matematika, Sains, Kesehatan, Ilmu Lingkungan dan Arsitektur akan lebih murah.

    Pemerintah Australia akan meningkatkan bantuannya kepada biaya kuliah di jurusan-jurusan tersebut, sehingga mahasiswa lokal bisa hanya membayar antara AU$3.700 dan AU$7.700 per tahun.

    Namun, siswa yang mendaftar untuk belajar Ilmu Hukum dan Perdagangan akan dikenakan biaya 28 persen lebih mahal.

    Untuk Ilmu Humaniora, biayanya bisa menjadi dua kali lipat lebih mahal, bahkan dengan harga tertinggi yakni A$14.500 per tahun, sama seperti halnya Ilmu Hukum dan Perdagangan.

    Perubahan biaya kuliah ini akan menambah kritikan kepada sejumlah universitas di Australia, yang sebelumnya banyak dikritik karena terlalu mengejar sisi bisnisnya.

    “Mahasiswa akan punya pilihan,” kata Dan Tehan, Menteri Pendidikan Australia.

    “Mereka akan membayar lebih murah jika mereka memilih gelar yang memiliki pertumbuhan kesempatan kerja.”

    Bertujuan untuk meningkatkan peluang kerja

    Pemerintah Australia mengatakan prioritasnya telah ditentukan oleh pemodelan sebelum pandemi COVID-19 yang menunjukkan akan ada pertumbuhan lapangan kerja hingga 62 persen untuk bidang Keperawatan, Sains dan Teknologi, Pendidikan dan Konstruksi.

    Kebijakan merombak biaya ini bertujuan untuk meningkatkan pekerjaan lulusan universitas sebesar 72,2 persen, lebih rendah daripada lulusan sekolah kejuruan, sebesar 78 persen.

    Mahasiswa kedokteran, kedokteran hewan, atau perawat tidak akan melihat perubahan dalam biaya pendidikan mereka, yaitu sekitar AU$11.300 per tahun.

    Perubahan biaya kuliah ini tidak akan mempengaruhi siswa yang saat ini sudah menjalani pendidikannya, ujar Pemerintah Australia.

    Namun, mahasiswa yang berkuliah di jurusan yang harganya turun akan dapat mengambil keuntungan dari pengurangan biaya tersebut mulai tahun depan.

    ‘Universitas bukan pabrik pekerjaan’

    Serikat Mahasiswa Nasional Australia (NUS) mengatakan biaya yang lebih rendah akan memberikan “peluang positif” kepada beberapa mahasiswa, tetapi dengan mengorbankan ratusan ribu lain mahasiswa lain yang gelarnya tidak dianggap “layak”.

    “Universitas bukan pabrik pekerjaan, sehingga upaya menyesuaikan biaya … akan merugikan sektor pendidikan, saat kami sudah rugi miliaran dolar dan pemotongan ratusan staf,” kata serikat pekerja dalam sebuah pernyataan.

    “Kami membutuhkan dana, bukan menyerang mahasiswa.”

    “Menjadi mahasiswa seharusnya bukan hukuman utang, tetapi Pemerintah malah memaksa para pekerja di masa depan untuk menjadi budak utang seumur hidupnya.”

    Presiden Serikat Pendidikan Tersier Nasional (NTEU), Alison Barnes mengatakan “mengeksploitasi mahasiswa” tidak akan memperbaiki “krisis pendanaan kuliah”.

    “Dan Tehan memberi tahu mahasiswa yang mempelajari ilmu humaniora, hukum, dan perdagangan bahwa mereka harus mendanai biaya pandemi. Ini tidak masuk akal.”

    Lembaga Universities Australia telah dihubungi ABC untuk memberikan komentar.

    Susan Forde, dari jurusan jurnalisme Griffith University, adalah di antara sejumlah akademisi menyebut kebijakan perombakan biaya ini sebagai “pukulan bagi kemanusiaan, ketika kita harus memahami dunia lebih dari sebelumnya”.

    Tetapi Catherine Friday, dari bidang pendidikan di firma akuntansi global ‘Ernst and Young’ mengatakan perubahan biaya kuliah akan baik untuk ekonomi dan pekerjaan.

    “Karena pendidikan publik menghasilkan baik produk privat dan publik, ada dorongan kuat di sini untuk memaksimalkan keduanya. Salah satunya dengan memperkecil pendaftaran pendidikan tinggi seperti Ilmu Hukum, di mana permintaan jumlah pengacara tidak tumbuh dan tidak pernah mendekati laju jumlah sarjana hukum setiap tahun, “katanya.

    Pendaftar universitas naik dua kali lipat

    Di tengah pandemi virus corona, kekhawatiran pelajar bertambah lagi karena apakah mereka akan bisa mendapat tempat di universitas tahun depan.

    Siswa kelas 12 di Sydney Barat, Amelie Aiko Loof bermimpi menjadi dokter kandungan.

    Tertarik mendalami ilmu tubuh manusia dan termotivasi untuk membantu perempuan hamil, Amelie sudah tahu pilihan universitasnya.

    Meski biaya kuliah ilmu kedokteran tidak naik, tapi ia terpaksa harus menunda keinginan lainnya untuk keluar negeri.

    “Saya tadinya berharap bisa belajar di Jerman. Tetapi sebelumnya, saya juga berencana berjalan-jalan selama beberapa bulan melihat dunia. Mungkin ke Eropa dan Amerika juga,” katanya.

    Tapi Amelie sekarang akhirnya mendaftar untuk belajar kedokteran di University of Sydney.

    Setidaknya puluhan teman-temannya juga mengalami permasalahan yang sama.

    Di beberapa negara bagian, aplikasi pendaftaran masuk universitas sudah dua kali lipat dari biasanya.

    “Saya pikir akan ada lebih banyak kompetisi dari biasanya untuk masuk ke jurusan yang diinginkan orang,” kata Amelie.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here