Oleh: Rizky Renanda Rahadian*
DKI Jakarta adalah salah satu kota destinasi wisata di Indonesia mengingat statusnya sebagai ibu kota negara Indonesia. Berbondong-bondong warga dari seluruh penjuru nusantara datang berkunjung ke kota tersebut. Pesonanya bahkan tidak hanya mengundang kagum wisatawan lokal tetapi juga turis mancanegara. Hal ini tentunya membuat Jakarta sering terkendala dengan kemacetan parah. Jumlah kendaraan yang kian banyak memadati jalanan ibu kota membuat para pengendara jenuh dan mengundang kecelakaan lalu lintas. Meski demikian, hal ini tidak menjadi permasalahan yang signifikan bagi gubernur DKI Jakarta dan juga pemerintah kota di seluruh Jakarta, karena pemerintah telah menyiapkan alternatif bagi masyarakat agar dapat berkeliling kota Jakarta dengan sangat mudah, terhindar dari kemacetan, dan harga yang tentu saja bersahabat. Apa solusi yang sebenarnya diberikan oleh pemerintah Jakarta kepada masyarakat?
Jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah tentu saja integrasi transportasi umum. Kini di Jakarta terdapat sebuah program yang bernama Jak Lingko. Jak Lingko adalah sebuah sistem integrasi transportasi publik yang melibatkan tidak hanya bus TransJakarta tetapi juga moda transportasi lain seperti KRL Commuter Line, kereta MRT, dan kereta LRT bersama dengan kendaraan umum lain yang berskala lebih kecil, seperti MikroTrans Jakarta. Program integrasi ini telah berjalan dari tahun 2018 dan masih akan terus berkembang seiring dengan pembangunan infrastruktur yang ada di Jakarta. Tidak dapat kita pungkiri bahwa dengan adanya integrasi ini, Jakarta mampu menjadi contoh bagi pembangunan transportasi publik yang mampu menghilangkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi.
Salah satu keuntungan yang menjadi daya tarik utama masyarakat menggunakan transportasi umum di Jakarta dengan sistem Jak Lingko adalah harga yang sangat terjangkau dengan rute yang sangat panjang hingga mencapai 208 kilometer. Sebagai buktinya, harga untuk naik TransJakarta hanya 3,500 rupiah untuk sekali perjalanan bahkan hanya 2,000 rupiah pada pukul 05.00-07.00. Kemudahan lain yang dirasakan adalah kini sudah tidak perlu menggunakan uang tunai tetapi memanfaatkan kartu elektronik yang memiliki saldo uang digital dan bisa diisi di Halte-halte TransJakarta, Stasiun MRT, Stasiun LRT, dan juga Stasiun KRL. Kartu elektronik ini memang tidak disediakan langsung, tetapi masyarakat dapat membelinya di Indomaret ataupun Bank BUMN dan BUMD yang menyediakan, seperti BRI, BNI, dan Mandiri, serta kartu Jak-Lingko yang diterbitkan oleh Bank DKI. Untuk pemotongan biaya, masyarakat hanya akan dipotong saldonya ketika mereka Tap-Out atau keluar dari halte maupun stasiun destinasi mereka.
Tarif serupa juga digunakan untuk masyarakat pengguna KRL Commuter Line dengan harga 3,000 rupiah untuk 10 kilometer pertama dan kenaikan sebesar 1,000 rupiah untuk 10 kilometer berikutnya dan seterusnya. Sedangkan untuk LRT Jakarta, tarif seharga 5,000 rupiah berlaku untuk penggunaan jauh dan dekat. Lalu bagi pengguna MRT, tarif yang digunakan bervariasi dari seharga 3,000 rupiah hingga 14,000 rupiah tergantung pada stasiun ketika pertama kali naik dan jarak dengan stasiun ketika keluar. Beragam kemudahan baik dari segi akses, ketersediaan layanan, dan juga harga yang terjangkau membuat warga Jakarta maupun wisatawan baik domestik dan internasional lebih memilih untuk menggunakan transportasi umum dan mengurai kemacetan di ibu kota.
Tarif serupa juga digunakan untuk masyarakat pengguna KRL Commuter Line dengan harga 3,000 rupiah untuk 10 kilometer pertama dan kenaikan sebesar 1,000 rupiah untuk 10 kilometer berikutnya dan seterusnya. Sedangkan untuk LRT Jakarta, tarif seharga 5,000 rupiah berlaku untuk penggunaan jauh dan dekat. Lalu bagi pengguna MRT, tarif yang digunakan bervariasi dari seharga 3,000 rupiah hingga 14,000 rupiah tergantung pada stasiun ketika pertama kali naik dan jarak dengan stasiun ketika keluar. Beragam kemudahan baik dari segi akses, ketersediaan layanan, dan juga harga yang terjangkau membuat warga Jakarta maupun wisatawan baik domestik dan internasional lebih memilih untuk menggunakan transportasi umum dan mengurai kemacetan di ibu kota.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN VETERAN Jawa Timur di bawah bimbingan Dosen Resa Rasyidah, S. Hub. Int., M. Hub. Int. dan Praja Firdaus Nuryananda, S. Hub. Int., M. Hub. Int.