Keluarga-keluarga di Tunisia lebih memilih menyimpan kurban di rumahnya masih-masing. Proses penyembelihan dilakukan oleh pihak keluarga. Sementara di Indonesia biasanya dibentuk panitia kurban untuk proses pengumpulan hewan, penyembelihan hingga pembagiannya untuk mereka yang berhak.
Tunisa dijuluki Tunis Mahrusah yang berarti Tunisia dilindungi, karena memiliki sejarah panjang banyak wali besar. Di pusat kota Tunis ada petilasan sufi besar Imam As-Syadzili pendiri tarekat Syadziliah. Nama wali lain yang terkenal adalah Sidi Bou Said.
Orang-orang mengenal Sidi Bou Said sebagai tempat wisata ikonik dengan deretan rumah-rumah berkelir putih dengan pintu dan jendelanya berwarna biru. Nama itu sebagai nisbah untuk Sidi Bou Said yang selama hidupnya dikenal sebagai sufi dermawan.
Warga Tunisia yang dikenal open minded begitu terbuka dengan warga pendatang, seperti Indonesia dengan berbagai latar belakang, dari mahasiswa sampai orang biasa. Sikap warga lokal Tunisia kepada warga muslim Indonesia di Tunisia sangat baik dalam perayaan Iduladha.
Terlihat ketika menunaikan salat Iduladha di Masjid Jami’ Tunisia, warga Indonesia sangat diterima hangat dan mendapatkan tempat yang layak. Kepedulian mereka tinggi ke warga Indonesia, tak sedikit dari mereka memberikan hewan kurban untuk disembelih dan dibagikan ke warga Indonesia.
Keakraban dan kekeluargaan warga Tunisia ini menjadi pelipur lara bagi warga Indonesia yang jauh dari Tanah Air saat menikmati momen Iduladha. Nun jauh dari Nusantara, mereka merasakan suasana guyub dari sesama saudaranya warga Tunisia.
Penerimaan baik warga lokal sangat dirasakan keluarga besar warga Indonesia di Tunisia, terkhusus para mahasiswa. Mereka mendapat perhatian begitu besar dari para jajaran dosen dan profesornya di kampus tempat menimba ilmu.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>