Koperasi Merah Putih: Koperasi Baru atau Revitalisasi?

MODEL KOPERASI MERAH PUTIH

Koperasi Merah Putih merupakan angin segar perubahan sistem ekonomi nasional, yang selama ini mengabaikan keberpihakan pada potensi ekonomi rakyat. Pertanyaannya “Apakah sistem ini akan berjalan baik jika semua stakeholder negara (eksekutif-legislatif-yudikatif dan masyarakat) tidak berangkat dari fundamental yang sama?” Kita sudah sebutkan bahwa fundamental dimaksud adalah fundamental moralitas dan fundamental politik (kemanusiaan, persatuan, demokrasi kerakyatan dan keadilan sosial).

Lalu “Bagaimana model dari koperasi merah putih?” Menteri Koperasi, memang belum memiliki kejelasan konsepnya, karena Menteri baru menyebutkan tiga model pembentukannya, yakni (1) membangun koperasi baru; (2) merevitalisasi koperasi yang sudah ada, dan (3) membangun dan mengembangkan. Sehingga, kita masih membutuhkan waktu untuk wait and see, mengingat koperasi ini akan mirip dengan sistem koperasi unit desa (KUD) era Soeharto atau memang memiliki kekhasan tertentu.

- Advertisement -

Dari ketiga model yang ditawarkan ini, model ke (2) dan ke (3) yang akan melakukan revitalisasi koperasi dan membangun dan mengembangkan koperasi yang ada, tidak akan menimbulkan reaksi di grassroot (desa). Lalu, bagaimana dengan model ke (1), yang akan membangun koperasi baru. Yakin, bukan menawarkan solusi dan akan kontaproduktif dengan badan hukum Badan Usaha Milik Desa (BumDes). 

Mengapa? Kita tahu sejarah perkoperasian Indonesia yang dibangun dengan model Top-Down bukanlah menyelesaikan permasalahan. Akibatnya, akan lahir koperasi-koperasi baru yang tidak memiliki ruh dan asaz dasar perkoperasian, yang menjadi nilai dan prinsip dasarnya yang dibangun dengan semangat Bottom-Up. Ada, banyak pengalaman model top-down, akan melahirkan pemborosan ekonomi, korupsi, penyalahgunaan anggaran dan tentu koperasi yang sifatnya musiman. Koperasi yang akan bertahan, apabila pemerintahan masih support permodalannya dan akan ada selama pemerintah itu berkuasa. Ingat KUT harus berbadan hukum koperasi, era sebelumnya. 

Atau ingat ratusan ribu koperasi tenggelam, paska lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan. Jadi, apakah bijak modelnya akan dibentuk mirip KUD, saya mengkhawatirkan metode ini akan mudah tenggelam, jika pemerintah berganti atau tidak support lagi. Mengapa? Kita tahu mentalitas orang Indonesia, adalah mentalitas feodal yang sangat tergantung pada supporting negara baukan pada kesadaran kolektif masyarakat. Top-down sistem pola KUD, tentu fondasinya akan sangat rapuh dan labil.  

Untuk itu, memahami koperasi hanya berdasarkan kekuatan permodalan berupa uang. Ini, adalah kesesatan pemahaman dasar dari negara dalam berkoperasi. Koperasi itu, kekuatan dasarnya bukan semata modal berupa finansial, tetapi koperasi memiliki modal sosial yakni kolektifitas berdasarkan partisipasi anggota pada koperasi. Sehingga, kita mengenal koperasi itu mempunyai keunikan dan kekhasan, yakni dual identity. Identitas ganda, dimana anggota adalah pemilik saham sekaligus pengguna layanan jasa koperasi. Dual identity ini pula, menyebabkan di luar anggota koperasi tidak bisa mengakses permodalan dari unit simpan pinjamnya tanpa menjadi anggota terlebih dahulu.

Pemerintah tidak tepat, andaikan memilih  model “membangun koperasi baru“. Pilihan terbijak adalah pemerintah pembuat regulasi perkoperasian, melakukan revitalisasi yang ada dan membangun mengembangkannya, agar memiliki kemampuan daya saing. Edukasi perkoperasian, akan sangat krusial.

Pemerintah, harus ingat membunuh kelambanan perkembangan BUMDesa dengan mengganti Badan Hukum (BH) BUMDes dengan BH Koperasi secara top down. Mengingat, ada banyak BUMDes yang sudah berhasil dengan baik, dan dapat berpartisipasi aktif dalam mensejahterakan masyarakat desa. 

Pemerintah perlu lebih bijak dalam membuat kebijakan. Jangan reaktif-populis, tanpa melakukan kajian lebih mendalam melibatkan para ahli dan praktisi perkoperasian yang benar. Ahli dan praktisi koperasi yang memiliki pemahaman secara ideologis, terkait koperasi. Daripada, memaksakan sebuah kebijakan yang akan menimbulkan gejolak aksi reaksi dari tatanan yang telah ada, tentu lebih baik membenahi.

Jangan malu untuk mengadopsi perjalanan negara-negara lain, dalam membangun sistem perekonomian nasionalnya. Tiongkok, bisa jadi satu dari sekian negara yang dapat kita adopsi membangun tatanan perekonomian nasional berbasis kekuatan kolektif-partisipatif rakyatnya. Negara hadir sebagai penyusun regulasi fundamental dan strategis saja. Yang, sifatnya aplikasi biarkan masyarakat dan daerah yang mengimplementasikannya yang disesuaikan dengan konteks local-keunggulan kompetitif daerahnya. 

MENGADOPSI SISTEM EKONOMI TIONGKOK

Bersambung ke halaman selanjutnya –>

- Advertisement -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here