Para mahasiswa yang telah berpuasa selama tiga hari sebagai bentuk solidaritas terhadap aksi mogok makan yang dilakukan di Prancis untuk “keadilan di Palestina” juga turut ambil bagian dalam aksi tersebut. seorang mahasiswa berusia 21 tahun, Lisa Grailhe, mengatakan bahwa ia berpartisipasi dalam aksi solidaritas tersebut dan menyerukan penegakan hukum internasional.
Mengacu pada penghalangan Israel terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza. “Ini adalah bukti lebih lanjut bahwa Israel melakukan genosida di Gaza. Ini adalah keinginan untuk memusnahkan rakyat Palestina. Ini adalah pembersihan etnis.” kata Grailhe, seperti dikutip dari Realita Rakyat.
Sementara itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, meminta Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berhenti membuat warga Jalur Gaza menderita karena agresi pasukan negaranya. Macron menyampaikan permintaan itu saat berbincang via telepon dengan Netanyahu pada Selasa lalu.
Macron juga menekankan satu-satunya cara untuk membebaskan sandera Israel adalah gencatan senjata. Selain itu, ia menyerukan akses bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. “Cobaan berat yang dialami penduduk Gaza harus diakhiri,” kata Macron seperti dikutip dari AFP.
Lebih lanjut, ia menyampaikan ke Netanyahu bahwa pembebasan sandera dan demiliterisasi Hamas masih menjadi prioritas Prancis. Ia pun sempat beberapa kali menunjukkan dukungan ke Palestina. “Gencatan senjata, pembebasan sandera, bantuan kemanusiaan, dan akhirnya membuka kembali prospek solusi politik dua negara,” katanya.
Saat hadir di konferensi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Juni 2024, Macron menyarankan Prancis mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Dia juga berharap negara lain bisa mengikuti langkah Prancis dan menyarankan negara-negara yang tak mengakui Israel untuk melakukan langkah serupa. Setidaknya 51.300 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, dan lebih dari 117.090 orang terluka dalam genosida Israel sejak 7 Oktober 2023. Israel dan Hamas sempat sepakat gencatan senjata pada November dan Januari 2025. Namun pasukan Israel tetap terus melakukan serangan ke Gaza.






