Pengaruh Tingkat Korupsi Terhadap Iklim Investasi
Transparecny International Indonesia (TII) merilis pada 11 Februari 2025, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia atau Corruption Perception Index (CPI) pada tahun 2024 mendapat skor 37/100 dan berada di peringkat 99 dari total 180 negara. Kendati angka ini naik tiga strip dari tahun sebelumnya CPI Indonesia masih kalah dari Singapura (83/100), Malaysia (47/100), dan Vienam (42/100). Anggapan mengenai Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi terburuk di ASEAN belum sirna.
Apakah tingkat korupsi ini berpengaruh pada iklim investasi di Indonesia? Apakah korupsi menjadi hantu yang membuat para investor enggan datang ke bumi pertiwi?
Menengok banjir di wilayah Jabodetabek, kita perlu menilik dua persoalan yang jarang diulas, yakni Jakarta dan Jawa Barat sebagai tolak ukur iklim investasi di Indonesia. Jakarta adalah provinsi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar di Indonesia. Sementara Jawa Barat menduduki peringkat ketiga dalam taraf pendapatan PDRB. Dua Provinsi ini signifikan dalam sosio-ekonomi Indonesia.
Dengan tata kelola yang semrawut dan terdeforestasi wilayah ini semakin rentan terhadap bencana sosial maupun alam dan tidak menjamin keamanan perputaran ekonomi yang stabil. Faktor-faktor ini dapat memicu undertrust. Tingkat kepercayaan yang minim dari mitra investasi.
Untuk itu pemerintah Indonesia dapat memberikan solusi konkret agar tingkat korupsi makin tahun makin menurun. Serta makin memantapkan prasyarat agar investasi dapat makin meningkat di Indonesia seperti memangkas birokrasi yang rumit, memberikan kepastian hukum, dan memperkuat pembangunan kualitas manusia Indonesia.
*Penulis Mikhail Adam, periset muda, pegiat urban farming, dan pegiat literasi.
Mantap tulisan berbasis data, menandakan bahwa apa yang disajikan benar benar melalui proses cek dan ricek yang dapat dipertanggungjawabkan.
Memberikan pencerahan dan edukasi bahwa bila sesuatu tidak ditangani secara benar akan merugikan juga bencana.
Tapi sayang, tulisan sedikit tereduksi dengan “prolog” yang mengangkat korupsi minyak mentah ‘oplos’ BBM.
Bila sedikit saja, mengambil pendekatan dari sisi “pertamina” khususnya pada Laboratorium, mungkin akan didapat data pembanding, yang dimaksudkan untuk menjaga objektifitas dalam menyajikan ulasan