Oleh: Andrezal*
Sebagai negara agraris, peternakan dan pertanian seharunya menjadi sektor utama di Republik ini. Bahkan kombinasi dari keduanya akan memberikan dampak yang sangat besar untuk ketersediaan pangan di negara kita. Akan tetapi, pada kenyataanya Indonesia sebagai negara yang subur masih dihadapkan pada ketergantungan impor untuk kebutuhan pangan nasional. Diantaranya impor beras, bawang putih, kedelai, garam, kentang, dan lainnya. Seharusnya semua bisa kita sediakan sendiri di dalam negeri. Lalu apa yang menyebabkan kita tidak bisa memenuhi kebutuhan di bidang pertanian dan peternakan?
Secara struktural, liberalisasi ekonomi pada tahun 1998 telah memberikan dampak yang serius pada peternakan dan pertanian Indonesia. Liberalisasi menyebabkan pemerintah tidak lagi fokus memperhatikan para peternak dan petani kecil. Negara lebih fokus pada perusahaan besar sebagai kunci dari perbaikan ekonomi nasional. Selain itu negara lebih menyibukan diri dengan pembangunan kota dan industrialisasi.
Modernisasi membuat anak-anak muda lebih suka mencari pekerjaan di kota. Bertani dan beternak dianggap sebagai pekerjaan yang jadul, tidak banyak yang tertarik. Menjadi Petani dan Peternak dinilai tidak lagi menjanjikan masa depan. Akhirnya jumlah petani dan peternak terus menurun. Dampak hilirnya ketahanan pangan nasional menjadi terancam.
Tak mau larut, Senin 27 Juni yang lalu, penulis mencoba mencari inspirasi dengan mengunjungi sebuah peternakan sapi perah dan industri susu lokal yaitu Laysi Dairy Farm yang berada di Nagari Lasi, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Peternakan ini berlokasi di kaki Gunung Marapi pada ketinggian 1.100 mdpl dengan panorama alam yang sangat memikat mata. Latar gunung Merapi menjadi spot favorit bagi pengunjung yang ingin berfoto.
Peternakan ini didirikan oleh Suhatril MT, seorang Magister Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang lulus tahun 2011. Sebelum mendirikan peternakan ini Suhatril bekerja di sebuah perusahaan Korea sampai tahun 2015. Meskipun bekerja di perusahaan asing yang memberikannya penghasilan yang besar, tidak membuatnya abai terhadap kampung halaman.
Kesadarannya mengenai peternakan dan pertanian sebagai jantung perekonomian masyarakat membuatnya terpanggil untuk mengembangkan potensi peternakan yang ada di Lasi. Menurutnya, jika berhasil akan memberikan pengaruh positif bagi masyarakat kampungnya. Pada Oktober 2015, dia memulai beternak sapi potong.
Kemudian pada tahun 2016, dia memulai peternakan sapi perahnya. Sayangnya, masyarakat Sumatera Barat pada umunya tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi susu segar. Produksi susu dari peternakan ini tidak bisa terserap dengan baik, terutama saat musim hujan susu akan cepat membusuk dan akhirnya dibuang ke sungai.
Menimbang situasi tersebut, Suhatril mencoba mendirikan wisata edukasi keluarga untuk mengenalkan masyarakat mengenai peternakan dan pentingnya mengkonsumsi susu segar. Selain itu dia terus mencoba menyiasati cara untuk membuat produk susunya tidak terbuang percuma. Mahalnya teknologi untuk membuat susu tidak cepat basi mendorong munculnya inovasi pada tahun 2018, ia berhasil menciptakan keju mozzarella dengan merek Kejulasi. Masalah ketahanan produk akhirnya bisa teratasi karena produk keju lebih tahan lama dan bisa bertahan sampai satu tahun.
Tahun 2018 – 2019, peternakan dengan luas satu hektar dan jumlah sapi perah indukan sebanyak 42 ekor serta sapi perah anakan sebanyak 30 ekor membuat peternakan ini mencapai produksi terbaiknya. Saat itu hasil produksi mencapai 550 liter susu per hari. Kegemilangan hasil produksi tersebut tidak bertahan lama karena tahun 2020 Indonesia mulai terdampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan perekonomian macet. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat membuat kunjungan dari sekolah-sekolah terhenti. Tidak adanya kunjungan dan penjualan susu berdampak serius bagi Laysi Dairy Farm.
Laysi Dairy Farm kemudian difokuskan untuk menjadi kawasan wisata. Berbagai perombakan dilakukan untuk mempercantik tampilan dari peternakan ini dengan tujuan menarik kembali para pengunjung. Di area peternakan didirikan Cafe yang tidak hanya menjual produk minuman tetapi juga makanan. Ada juga taman yang berisi berbagai hewan menarik. Ditunjang dengan pemandangan alam yang mempesona akhirnya tempat wisata ini menjadi viral, banyak pengunjung berdatangan dari berbagai wilayah.
Masalah baru muncul, peningkatan jumlah pengunjung membuat sapi menjadi stress, produksi susu mengalami penurunan bahkan beberapa sapi mati. Menghadapi masalah ini, Suhatril membagi-bagikan sapi ke masyarat sekitar dan menjadikan masyarakat sebagai mitra. Untuk saat ini jumlah sapi yang ada di masyarakat kurang lebih sekitar 30 ekor. Sekarang produksi susu hanya mencapai 300 liter per hari karena jumlah sapi telah berkurang. Laysi Dairy Farm sekarang hanya bertugas untuk menampung semua susu untuk kemudian diolah.
Pada tahun 2020, produk keju yang sehat, tanpa pewarna, pengawet, perasa dan emulsifier membuat brand Kejulasi memperoleh izin BPOM. Kejulasi tersebut akhirnya bisa dijual di swalayan seperti di Budiman Bukittinggi. Target pemasaran produk peternakan ini sekarang ialah masyarakat yang paham mengenai pentingnya produk susu segar dan produk olahan lain seperti keju dan cream cheese. Penjualan produk keju ini tidak hanya di Sumatera Barat saja tetapi juga sampai ke Riau dan Jambi.
Laysi Dairy Farm tidak hanya dikunjungi oleh masyarakat umum, terdapat juga kunjungan dari Bupati Agam, Wakil Gubernur Sumatera Barat, dan yang terbaru Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga pada Selasa, 28 Juni 2022. Wakil Menteri Perdagangan tersebut menyatakan bahwa Kementerian Perdagangan siap untuk membantu produk Kejulasi agar bisa dipasarkan sampai ke mancanegara. “Terkait pemasaran ekspor, kita bisa support, sebab kita memiliki 46 wakil perdagangan di seluruh dunia, kita akan instruksikan” kata Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga sebagaimana dilansiir media KataSumbar.
Tujuan Suhatril untuk membuka usaha di kampung halaman dan memperbaiki ekonomi masyarakat yang berbasis pada peternakan dan pertanian sejauh ini telah membuahkan hasil yang baik. Ini adalah contoh nyata dari pentingnya pemberdayaan dan perbaikan ekonomi masyarakat lewat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang harus terus ditingkatkan dan didukung oleh pemerintah.
Akan lebih baik lagi jika para peternak, UMKM, konsumen dan pemerintah dapat dihubungkan lewat skema ekosistem industri berbasis koperasi. Model ini bisa dilakukan dengan mendorong terbentuknya Koperasi Peternak yang bertugas untuk mengurus ternak dan menyediakan bahan produksi. Koperasi Industri yang bertugas menampung hasil produksi dan mengolahnya menjadi produk. Koperasi Konsumsi yang mengelola kebutuhan anggota terhadap produk sekaligus jadi basis market dari produk. Serta Koperasi Pemasaran yang memungkinkan produk bisa dipasarkan lebih jauh lagi. Tugas pemerintah adalah mendukung terciptanya ekosistem industri, regulator peternakan dengan UMKM lain dan mendukung promosi produk melalui berbagai kegiatan agar lebih dikenal masyarakat luas.
Ekosistem industri berbasis koperasi dinilai penting dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat karena koperasi adalah sebuah bentuk perusahaan yang bertujuan untuk mengutamakan kesejahteraan anggotanya. Menurut International Cooperative Alliance (ICA) mengenai Jati Diri Koperasi, “Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, budaya melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis”. Dengan begitu suara-suara masyarakat yang selama ini kurang terdengar, bisa disuarakan lebih lantang lewat koperasi.
Sudah semestinya pemerintah menaruh perhatian serius pada para pelaku UMKM yang kegiatan mereka berdampak langsung pada masyarakat seperti yang terjadi pada masyarakat sekitar Laysi Dairy Farm. Pemerintah harus memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan peternak dan petani kecil pedesaan karena keberadaan mereka sangatlah dibutuhkan sebagai pahlawan pangan Indonesia.
*Penulis adalah Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas (UNAND), di bawah bimbingan dosen Virtuous Setyaka, S.IP., M.Si.
Ini keren sekali, mahasiswa HI yang mau turun ke lahan-lahan petani dan peternak, semoga terus berkelanjutan.
Terus produktif Andre!
Selamat…
Terimakasih Mas Vi
Mohon bimbingannya Mas
Kembangkan koperasi peternakan dengan basis jawab kebutuhan riil. Pemerintah datang yang untung bukan peternak tapi makelar program pembina(sa) an..
Terimakasih Mas
Saya menangkap pandangan yang sangat tegas untuk membuat peternak lebih mandiri dan merdeka agar tidak terlalu menggantungkan harapan, semoga kedepannya harapan baik kita bisa terlaksana.
Salam Koperasi Mas…